"Gara saya ayah kamu!" Bentak pria itu
"Ck lu bukan ayah gua! Lu cuma ayah dari Kevin si bangs*t itu!" Teriak Gara tak mau kalah
"What the f***! Gara sama Kevin satu bapak njir?" Kaget Alkan yang mulai paham dengan situasi.
Sebenarnya apa lagi kejadian yang tak tertulis dalam novel itu? Setau Alkan Kevin itu anak tunggal kenapa sekarang malah satu bapak sama Gara?
--
Alkan merasa suasana dari pembicaraan ini sedikit sensitif, dengan pelan mengepakkan sayapnya dan turun dari kepala Gara. Tak ada yang menyadari itu, kedua orang itu sama-sama keras kepala dan sibuk dengan pertengkaran mereka.
Dalam pikiran Alkan hanya terbesit,
"Ini drama anak pungut atau gimana ya? Siapa yang anak haram ya? Yang halal Kevin apa Gara? Gak ada sertifikat halal nya jadi bingung"Sementara itu, kedua manusia tadi tengah berdebat dengan melontarkan berbagai kata.
"Kevin dan kamu sama-sama anak ayah, kalian saudara" jelas ayah Gara
"Mata lu buta? Setelah tiga tahun melihat luka yang sama bahkan penyebabnya tetap orang yang sama. Dan lu masih pura-pura buta, memaksa kami untuk menjadi saudara? Gila lu" elak Gara
"Ayah tau itu semua salah Kevin, ayah akui itu. Namun ayah disini juga tak bisa melakukan ap..." Ucapan Ayahnya langsung dipotong oleh Gara
"Memangnya apa yang lu bisa?" Potong Gara
Ayah Gara terdiam, sulit untuk menjawabnya. Apapun yang menjadi jawabannya akan selalu salah dimata Gara. Ini memang salahnya yang telah memberikan luka mendalam pada Gara kecil.
"Kalo memang gak ada lagi yang mau lu omongin lebih baik lu pergi sekarang!" Usir Gara
Ayah Gara yang sebenarnya enggan meninggalkan tempat itu terpaksa pergi. Andai ia bisa kembali ke masa dimana Gara kecil selalu meminta perlindungan dibalik punggungnya.
Namun saat-saat itu tak dapat terulang. Dengan langkah pelan ia menuju pintu yang masih terbuka, sembari menengok kebelakang. Gara sama sekali tak menoleh, sepertinya Gara memang tidak menginginkan kehadirannya.
"Jangan lupa obati lukamu, kalau butuh sesuatu mintalah pada ayah. Kamu masih tetap permata ayah" ucapnya sebelum akhirnya menutup pintu apartemen tersebut.
Alkan yang melihat semua itu masih bungkam. Jadi beginilah rasanya melihat sebuah novel diperagakan secara real life?
Alkan memilih mengalihkan pandangannya pada Sagara yang masih terdiam ditempat. Kepalanya mendongak menahan air mata yang hendak turun, ternyata Gara tak sekuat itu. Meski tahan dalam fisik namun hatinya begitu rapuh.
Alkan tidak pernah tau rasanya berdebat dengan seorang ayah, jadi ia tak mengerti bagaimana rasa tersebut. Yah Alkan hanya sebatang kara, hidup ditemani kesepian.
Maka dari itu Alkan tak berniat menganggu Gara yang sedang bersedih, Alkan yakin remaja itu pasti butuh waktu sendiri. Ada kalanya menangis membuat beban mu berkurang.
Jujur Gara lelah dengan semuanya. Ia berjalan dengan menyeret kaki pincangnya menuju kasur. Merebahkan badan yang terasa remuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help a Rich Boy
FantasiaTransmigrasi protagonis? antagonis? figuran? Mau adu nasib sama Alkan Devano yang baru aja tidur malah kebangun di raga burung merpati. ----------------------------------------------------- Saat ini ia mulai mengamati tubuhnya sendiri, kaki bentukn...