Ting...
Lift itu terbuka dengan sosok Sagara yang bergegas pergi meninggalkan lingkungan apartemen.
Tepat di pinggir jalan sudah terparkir taksi yang tadi sempat dipesan. Tanpa pikir panjang ia masuk dan meminta di antar ke sebuah perusahaan besar ternama. Ya, Sagara ingin ke sana menemui ayahnya.
Taksi itu melaju dengan kecepatan sedang sementara Sagara tengah di mabuk oleh banyaknya prasangka. Mata hazelnut yang tadinya hendak menemukan cahaya kehidupannya lagi namun sekarang mulai kembali meredup.
"Kenapa?"
Hanya kata itu yang terus terngiang. Kenapa semua orang suka mempermainkannya, membohonginya, dan mengapa takdir selalu menempatkannya pada keadaan yang sulit.
"Gua bodoh ya"
Senyum palsu kini ia sajikan pada wajahnya itu. Lagi-lagi kepercayaannya dipermainkan. Sekali lagi ia merasa bodoh karena dengan mudah percaya pada orang lain.
Ketika ayahnya sendiri selalu meruntuhkan Kepercayaannya, lantas bukankah wajar jika orang lain akan melakukan hal yang sama. Begitu pikirnya...
"Sudah sampai tuan" ujar sang supir yang menyadarkan Sagara dari lamunannya
Sagara tersenyum sembari memberikan uang berserta ucapan terimakasih sebelum membuka pintu mobil itu. Kini sampailah dia pada gedung tinggi dengan banyak lantai, sungguh mengagumkan.
Gedung itu memang indah dan gagah secara bersamaan. Namun di mata Sagara gedung itu hanyalah sebuah bangunan yang pernah menjadi saksi bisu saat bundanya di hina secara tidak langsung oleh seorang wanita yang tiba-tiba masuk di keluarga kecilnya.
"Maaf. Sekali lagi aku hanya dapat minta maaf padamu bunda. Aku lemah dan bodoh sehingga tak mampu menjagamu, bahkan ketika namamu di hina di depanku aku tak dapat membalaskan hal itu"
Setiap ia memandang gedung ini, Sagara selalu teringat akan penghinaan pada bundanya dan ketidakpedulian sang ayah. Ketika sebuah mulut menghina bundanya sebagai seorang pelayan yang hamil dengan lelaki tak jelas.
Yah kalian dapat menganggap Sagara sebagai seorang yang terlalu perasa tapi jika itu menyangkut bundanya ia tak peduli lagi mau dikatakan perasa atau sensitif bahkan terlalu emosional.
Tap..
Tap..
Kaki terpincang-pincang itu melangkah memasuki gedung meskipun beberapa orang berbisik-bisik entah membicarakan apa sesaat setelah ia lewat.
"Mbak letak ruangan Arland di mana ya?" Tanya Sagara blak-blakan di depan sang resepsionis
"Maaf? Maksud anda tuan CEO pak Arland Aprilio?" Sahut sang resepsionis wanita itu
"Iya, di mana saya dapat menemuinya?" Tanyanya sekali lagi
"Sebelumnya saya minta maaf tapi apakah anda sudah membuat janji? Saya tidak enak mengatakannya tapi Anda terlihat masih anak SMA. Sepertinya juga terlihat anda sedang bolos? Mau bagaimanapun sekarang masih jam sekolah. Saya rasa seorang bocah tak mungkin membuat janji dengan tuan Arland bahkan saya tak yakin anda kenal dengannya" ucap panjang lebar sang resepsionis
Hal ini sejujurnya membuat Sagara ingin mengeluarkan kata-kata mutiara dari mulutnya seperti, "bacot lu" nah persis begitu.
"Saya memang belum membuat janji, maka dari itu tolong katakan padanya bahwa Sagara ingin bertemu, saya yakin dia tak keberatan dengan kehadiran saya" jelas Sagara
"Maaf tuan tapi ini bukan hal yang semudah itu, jadi lebih baik anda membuat janji terlebih dahulu" balas sang resepsionis dengan senyum karir terpaksa
"Mbak say-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Help a Rich Boy
FantasyTransmigrasi protagonis? antagonis? figuran? Mau adu nasib sama Alkan Devano yang baru aja tidur malah kebangun di raga burung merpati. ----------------------------------------------------- Saat ini ia mulai mengamati tubuhnya sendiri, kaki bentukn...