Chapter - 31

1K 38 3
                                    

Update lagi ya ^^


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Patric memberengut. "Tidak. Jangan pernah."

Anneke dengan malu-malu memberikan pernyataannya dengan mengangguk kecil seraya membelai wajah Patric dengan penuh gairah. "Hanya dirimu yang pernah menyentuhku."

Pernyataan yang keluar dari mulut wanita itu membuat Patric tersenyum puas. Ia lalu mengecup kening Anneke dengan mesra. "Terimakasih." Ucapnya serak.

Patric kembali membuai Anneke dengan sentuhannya. "Anneke kau terasa lezat. Sejak saat aku menyentuhmu pertama kali, aku sudah merasa bahwa kau memang bukan istriku. Saat itu aku tidak bisa berhenti. Aku ingin mencapai puncak lagi bersamamu. Aku mohon kali ini kita nikmati lagi," ucap Patric disela-sela desahannya.

Entah mengapa Aneke menjadi diam seribu bahasa tak bisa mengungkapkan, tubuh telah menguasainya dan juga fisik yang masih terlalu lemah untuk memberikan pemberontakkan. Dirinya hanya terdiam saat dengan perlahan Patric mulai mencumbu dirinya dengan intens. Ia mengikuti insting naluri kewanitaannya. Menyentuh Patric sesuka hati dimanapun itu. Nafsu kewanitaannya telah mengalahkan akal sehatnya. Ia menyambut cumbuan Patric dengan lepasnya, hingga tak menyadari bahwa dirinya sudah benar-benar telanjang dan Patric pun juga sama dengannya.

Malam itu malam yang panjang bagi dua insan yang sedang dimabuk asmara. Tercipta kegiatan yang melelahkan namun memuaskan. Hawa panas tercipta di kamar Aneke. Keduanya seakan sejenak melupakan peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi. Malam yang panjang untuk keduanya menghabiskan sisa-sisa energi yang masih mereka miliki.

**

"Sial-sial. Hampir saja ketahuan. Sampai kapan lagi aku harus berada di sini. Kakak belum memberikan kabar apapun."

Pria itu meringis kesakitan, kakinya terkilir saat turun tangga dengan tergesa-gesa. Usahanya akan gagal kalau dirinya ceroboh lagi dan alhasil sang kakak tidak akan menyayanginya lagi. Yang dia punyai sekarang adalah cuma kakaknya, saudara satu-satunya dan ia sangat menghormati kakaknya itu.

"Aku harus segera melaporkan apa yang aku lihat barusan."

Dengan berjalan yang masih tertatih-tatih pria itu mengendap keluar ruangan. Kalau sampai tertangkap basah, ia akan rela mati demi kakaknya. Ia akan tutup mulut selamanya.

**

Dicuaca yang cerah sore har itu, Aneke sedang menemani Julie di taman bermain. Fikirannya masih berkecambuk, saat ia keluar dari kamar mandi tadi pagi, dia tidak melihat Patric. Dirinya pasti akan canggung, malu saat bertemu Patric lagi.

Malam itu entah mengapa dia juga menyambut cumbuan Patric dengan penuh gairah. Saling memuasakan satu sama lain. Teringat semalam, malam yang menggelora membuatnya rona merah muncul menjalar di pipinya hingga ia tak sadar ada seseorang yang memperhatikannya dari tadi. Sangat dekat hingga bisa melihat pipi Aneke yang bersemu merah.

Suara daheman membuatnya tersadar bahwa ia ternyata tidak sendiri. Telah ada Martin yang duduk disampingnya seraya memperhatikan Julie yang sibuk bermain mencari kupu-kupu ditaman bunga itu.

"Aku sudah tahu semuanya. Selamat datang kembali." Terdengar hanya kepuraan yang Martin lontarkan itu. Suara yang keluar hanya terdengar sinis ditelinga Anneke.

"Sungguh, saya tidak berniat untuk menipu siapapun. Anda berhak percaya atau tidak kepada saya. Yang pasti saya sudah mengatakannya semuanya kepada Patric."

"Apa kau percaya pada Patric?"

Martin memberikan pertanyaan yang membuat Aneke terkejut.

"Apa maksudmu?" Aneke heran mengapa Martin bertanya hal itu.

"Kamu tidak tahu seperti apa itu Patric. Dia itu licik. Kau bisa terbebas karena Julie. Lihat gadis kecil itu," tunjuk Martin pada bocah kecil itu. "Dia terobsesi denganmu. Sebentar lagi Julie akan masuk ke asrama dan kamu mungkin akan kembali masuk penjara." Lanjutnya.

Mata Aneke terbelalak mendengar pernyataan itu. Apa Patric sejahat itu? Dia menunduk memilin jari-jarinya, menahan air mata yang akan tumpah. Percintaannya semalam dengan Patric hanyalah keegoisan Patric saja. Apa ia hanya dimanfaatkan saja. Percintaan yang hebat itu apa hanya kepura-puraan saja.

"Sudahlah aku tidak perlu berbasa-basi denganmu wahai orang asing. Aku kesini cuma mengingatkan saja, Patric tidak sebaik yang kamu fikirkan."

Martin melenggang pergi begitu saja tanpa menoleh lagi ke arah Aneke yang masih duduk mematung. Kembali pikirannya berkelana. Apa semua yang ditampilkan Patric beberapa hari ini hanya kepura-puraan saja?.

Setelah berada di kamarnya lagi, dalam kesendirian, Aneke terdiam membisu. Tidak ada semangat, kebahagiaan yang ia rasakan sejak tadi pagi tiba-tiba luruh menghilang dari jiwanya. Dirinya merasa bimbang. Siapa yang bisa ia percayai untuk saat ini? Apakah yang dikatakan Martin itu benar? Sampai makan malam pun Aneke tidak menyentuh lagi makanannya. Dirinya tidak berselera sama sekali.

Malam itu Aneke hanya menghabiskan malamnya di ranjang. Memaksakan tidur walaupun belum mengantuk. Berharap dirinya mimpi indah tanpa kebangun lagi di dunia yang penuh drama ini.

**

Dengan terpaksa Patric harus merelakan waktunya menuju ke daerah yang penuh konflik politik pagi itu. Dirinya juga harus mengurusi kegiatan negara terlebih dahulu, yang akhir-akhir ini terbengkalai karena kemelut di mansionnya yang belum terselesaikan juga.

Selain disibukkan dengan masalah internal, kemarin juga Rudoft melaporkan bahwa ada seorang penyusup yang bisa masuk ke ruang kerja pribadinya. Masalah Ashele juga masih belum sepenuhnya selesai. Wanita itu terus berpindah-pindah tempat, seakan akan dia seorang DPO.

Aneke yang ada di kediamannya saat ini juga selalu ada difikirannya. Dia memegang kepalanya yang mulai terasa berat. Satu persatu masalah belum terpecahkan. Ingin secepatnya ia menguak tabir kejadian ini. Patric tak bisa mempercayai semua ini dengan nalarnya. Dia harus bersikap waspada mulai detik ini.

**

"Martin?"

Ashele terkejut mendapati Martin yang menghampiri kediamannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdesir kencang.

Terlihat Martin hanya tersenyum culas menatap Ashele.

"Terkejut, aku bisa menemukanmu. Mengunjungimu disini?"dengan santai Martin duduk dan menghadap Ashele yang masih dengan muka terkejutnya.

"Kau menipuku." Lanjut Martin.

Ashele meniupkan asap rokok kearah Martin. "Kau memanfaatkan aku." Balas Ashele tajam.

"Awalnya kau mau diajak bekerjasama denganku. Ingat kau akan memperoleh banyak harta jika Patric meninggal. Kau juga menyetujuinya saat itu."

Melihat Ashele yang tidak menyangkal pernyataannya, Martin mulai mengungkapkan apa yang selama ini dirinya pendam. "Aku tahu Julie itu bukan anak kandungmu dengan Patric. Ia anak yang kau peroleh di panti asuhan. Bayi tak berdosa itu yang kau jadikan senjata agar Patric mau menikahimu. Kau sudah menipu Patric dari awal juga."

Ashele terkejut. Rahasia tentang Julie yang disimpan rapi ternyata Martin mengetahuinya. Tangannya mengepal erat. Selama ini Martin juga tidak terbuka terhadapnya. "Kau hanya mementingkan keinginanmu saja Martin. Aku tahu sifatmu itu. Dan sekarang kalau aku masih hidup, kamu mau apakan diriku?"

"Apa maumu sekarang?" Tekan Ashele karena Martin hanya memandanginya sesaat tanpa menjawab pertanyaannya.

"Pintar sekali kau. Aku kesini memang mempunyai tujuan. Bukan hanya berbasi basi denganmu saja. Aku ingin merencanakan pembunuhan lagi. Apa kau masih mau bekerjasama denganku." Ucap  Martin dingin.


To be next continue...

Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang