Chapter - 21

4.3K 221 8
                                    

Allhamdulillah wolly sempat update lagi nih...

Semoga suka ya..

ditunggu vote dan komennya..

Terimakasih readers..^^

------------------------------------------------------------

Aneke mencari selembar kertas yang ia temukan dulu saat dirinya berada di rumah sakit. Ia mencari-cari di laci meja riasnya. Seingatnya dulu ia menaruh kertas itu di laci meja rias. Tapi saat dicari-cari sekarang nihil. 

Dirinya merasa ia masih ingat sekali dengan jelas bahwa dia menaruh kertas tersebut di laci. Di bukanya semua laci dan diobrak abrik tempat itu. Tetap nihil. Tak menemukan kertas itu dimana-mana. Dia menggeleng tak percaya, mengusap wajahnya dengan lelah. Sambil menutup wajahnya dia bersandar di tembok. Apa yang harus diperbuatnya sekarang ?

Patric mengamati tingkah Aneke dalam diam dan meneliti raut muka wanita itu. Dilihatnya dari tadi wanita itu nampak terlihat tergesa-gesa mencari sesuatu dan terlihat kelelahan. Apakah ini hanya sandiwaranya? Fikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Memandangi lagi dan menelisik setiap gerakan dari wanita itu.

"Mana kertas petunjuk itu Aneke? Apa kau memang benar-benar seorang pembohong dan yang dikatakan far adalah benar?" kata Patric seraya perlahan mendekati Aneke dengan langkah pelan. "Atau ini hanya tingkah pura-puramu lagi?" lanjutnya dengan intonasi suara yang lebih tinggi dan menusuk.

Aneke masih bergeming atas ucapan Patric. Dirinya akan kalah. Apa yang selanjut harus diperbuatnya, dirinya tak akan mengerti. Saat ini dia hanya berharap pada takdir baik membantunya. Haluan nafasnya semakin kasar, dia tak bisa mengendalikan derita ini lagi. Butiran air matanya mulai melucur menuruni pipinya yang mulus. Dia terisak dengan sangat perlahan.

"Kenapa kau mulai menangis begini? Jika kau tak bisa menunjukkan bukti itu padaku, berarti apa yang dibilang far adalah benar. Kau akan menerima hukuman dariku Aneke. Maka bersiaplah dari sekarang. Takdir hidupmu sekarang berada  ditanganku." Patric mengakihiri ucapannya seraya memegang wajah Aneke lalu mendongakkan kepala wanita itu hingga membuka membuat Aneke akhirnya melepaskan tangannya yang sedari tadi masih menutupi wajahnya. Mencengkeran kuat leher Aneke.

"Aku siap menerima hukuman darimu Tuan Patric. Satu-satunya bukti tidak bisa aku tunjukkan padamu. Entah mengapa kertas tersebut hilang. Aku sendiri tak tahu. Aku merasa menaruhnya dalam laci ini." Kata Aneke dan seraya menggelengkan kepalanya lagi dengan susah karena Patric masih memegangi lehernya. 

Aneke lanjut berkata, "Entahlah kertas petunjuk itu hilang ditelan bumi. Aku bersumpah padamu dan Julie bahwa yang aku katakan ini semua benar adanya." Air mata terus menuruni pipi Aneke dengan derasnya.

"Jangan bawa-bawa nama anakku dalam sumpahmu itu.!!!"

Mendengar ucapan Patric itu, membuat hati Aneke merasa sangat sakit. Aneke mengusap air mata dipipinya dengan kasar. Cengkeraman tangan Patric dilehernya telah dilepaskan Patric dengan kasar. Seketika itu ia menghirup udara dengan kasar.

Patric menelisik dari dekat wajah Aneke lagi. Terlihat bekas air mata masih menggenang dikelopak mata wanita itu. Dalam hatinya kecilnya dirinya tak bisa mempercayai ucapan ayahnya. 

Dia merasa wanita dihadapannya ini sangatlah polos, bukan seperti seorang penyusup yang mempunyai jiwa busuk dan fikiran licik. Jauh di dalam dilubuk hatinya, dia tak akan tega untuk menghukum wanita yang sekarang ada didepannya ini.

Tapi secara akal sehatnya, dia harus memikirkan hukuman apa yang pantas bagi seorang penyusup. Dia tak memandang bulu dalam memberikan suatu hukuman, apa dia seorang pria ataupun wanita itu sama saja.

"Sementara ini aku hanya bisa membiarkanmu di dalam kamar ini. Aku akan mengurungmu disini. Jangan berfikir kau bisa melarikan diri. Aku akan memikirkan hukuman apa yang pantas aku berikan padamu seorang penyusup," kata Patric sambil memandang Aneke dengan tatapan tajamnya.

Patric meninggalkan kamar itu dengan gusar. Hatinya berusaha tegar untuk mengetahui fakta bahwa Aneke seorang penyusup. Meski dirinya menyukai wanita itu, tapi hal itu tidak bisa membuatnya memaafkan Aneke. Dengan emosi yang masih berasa berdenyut melanda dirinya, ia langsung melangkahkan kakinya memasuki ruang kerja ayahnya.

Sepeninggal Patric dari ruangannya, Aneke meringkuk di ranjang dengan tangis yang terus menerus menyiksanya. Bibirnya bergetar. Apa yang dihadapinya saat ini tak bisa diterimanya dengan berlapang dada. 

Dia merasa ada seseorang yang telah mengambil kertas itu. Dia masih teringat sekali kalau kertas itu dia taruh di laci tersebut. Ada yang mengambil kertas petunjuk  itu pastinya. Dan itu pasti anggota keluarga ini. Hati kecilnya berkata saat ini dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Di negara orang ia tak memiliki saudara, maupun teman. Saat ini yang hanya bisa diperbuat ialah berdoa semoga ada jalan keluar baginya dan menyerah pada takdir.

**

Patric memasuki ruang kerjanya dengan hati gusar. Fikirannya berkecambuk, bercabang dimana-mana. Dalam hati kecilnya ia merasa bahwa wanita yang bernama Aneke ini tak bersalah. Wanita yang memang menampilkan aura keibuan saat Patric pertama melihatnya di rumah sakit. Tidak ada kejanggalan ataupun gerak gerik yang mencurigakan saat Aneke bersamanya.

Patric mengusap wajahnya sesaat lalu menghela nafasnya seraya menyugar rambutnya. Pantatnya didudukkannya di kursi kerjanya. Menutup matanya seraya bersandar. Merileksasi kondisi fisiknya agar mampu berfikir secara jernih. Kembali fikirannya teringat percakapan dirinya dengan ayahnya.

"Kau harus bertindak tegas nak, beri hukuman yang setimpal pada wanita itu. Jangan dengarkan kata hatimu. Dia seorang penyusup, sangat berbahaya bagi negara kita," kata Martin sambil menatap tajam pada putranya itu.

"Aku akan memikirkannnya dulu. Beri aku waktu untuk bisa berfikir jernih far."

Martin mendengus, seraya memalingkan wajahnya. Sifatnya Patric mengingatkan kembali pada Camillia-nya. Benar-benar sama.

"Aku beri waktu satu minggu. Kalau kau tidak bertindak biar far yang membereskan wanita itu."

"Tapi ..."

"Sudahlah...,tinggalkan ruangan ini," kata Martin seraya mengibaskan tangannya.

Patric membuka matanya kembali, dia harus berbuat sesuatu. Dia harus bertindak tegas.

**

Kesejukan handuk kering menghapuskan kesedihan dan kepeningan sementara yang menyerang Aneke tadi, tapi tidak bisa menghapus rasa sakit dihatinya. Aneke benar telah jatuh cinta pada Patric, namun terlihat Patric tidak menyukainya. Pria itu sekarang jauh untuk diraih. Bagimana cara agar Patric bisa mempercayainya?

Bercinta sekali dengan pria itu membuat Aneke  seakan tak bisa lepas dari belenggu seorang perdana menteri. Aneke ingin lari menemui Patric lagi, menjelaskan semuanya, dan bisa membuat Patric lebih percaya padanya. 

Aneke ingin membiarkan Patric memeluknya lebih lama dan memberikan kecupan hangat pada pria itu. Semua kemesraan itu agar mampu membuatnya lupa pada dunia diluar mereka berdua. Jika ia dan Patric bertemu di lain waktu dan dalam keadaan bukan seperti ini pastilah ia akan mengejar cinta pria itu.


To be next continue....

"Far : ayah

Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang