Aneke memandangi wajah barunya dengan seksama. Dirinya kini sedang bercermin pada sebuah kaca yang diberikan oleh Dokter Esbern. Dirinya hanya bergeming. Tak harus berteriak atau mengeluh saat melihat wajahnya yang bisa dibilang telah berubah seratus delapan puluh derajat. Seakan dirinya tak bisa mengenali lagi wajahnya. Sia-sia kalau dirinya berteriak histeris, tak ada guna.
Kalau diperhatikan baik-baik, sekarang wajahnya tampak seperti seorang wanita yang ditemuainya saat berada dipesawat itu. Ya Dokter Esbern pasti telah merubah dirinya menjadi istri sang perdana menteri itu.
"Apa kau menyukai hasilnya? Apa kau puas?" Patric yang mendampinginya sejak tadi membuka suara seraya menatap langsung ke dalam bola mata Aneke. Mencari sesuatu yang mungkin terlihat sebagai rasa kecewa ataupun senang.
Aneke memandang Patric seraya berkata. "Aku sebenarnya menginginkan wajahku yang lama." Ungkapnya tak sadar dengan bibir yang bergetar menahan isakan. Airmata Aneke pun akhirnya lolos, bergulir membasahi pipinya.
Pernyataan itu membuat Patric tersentak, mengerutkan keningnya sesaat. Yang saat ini dilihatnya kan memang wajah Ashele. Ada apa dengan istrinya sekarang? Benaknya bertanya namun saat mau terucap diurungkannya. Bukan waktunya sekarang untuk bertanya. Suatu saat dirinya akan mempertanyakan apa maksud yang di ucapkan Ashele tadi.
Dengan keterpaksaan diberikan senyumnya pada Aneke. "Kau tambah cantik Ashele. Lihat kerutan disekitar matamu itu sudah takda. Kulit wajahmu juga terlihat halus." Patric mecoba menenangkan hati Aneke yang tiba-tiba serasa melankolis itu.
"Baiklah aku akan berusaha menerima semua ini. Mungkin ini sudah takdirku." Ujar Aneke lirih. Tanpa menatap Patric, Aneka berusaha tersenyum ke arah Dokter Esbern yang sedang berjalan mendekatinya.
"Nyonya, hari ini anda sudah diperbolehkan pulang dan untuk satu minggu kedepan sudah kami jadwalkan untuk kontrol." Ujar Dokter Esbern tersenyum tulus pada Aneke. "Saya dan teman-teman tim medis lainnya sudah berusaha sebaik mungkin dalam melakukan operasi ini. Semoga anda puas dengan hasilnya."
Aneke menatap Dokter Esbern dengan bola mata coklatnya seraya menyentuh pergelangan tangan Dokter Esbern. Mengenggamnya ringan seraya berkata. "Terimaksih dokter atas usaha kalian. Saya puas dengan hasilnya. Sangat sempurna dimata saya."
"Baiklah akan saya tinggal dulu Mrs, dan Mr. Valdemar mari bisa ikut saya. Ada hal yang perlu kita bicarakan sebentar."
Patric mengikuti Dokter Esbern keluar ruangan, meninggalkan Aneke sendirian dalam kamarnya.
Aneke kembali menatap cermin yang ada di sebelahnya. Bercermin kembali. Dia merasa sudah menjadi orang lain. "Apa yang akan dilakukannya saat ini? Atau kah dia langsung akan berterang terang saja saat ini?. Fikirannya berkecambuk tak tentu arah.
Dirinya langsung kembali teringat akan secarik kertas yang ditemukannya di bawah bantalnya. Diambil lagi kertas itu dan dibacanya berulang dengan penuh selidik. Detik itu juga dia bertekad akan menapaki teka-teki ini. Jiwa jurnalisme memanggilnya dengan kuat, menelisik agar terbongkar ada apa yang disembunyikan oleh wanita yang bernama Ashele itu.
Saat ini di hati kecilnya, Aneke tak tahu mana yang salah dan mana yang benar, tapi dia merasa hati nuraninya berkata bahwa Mr. Valdemar itu, saat ini berada dalam bahaya. Secarik kertas itu adalah awal petunjuk untuk mengikuti suatu permainan. Siapa sebenarnya dalang semua ini?
Dan semua mungkin akan terjawab kalau saat ini dirinya akan berpura-pura memihak pada orang yang telah memberikan petunjuk ini. Aneke lalu tersenyum simpul memikirkan ending dari teka-teki ini. Dirinya sangatlah siap untuk petualangan barunya.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka, muncul sosok Patric yang berjalan ke arah Aneke. Dengan cepat Aneke memasukkan kertas itu ke dalam saku celananya.
"Apa kau sudah siap pulang?" Ucap Patric seraya memperhatikan kondisi Aneke yang terlihat gugup.
Tiba-tiba Aneke merasa berkeringat dingin, telapak tangannya sedikit gemetar. Gugup melandanya. Aneke menatap, memperhatikan sosok pria yang yang sudah ada di depannnya itu. Melihat pembawaan Mr. Valdemar saat ini yang terlihat baik, siapa yang punya dendam pada dirinya?. Terlihat sikapnya yang sabar dan bisa mengendalikan diri. Perhatian pula pada istrinya.
Tiba-tiba muncul sesuatu perasaan rasa tertarik pada laki-laki yang ada di hadapannya ini tanpa disadarinya jantung Aneke berdebar cepat. Dia langsung menyentuh dadanya, merasakan jantungnya yang masih berdetak kencang.
Debaran jantung Aneke jadi tak menentu. Terlintas di fikirannya lagi. Apa dirinya akan siap menjadi istri pria itu? Bagaimana jika pria itu menyentuhnya? Dia masih virgin. Bagaimana ini ?.
Dikala Aneke bimbang dalam kebisuannya. Patric kembali berucap, "Apa kau tak mau pulang lagi ke rumah kita?". Patric yang dari tadi melihat tingkah Aneke yang memperhatikan dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan menjadi ragu untuk mengajak kembali Ashele pulang kerumahnya.
Aneke kembali tersadar dari lamunanannya. Menatap kembali Patric yang ternyata juga sedang menatapnya dengan tajam. Membuat jantung Aneke kembali berdetak kencang. Aneke segera mengalihkan tatapannya dengan berpura-pura memilin ujung kemejanya.
"Aku janji tak akan mengganggu kehidupan pribadimu lagi bersama pacarmu itu. Aku hanya ingin kau pulang demi Julie. Julie sangat merindukan momynya. Berhari-hari dia menanyakannmu. Apa kau tak ada rasa sayang kepada gadis kecil kita itu lagi?. Kalaupun kau sudah tak mencintaiku lagi, sehendaknya sayangilah gadis itu. Meski kalaupun kau membencinya karena aku, aku harap kau masih ada rasa peduli padanya. " Ucap Patric seraya menggenggam jemari Aneke. "Please, mari kita pulang. Demi Julie," pintanya memohon.
Tobe next continue,..
Happy Reading ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me Your Wife (NMYW)
RomanceTerbangun dari koma, mendapati dirinya dengan wajah yang telah berubah menjadi orang lain dan yang membuatnya terguncang saat dirinya diakui sebagai seorang istri Perdana Menteri. Terkejut lagi saat mendapati amplop bertuliskan "Masih Ingatkah Kau U...