Chapter - 11

4.5K 250 2
                                        

" Aku tak percaya kau bisa menghianatiku Camilla. Pernahkah kau berfikir bahwa hatiku ini merasa sakit," ucap seorang pria yang sedang berlutut dihadapan wanita dengan airmata yang terus mengalir.

"Maafkan aku Martin, karena desakan mom terpaksa aku menghianatimu. Maafkan aku yang selalu merepotkanmu. Dan hari ini aku meminta padamu dengan penuh harap. Rawatlah bayi yang aku kandung sekarang ini jika suatu hari aku tak ada disampingmu lagi. Cintailah dia seperti kau mencintaiku. Anggap dia darah dagingmu sendiri."

"Kau tak kan pernah meninggalkanku Camilla. Kumohon. Kau gugurkan saja bayi itu. Selamatkanlah nyawamu....., Kumohon."

***

Patric ingin langsung segera pulang ke rumah setelah perjalanannya tugas selama satu minggu yang melelahkan. Saat itu dengan sengaja dirinya langsung pergi karena sebenarnya ia sejak semula ingin menghindari Ashele. Kenapa dirinya bisa hampir menyentuh istrinya lagi?. Patric sendiri pun tak tahu. Pria itu selalu dihantui rasa rindu yang menggebu terhadap wanita itu. Patric saat ini mengakui dia bersembunyi dari perasaannya, tak ingin Ashele melukai egonya lagi.

Bohong jika ia menyangkal sudah tak mencintai wanita itu lagi. Dirinya merasa saat wanita itu masih berbaring di rumah sakit dan membuka mata untuknya, dia merasa jatuh cinta lagi. Hatinya tak bisa berbohong, meski dirinya sering menyakal tapi hati kecilnya mengakui bahwa masih ada secuil cinta untuk Ashele.

Seharusnya dirinya tak ikut terbawa suasana mengikuti arus gairahnya. Ia memaki pelan. Ditinjau dari segi manapun dirinya jadi kacau gara-gara wanita itu. Entah mengapa hatinya ingin terlibat lagi dengan Ashele.

Ditumpangkannya dahinya pada ambang jendela dan ditekannya keras-keras, seakan mencoba membenangkan kepalanya ke dalam kayu itu. Patric mengakuinya, hati kecilnya masih mencintai istrinya itu meski penghianatan yang dilakukan Ashele sering terjadi. Ashele benar-benar telah menancapkan kukunya pada Patric dan saat ini hanya istrinya itu yang ada di fikirannya.

Senyumnya. Suara desahannya. Matanya. Wangi rambutnya. Aroma tubuhnya, membuat Patric tak bisa lagi dengan mudah melenyapkan Ashele dari fikirannya.

Patric mengumpat dan meredakan gairahnya yang bangkit lagi. Tubuhnya langsung menanggapi kenangan malam itu. Ia tidak tahu bagaimana mungkin ia bisa terangsang lagi, tapi nyatanya memang begitu.

 Apapun yang sudah terjadi diantara mereka, tidak dapat dilanjutkan oleh Patric. Cepat atau lambat mereka berdua harus melanjutkan kehidupan mereka masing-masing. Akal sehat Patric mengatakan bahwa lebih cepat lebih baik, dirinya akan menceraikan Ashele.  

Patric memadang ke arah luar. Langit yang tadinya pucat kini berhiaskan sinar merah dan keemasan matahari. Fajar dipagi hari merupakan pemandangan yang indah, namun saat ini tidak mengurangi perasaan tidak enak Patric. Ia harus pulang hari ini. Dirinya rindu Julie dan dia ingat, dia juga masih mempunyai janji pada istrinya.  

Sambil menghembuskan nafas diam-diam dan pelan, Patric segera melangkahkan kakinya dengan mantap. Dirinya harus pulang sekarang. Dia akan sekuat tenaga menganggap kejadian yang di ruang kerjnya malam itu tak pernah ada. Dirinya akan memantapkan hatinya agar selalu cuek terhadap istrinya itu.

**

Aneke memandangi dirinya didepan cermin. Dia ternyata merasa pantas memakai gaun Ashele, ukuran tubuh wanita yang bernama Ashele itu tak jauh beda dengannya. Dipoleskannya lipstik berwarna nude ke bibirnya yang tipis. Make up sederhana yang menghiasi wajahnya membuatnya semakin berbeda di matanya. Wajahnya yang dulu telah hilang, tak terasa sebutir air mata menggenang di ujung bola matanya. Buru-buru Aneke menghapuskan dan dipaksakan bibirnya tersenyum. Kau harus kuat Aneke. Bisik hati kecilnya.

Pria itu memandangi Aneke dengan tatapan yang sangat tajam. Mata magnetnya menyipit mengamati sosok langsing yang terbalut gaun berwarna biru muda yang terkesan sopan tapi seksi, memperlihatkan lekuk tubuh indahnya. Kedua sudut mulutnya tertarik ke ujung dan segera merentakan tangannya berharap wanita itu menyambut pelukannya. Tapi yang dia dapat bahwa wanita itu langsung duduk membuatnya sangat kecewa.

" Apa kau telah lama menungguku Bent," ucap Aneke seraya duduk diseberang pria yang bernama Bent itu.

"Sayang, tak apa jika seumur hidupku aku rela menunggu untuk wanita secantik dirimu," rayu Bent seraya mengerlingkan matanya.

"Maaf aku tak bisa langsung menemui Bent, karena kau tahu sendiri pastinya, saat itu Paric...,"

Belum sempat melanjutkan ucapannya, Bent menutup bibir Aneke dengan telunjuknya dan membuat Aneke tersentak kaget. "Ya, jangan kau lanjutkan, aku telah mengetahuinya semuanya dari paman Martin."

"Senang rasanya kau mengerti akan situasinya." Ucap Aneke singkat.

Kesan pertama yang Aneke dapatkan, bahwa sikap Bent itu ramah, - sampai saat ini. Lalu Aneke memadang Bent dengan seksama, menelisik wajah pria itu. Bent tampan menurutnya, dengan kulit putih bersih dengan rambut pirang yang menghiasi kepalanya, dan hidung mancung lurus agak bengkok. Dilihat pertama kalinya aura pria itu tidak menyeramkan, malah menghangatkan.

"Hei." Bent melambaikan lambaikan tangannya ke depan Aneke. "Sudah puas kah sayang kau mengamatiku," lanjutnya seraya melempar senyuman.

Aneke tersentak dan malu, rona merah langsung menghiasi pipinya.

"Kau malam ini sangat cantik Ashele. Aku sangat senang kau mau menemuiku lagi setelah pertengakaran kita kemarin. Apa kau sudah memaafkaku?"

Aneke bergeming, sebelum Aneke menjawab pertanyaan Bent, seorang pelayan datang dan mengantarkan pesanan mereka, menata di atas meja.

"Aku sudah pesankan makananmu kesukaanmu tadi. Kita makan dulu saja."

Aneke hanya mengangguk. Malam itu, Aneke menghabiskan waktu bersama Bent. Ternyata Bent orang yang sangat menyenangkan baginya. Aneke berkomunikasi dengan sangat hati-hati, takut jika dirinya keceplosan berbicara, semua akan hancur sebelum misinya tercapai. Aneke juga kan mencoba dengan perlahan bersahabat dengan Bent. Jika Patric tak mau membantunya, Bent adalah jalan keluarnya.


___to be next continue__

Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang