Kata-kata Patric membuyarkan belitan sensualitas yang dirajut dan ada sekeliling Aneke itu langsung menusuk otaknya bagai sinar laser.
Ya, Patric membutuhkannya, menginginkannya, membutuhkan tubuh Ashele bukan dirinya sebagai Aneke. Patric hanya menginginkan tubuhnya - dan hanya itu. Dia hanya membutuhkan penyaluran hasratnya yang tidak bisa dibendung. Jika Aneke menurutinya, kebutuhan Patric akan terpenuhi, tapi Patric tidak mencintainya tapi mencintai Ashele, istrinya.
Meskipun Aneke sangat menginginkannya juga, namun wanita itu tidak dapat menerimanya. Tapi bagaimana dirinya dapat menolaknya sekarang? Gairahnya sudah tidak dapat disembunyikan lagi. Bisa dibilang Patric telah memeluknya dalam keadaan telanjang dan pasrah. Jari-jari ahli pria itu tengah membuka kancing-kancing kemejanya. Dia takkan percaya jika diberitahu bahwa Aneke mendadak sadar dan merasa bersalah. Satu-satunya jalan adalah berpura-pura marah. Itu akan dipercayainya.
Dan Aneke memang benar-benar marah. Dia membenci dirinya sendiri karena tidak bisa menerima pria itu ketika tubuhnya mendambakannya. Ini tidak boleh terjadi, otaknya berontak. Dia hanya ingin bercinta dan menyerahkan keperawanannya pada orang yang mencintainya dan di tempat yang pas pula – seperti di ranjang yang empuk bukan di sofa yang sempit. Akhirnya Aneke kembali pada otaknya yang sudah mulai berfikir jernih.
"Patric, Patric," Aneke berkata dengan susah payah dan mengerahkan tenaganya yang masih tersisa untuk mendorong pria itu. Berontak dari dekapan pria itu. " Tidak."
Bola Mata Patric bercahaya karena gairah, dan dia butuh waktu sesaat untuk menjernihkan pikiran dan menyadari bahwa Aneke melarangnya mengakhiri siksaan fisik ini. "Ada apa?" tanyanya, masih terpana dengan penolakan tak terduga wanita itu.
Aneke mengancingkan kemejanya dengan tangan gemetar ketika menjauh dari pria itu dan memungguginya. "Aku tak bisa, tidak mau tidur denganmu lagi. Ini suatu kesalahan." Katanya tak jelas.
"Sedikitpun aku tak percaya," ucap Patric seraya menyerbu wanita itu. Aneke menghindar dan mengangkat kedua tangannya sehingga pria itu berhenti.
"Jangan sentuh aku lagi. Aku tidak main-main," ucap Aneke terbata-bata.
Bola mata Patric mengilat bagai es hijau. Dia mengerti sekarang. "Dan aku juga tidak main-main," geramnya. "Kita masih saling menginginkan. Aku bisa melihat dan merasakan bahwa hasrat gairahmu lebih besar dari pertama kali aku menyentuhmu."
"Aku tidak," bantah Aneke sengit.
"Tubuhmu bilang sebaliknya Ashele," ucap Patric dengan ketenangan menakjubkan. "Aku bisa merasakan betapa kau kau sangat menginginkan aku, kau merindukan belaian tanganku. Tanganku ini telah membuatmu mendidih, dan mulutku bisa berbuat lebih dari itu."
"Tidak,.." Aneke setengah berlari meninggalkan ruangan Patric.
"Sial, Ashele menolakku lagi, egoku terluka," umpat Patric seraya menyusurkan jarinya ke rambut hitam pekatnya.
Berani-beraninya dia berbicara seperti itu padaku !!! pikir Aneke berulang kali setelah sampai ke kamarnya dan langsung mengunci pintunya.
Dia mengira kemarahannya akibat ucapan Patric tentang ketertarikannya fisik pada pria itu akan berkurang setelah tidur semalaman, namun ternyata saat dirinya bangun, amarahnya malah semakin bertambah. Yah dirinya akan memantapkan hatinya bahwa pesona kejantanan Patric tidak akan mudah meluluhkan hatinya.
Ada saat-saat sepi, berjam-jam dalam hari itu, ketika Aneke mampu berfikir jernih lagi dari dilanda gelombang nafsu saat bersama Patric yang tak tertahankan. Yah sebenarnya Aneke sudah merasa mulai menyukai Patric, hatinya mendamba akan kedekatan pria itu terhadapnya. Apa benih-benih cinta mulai timbul untuk Patric? Aneke sendiri tak tahu akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me Your Wife (NMYW)
RomansaTerbangun dari koma, mendapati dirinya dengan wajah yang telah berubah menjadi orang lain dan yang membuatnya terguncang saat dirinya diakui sebagai seorang istri Perdana Menteri. Terkejut lagi saat mendapati amplop bertuliskan "Masih Ingatkah Kau U...