Chapter - 15

4.5K 252 1
                                    

Akhirnya Wolly sempat update ini cerita, setelah sekian lama menghilang. Baru nonggol lagi di watty

komen, saran, kritik ditunggu ya,...

Jangan lupa klik bintang agar Wolly semangat update rutin,...

Cusss aahh,..

Happy reading ^^

-------------------------------------------------------------------------



Keheningan meliputi seluruh penjuru ruangan yang luas itu, bahkan para pemain musik yang berada di panggung pun terenyak. Di bawah gemerlap lampu gantung kristal, semua orang menoleh, memandang Aneke dengan wajah terkejut dan tertegun. Hal itu membuat bulu tengkuknya menegak. Apa yang terjadi ? Mengapa semua orang memandangku seakan aku adalah santapan makanan yang sangat menggiurkan bagi mereka?

Dengan kesadaran diri, Aneke bergerak melangkah perlahan, berniat mendekati Patric. "Permisi" ucapnya kepada semua orang yang dilewatinya. Semua mata masih tertuju ke arahnya. Karena hanya Aneke yang bergerak di dalam ruangan besar itu, Patric mengalihkan pandangannya ke arah Aneke. Pria itu memandangi Aneke dan menunggu. Mata magnetnya langsung menyipit mengamati sosok langsing yang wajahnya kali ini nampaklah semurni lukisan Monalisa. Make up yang ditampilkannya membuat seluruh orang yang memandanginya jadi terpana.

Dalam pesta itu, tubuh Aneke dibalut gaun sutra warna emas yang berayum dengan anggunnya dimata kakinya. Kalung mutiara melingkar dilehernya yang jenjang; dan dengan rambut yang digelung keatas dan beberapa helai berjuntai manis diwajahnya. Wanita itu bagaikan mimpi, fatamorgana, selembut dan serapuh nafas surgawi. Nampak sepolos perawan, bercahaya diantara semua orang dalam ruangan itu, murni dan tak tersentuh. Bagi para pria yang memandanginya merupakan suatu tantangan yang tak tertahankan.

Sambil terus berjalan, Aneke mengangguk penuh wibawa ke arah pemain musik, dan dengan patuh musik mulai mengalun, ragu-ragu mulanya tetapi kemudian terdengar semakin mantap. Begitu Aneke sampai di hadapan pria itu, Patric langsung meraih jemari Aneke, dan mencondongkan tubuhnya seraya berbisik. "Malam ini kau membuat semua orang terpana akan kecantikannmu. Aku jadi cemburu karena sekarang semua orang bisa melihat kemolekan tubuhmu." Gumam Patric lirih

"Kau menyanjung atau menyindirku Patric?" Aneke merasa kesal tiba-tiba. Alis Patric itu naik perlahan, memperlihatkan sepasang mata biru yang tampak semakin menarik dalam jarak dekat itu. Menatap terus kedalam mata Patric, Aneke tidak sadar mereka berdua hanya berdiri disana, sementara itu tangan pria itu masih menggenggam tangannya hingga akhirnya pria itu memeluk dan mulai membawa Aneke berdansa. Ujung-ujung gaun Aneke melilit kaki-kaki jenjang pria itu sementara keduanya terus bergerak anggun.

Mulanya Patric hanya merengkuh pinggang Aneke dan membawanya berputar-putar begitu cepat di lantai dansa sehingga kaki-kaki Aneke seakan tak menyentuh lantai. Tidak ada yang berdansa selain mereka berdua, dan Aneke memandang beberapa orang, tatapannnya yang tenang menyampaikan perintah lembut yang kemudian dipatuhi tanpa ada keraguan. Perlahan-lahan semakin banyak orang bergabung dengan mereka berdua dilantai dansa dan dengan setianya Patric masih memandang Aneke.

Aneke bisa merasakan kekuatan tangan yang merengkuh pinggangnya, dan perlahan jemari-jemari pria itu bergerak dan menekan pinggangnya, meskipun gerakan itu lembut, Aneke tidak mungkin mengabaikannya begitu saja. Aneke mendapati dirinya semakin rapat dengan tubuh pria itu, payudaranya menggesek dada Patric dengan perlahan, hal itu membuatnya mendadak merasa gerah, panas tubuh pria itu menyelimuti tubuhnya.

Langkah-langkah kaki anggun dan sederhana Patric  seolah-olah terasa begitu susah untuk diikuti dan Aneke memaksa dirinya memusatkan kosentrasi pada langkah-langkah kakinya sendiri supaya tidak menginjak kaki pria itu. Ketegangan yang menggetarkan mencengkeram perutnya dan tangan Aneke mulai gemetar dalam genggaman Patric. Pria itu meremas jemari Aneke dengan hangat dan berbisik ditelinganya. "Kau terlihat kaku Ashele, apa kau lupa caranya berdansa?"

Suara Patric terdengar lembut dan dalam, tidak ada siratnya mengejek, tapi lebih ke perhatian. Aneke memandang Patric dengan tatapan angkuhnya. "Aku hanya merasa gaunku sangat sesak saat ini, sepertinya kekecilan." Kata Aneke sambil menelan ludahnya seakan sulit sekali mengutarakan bahwa ini adalah pertama kalinya dirinya berdansa.

"Kenapa masih kau pakai gaun sialan ini. Emmm,..?" Kata Patric masih dalam tatapan tajamnya ke wajah Aneke. Aneke merasa benar-benar dicengkeram tatapan pria itu, tatapan yang menyelidik, mempertanyakan, berharap dan keingin tahunya. Aneke menggangkat dagunya tinggi-tnggi dan membalas tatapan pria itu. 

Aneke berkata tenang, "Karena aku suka model dan warnanya. Terlihat bercahaya jika aku memakainya," dan Aneke sangat bangga karena suaranya terdengar mantap.

"O ya?" Suara Patric terdengar lebih lembut dan dalam daripada sebelumnya, lebih intim. "Kalau begitu, berarti kau pasti mengerti apa yang aku pikirkan sekarang?" Patric menyeringai, menarik kedua ujung mulutnya membentuk seringai.

"Jujur aku ingin sekali melucuti gaun sialan ini dan memandangi apa yang ada dibaliknya? Apa masih selembut dan seindah dulu?" bisik Patric dengan suran seraknya, yang membuktikan pria itu saat ini sedang menahan gairahnya. 

Seraya bicara demikian, Patric semakin erat merengkuh pinggang Aneke, dan Aneke merasakan bukti gairah Patric yang telah menegang. Gerakan patric tidaklah kuat, tetatpi cukup kuat sehingga Aneke bisa merasakan gerakan otot paha pria itu ketika bergerak.

Jemari Aneke terkepal resah dipunggung Patric, berjuang sekuat tenaga melawan keinginannya sendiri untuk menyelipkan jemari ke balik kerah kemeja pria itu dan menyentuh kulitnya langsung – untuk melihat apakah jari-jarinya akan terbakar karena sentuhan itu. Terguncang dengan pikirannya sendiri, Aneke memusatkan pandangan pada jahitan bahu jas pria itu dan berusaha tidak memikirkan tangan yang kuat yang saat itu masih menggenggam jarinya, - tidak memikirkan tangan yang dengan lembut menyentuh pinggangnya. Begitu ringan, -tapi seandainya Aneke bergerak menjauh, tangan itu pasti akan mencegahnya.

"Bahumu tampak sehalus satin," gumam Patric parau dan sebelum Aneke bisa menduga maksudnya, pria itu menundukkan kepala dan menyentuhkan bibirnya yang hangat dan keras dilekuk bahu Aneke yang telanjang.

Merasa hampir gila karena sentuhan itu, tubuh Aneke bergetar halus, dan matanya terpejam perlahan. Segala sentuhan yang Patric berikan benar-benar mempengaruhi akal sehatnya. Aneke bahakan tidak bisa mengontrol pikirannya, yang terus melompat liar ke arah topik-topik pembicaraan yang lebih intim dan berbahaya.

"Hentikan!" Desis Aneke, menggertak lirih disela-sela giginya pada pria itu sekaligus pada diri dirinya sendiri. Tapi tidak ada nada memerintah dalam suaranya, suaranya malah terdengar lembut dan bergetar. Kulit Aneke terasa terbakar, tetapi getaran sensual yang dingin terus terasa menggoda dan menggelitik tulang punggungnya.

"Kenapa?" Tanya Patric seraya bibirnya bergulir lembut dari bahu Aneke menuju lekukan dalam dibawah telinga wanita itu.


Next to be continue,...

Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang