Chapter - 22

4.3K 240 13
                                    

Happy New Year 2019....

Berkah utk semua, semoga murah rezeki, sehat selalu..Amin  

Semoga masih ada yang nunggu update an cerita ini. Amin

Utk yang memberikan bintang dan komen nya Wolly ucapin thank you ^^

Sorry Wolly baru sempat nongol lagi di watty ^^....

Happy reading ^^..


***

Kedua tangan Aneke mencengkeram diatas meja rias begitu erat sehingga buku-buku jarinya memutih. Dieratkannya jubah mandinya dengan kencang. Meski sudah mandi, Aneke masih bisa merasakan aroma tubuh Patric ditubuhnya sendiri. Aroma tubuh itu entah mengapa sekarang menjadi familier diindra penciumannya.

Ketika selesai berdandan ala kadarnya Aneke merasa dirinya lemah lagi. Menjengkelkan bahwa tubuhnya sudah sangat lelah hanya dengan mengeluarkan tenaga sedikit saja. Dirinya sudah tak mempunyai harapan. Bisik hatinya berkata.

Aneke menyadari ia benar-benar tak bisa menikmati waktunya di negara yang jauh dari tanah kelahirannya itu. Sangat menyesal kenapa tidak sedari dulu dirinya mengungkapkan siapa jati dirinya dihadapan Patric. Nasi telah menjadi bubur. Dan di Indonesia adalah tempatnya seharusnya berada. Ia sangat merindukan negaranya itu.

Aneke duduk di ranjang seraya memejamkan matanya ketika hasratnya mulai tergugah lagi, membuat bagian bawah tubuhnya terasa kencang dan berat, juga kosong-begitu menyakitkan. Sensasi menggoda tiba-tiba mulai merambat melintasi payudaranya, menuruni perutnya, dan bersarang rendah. Aneke merasakan ketegangan lagi diantara kedua kakinya. Dia membuang nafas beratnya dengan kasar. 

Aneke mendengus kesal. Kenapa saat ini tubuhnya mulai beraksi dengan sendirinya saat dirinya hanya mengingat Patric sekelebat. Dia mengetuk-ngetuk kepalanya dengan tangannya agar bisa berfikir jernih lagi.

Gemuruh badai terdengar datang dari arah timur mengagetkan Aneke. Angin yang bertiup sekilas mulai terasa dingin dikulitnya, tetapi Aneke tetap duduk disana hingga titik-titik air hujan mulai membasahi bumi dengan aroma tanah yang sangat khas.

Tepat pada saat Aneke menutup jendela kamarnya, kilatan petir menggelagar membuat nya menjerit ketakutan. Saat itu pula pintu kamarnya terbuka dan ia melihat Julie berlari kearahnya. Dengan sopan babysitter Julie izin segera meninggalkan bocah itu bersama Aneke.

"Mommy, Julie takut. Bolehkah hari ini Julie tidur dengan momy?". Pinta gadis itu seraya menampilkan puppy eyesnya. Melihat kedalam mata bocah itu yang benar-benar ketakutan membuat Aneke jadi terenyuh.

Aneke langsung memeluk tubuh gadis itu dan mengangkatnya ke ranjang. Seraya menciumi gadis itu dan menyibak helai-helai rambut yang menutupi wajah manisnya.

"Hari ini Julie boleh tidur dengan Momy. Momy akan peluk Julie sampai pagi. Sekarang pejamkan matanya sayang, saatnya tidur."

Aneke memeluk erat tubuh mungil bocah itu seraya menepuk-nepuk pelan pantatnya. Menina bobok bocah itu dengan sabar. Ia merasa seakan ini terakhirnya memeluk bocah itu. Dalam diam, dia menangis lagi. Seakan air matanya tak habis untuk dikeluarkan. Isakannya terdengar sangat pelan agar Julie tak terganggu.

Dari seberang pintu yang sedikit terbuka, terlihat seseorang sedari tadi berdiri memperhatikan interaksi Aneke dengan Julie. Terlihat wanita itu sangat tulus menyanyangi anak kecil itu. Sanggup kah dirinya menghukum wanita itu?. Tak terlihat sikap dan tindak tanduk tercermin dari wanita itu untuk melakukan suatu kejahatan.

Dengan perlahan ditutupnya pintu kamar Aneke. Hatinya mulai gundah lagi. Lima belas kemudian ia kembali ke kamarnya. Pesta telah berakhir tanpa kehadirannya. 

Masih terbayang dibenak dan fikirannya. Saat dirinya memeluk erat tubuh telanjang Aneke saat pelepasannya, mengelus kulitnya yang halus, mencium bibirnya yang lembut, rasa manis dibibirnya masih sangat berasa sampai saat ini. Dan tanpa ia sadari sendiri ujung telunjuk jarinya meraba permukaan bibirnya sendiri. "Shit," umpatnya.

Mungkin Aneke telah memicu perubahan terhadap dirinya. Terbukti ia menyukai apa yang ditampilkan dan diekspesikan wanita itu saat mereka bercinta. Ia menyukai saat wanita itu membacakan dongeng untuk Julie. Ia juga menyukai rasa lengan Aneke disekeliling pinggangnya saat ia memeluk wanita itu. Ia tak tahu mengapa hatinya sangat menyukai semua apa yang ada dalam diri wanita itu.

Mencoba dengan menggerakkan kepalanya mengenyahkan fikirannya tentang Aneke dan dipaksakan matanya agar terpejam. Waktu berlalu, lelahnya batin, fikiran dan fisik menderanya segera membuatnya terlelap.

**

Bau kurang sedap menghantui penciuman Aneke. Dirinya merasa sangat tidak nyaman dalam tidurnya. Direnggangkannya tubuhnya perlahan dan dirabanya bagian samping, tak ada apa-apa. Kelopak matanya langsung sontak terbelalak secepat kilat.

Ia menopang tubuhnya dengan siku dan dengan cepat memandang berkeliling kamar yang remang dan tempak sempit itu. Pertama yang dilihatnya adalah atap dengan dinding yang berwarna hitam. Aneke bangun dan menatap dengan teliti sekeliling ruangan yang sekarang ditempatinya. Ini bukan kamarnya. 

Rasa pusing tiba-tiba mulai menyergapnya. Ia memejamkan matanya dan berusaha menghentikan pusingnya. Ia menarik napas dalam tiga kali dan perlahan-lahan membuka matanya lagi. Dengan berkosentrasi, ia mulai mampu memusatkan penglihatannya lagi.

Oh Tuhan dimana kah Julie?. Terakhir dia merasa saat tidur malamnya dirinya memeluk Julie dan sekarang dirinya terbangun sendirian di ruangan terpencil ini. Entahlah ini hari sudah siang atau masih malam. Ia tak bisa melihat karena ruangan ini tak mempunyai jendela.

Perlahan dilangkahkan kakinya menuju pintu ruangan. Pintu itu terkunci. Dipaksakannya lagi dengan mencoba mendorong daun pintu itu, tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya setelah beberapa kali dipaksakan untuk menggedor pintu dan berteriak minta tolong dan takda sahutan dari luar sana, Aneke menyerah. Luruh merosot ke ubin dengan lelah.

Aneke duduk berselonjor dibalik pintu itu. Ditatapnya sekali lagi dengan seksama ruangan itu, terlihat hanya ada lampu kecil di nakas meja samping tempat tidur yang berukuran kecil. Ketakutan mulai menyergapnya. Dirinya mulai menggigil. 

Aneke terdiam dan termenung. Saat terakhir Aneke melihat Julie dan Patric berkelebat dipikirannya lagi. Hal itu membuatnya jadi resah, dan ia berjengit. Kenangannya bersama dua sosok manusia yang telah mengambil hatinya itu kembali menyeruak. Ia menyanyangi keduanya dan saat ini rasa itu malah menimbulkan sakit didadanya.

Air mata mulai merebak dibola matanya. Dia menyandarkan badannya didaun pintu seraya menutup wajahnya. Dia terjebak. Aneke sendirian. Tak ada seorang pun yang dapat membantunya sekarang. Dia hanya bisa pasrah. Takdir hidupnya membuatnya saat ini hanya bisa menyerah.

Tangan Aneke melayang kerambutnya, dan menyingkirkan rambut itu dari wajahnya. Rasa pusing tiba-tiba mendera Aneke lagi, tetapi ia berusaha melawan. Saat ini satu-satunya hal yang bisa dirasakan dan dipahami Aneke adalah ia terlalu letih dan lelah untuk melawan fikiran-fikiran negatif yang mulai berkecambuk dalam otaknya.

Kesedihan menyayat hati Aneke. Ia menarik nafas dalam dan mencoba menolak membiarkan kemurungan menguasai dirinya. Ia memandang tempat makanan yang tergelatak diatas nakas. Matanya tertuju kesitu, kenapa tadi ia tak melihat wadah makanan itu?.

Berjalan perlahan menuju nakas itu dengan tenaga yang dipaksakan akhirnya Aneke bisa melihat isi tempat makanan itu. Aneke menatap roti panggang, mentega, selai, dan jus jeruk yang bahkan tak membuatnya berselera untuk memakannya. Selera makannya hilang seketika saat kegelapan mulai menyergapnya lagi.


to be next continue...

Saran, Kritik, Komen dan bintang ditunggu selalu ^^...


Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang