Chapter - 8

4.8K 301 1
                                    

Sudah dua bulan berlalu dari insiden yang menimpa Patric berlalu. Kondisi Patric sudah dinyatakan sehat oleh tim dokter ahli. Makanan yang disajikan ternyata tidaklah beracun tapi racun ternyata ditemukan pada sisi gelas yang Patric minum. Saat ini mansion Patric penjagaannya lebih diperketat dari sebelumnya.

Penyelidikan oleh para ahli detektif saat ini masih berlangsung dan sampai saat ini belum adanya titik temu siapa yang menjadi tersangka. Semua maid diperiksa dengan disertai berbagai pertanyaan, tapi belum ada satu maid pun yang merasa dicurigai oleh detektif senior. Akhirnaya semua maid dipecat kecuali kepala maid karena Patric tidak menghendaki kepala pelayan kesayangannya dari kecil itu meninggalkan Julie, putrinya sudah terlanjur sayang, dan menganggapnya sebagai ibu kedua bagi Julie.

Patric memutarkan kursi kerjanya. Melangkahkan kakinya perlahan menghadap jendela dengan kedua tangannya berada di saku celananya. Tatapannya terarah pada taman bermain yang diperuntukan khusus untuk putri semata wayangnya, Julie.

Akhir-akhir ini Patric merasa mengacuhkan keluarga kecilnya. Sejak masa perawatannya, dia hanya bisa berbaring dan selain para perawat yang merawatnya ada Ashele yang juga begitu terlihat perhatian terhadapnya. Ada apa dengan istrinya itu? Fikirnya. Tak biasanya istrinya itu dengan sabar perhatian, menemani dan juga mengunjunginya saat dirinya sakit.

Ashele yang dikenal Patric saat ini benar-benar bukan Ashele yang dulu. Dilangkakhkan kakinya menuju taman bermain itu dengan tegap. Seulas senyum nampak disudut bibirnya saat terlihat putrinya berlari ke arahnya.

"Dady."

Aneke menatap haru antara ayah dan anak itu. Terlihat pelukan hangat yang Patric berikan pada buah hatinya. Hati Aneke benar-benar lega saat tim dokter mengatakan bahwa Patric mengalami kesembuhan yang cepat karena kondisi staminya nya bagus. Dirinya merasa lega karena hanya Patric lah dia akan mulai percayainya untuk bisa pulang ke Indonesia lagi. Yang dilakukan saat ini adalah mencoba berbuat baik dan mulai bersahabat dengan Patric.

Aneke tersenyum sendiri saat melihat keakraban antara Julie dan Patric. Terlihat pria itu dengan cepat berubah lembut pada putrinya. Sisi kegelpan yang selalu diperlihatkan pada orang lain tiba-tiba sirna saat bersama putrinya itu.

**

Hari itu penuh kebahagiaan saat Aneke dan Julie membuat kue kering bersama didapur. Celoteh riang dan tangan mungil Julie yang berkelepotan penuh tepung dan cokelat itu memenuhi seisi ruangan dapur. Tawa riang keduanya sampai  terdengar hingga para maid baru nampak senang melihatnya. Julie beralasan akan membuat kue kering khusus untuk dadynya dan Aneke hanya membantu mengintruksi dan membuat adonan yang pas pada bahan-bahan kue apa yang perlu disiapkan sebelum ditaruh di microwave.

Dengan cekikikan khas suara gadis kecil, Julie selalu mencium pipi Aneke , mengerjainya dengan tangan yang penuh cokelat, menyentuh pipi Aneke dan akhirnya kedua pipi Aneke penuh dengan cokelat dan tepung akibat tindakan Julie itu. 

Acara membuat kue itu berakhir disore hari dengan hasil yang sangat memuaskan setelah beberapa kali mendapatkan hasil kue yang gosong. 

Dalam beberapa menit kemudian Aneke sudah memandikan Julie dan menidurkannya di kamarnya. Aneke merasa dia pantas berendam air hangat dengan wewangian sabun berlama-lama di bath-up mewah untuk melepaskan penatnya.

Ada suasana sensual dan memikat pada kamar mandi itu. Lantai dan dinding marmernya berwarna silver keemasan bersih mengkilat, sangat kontras dengan tubnya yang hitam pekat segelap malam. Bak air dan pancurannya terbuat dari material yang sama dan pintu pancurannya dari kaca yang bening, tidak buram seperti yang biasa dilihatnya.

Aneke baru benar-benar memperhatikan ruangan kamar mandi kamarnya saat ini. Setiap kali mandi dia merasa tergelitik karena bisa melihat bayangannya di cermin-cermin yang berjajar didinding seberang.

Ketika membenamkan diri dalam air tub yang sudah mengepul-ngepul dan berbusa, dia kembali mengagumi ukurannya. Ternyata pas sekali untuk ukuran tubuhnya. Aneke menyelonjorkan tubuh dan menikmati kehangatannya yang menetramkan jiwa dan fikirannya.

Selesai berendam, Aneke keramas dan membelitkan handuk bagai sorban dikepalanya. Keluar kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk pada tubuhnya. Merasa tak ada apa-apa, Aneke bersenandung kecil dan saat akan membuka handuknya suara itu mebuat jantungnya serasa melompat ketenggorokan dan dia nyaris saja menjerit saat lampu tiba-tiba dinyalakan.

"Sebaiknya kau berhati-hati, kalau tidak kau takkan punya rahasia lagi dariku," geram Patric.

Aneke ingin percaya bahwa jantungnya berdetam-detam dan kaki serta tangannya lemas karena perasaan takut. Penyebab lain adalah lebih kuat dan pengaruh keberadaan Patric yang berada di kamarnya. Berdua dengan suasana keintiman yang menyelimuti.

Kaki pria itu terulur di depannya, sementara dia duduk santai di sofa. Lalu Patric perlahan bangkit dari sofa, pelan, malas tidak bergagas. Pria itu masih memakai setelan baju kerjanya, meski jasnya sudah takda, terlihat kemeja biru bergaris-garis yang hanya digulung sampai siku tangannya dan kancing kemeja yang bagian atasnya sudah terbuka beberapa menampilkan bulu dada pria itu dan hal itu membuat Aneke menelan ludahnya perlahan diam mematung tanpa suara.

Pria itu maju bagai harimau yang siap menerkam dan berhenti beberapa centimeter dari Aneke. Kedekatannya mendebarkan jantung. Tak sadar Aneke menarik nafas dalam-dalam dan ketika dia menghembuskannya, handuk yang melilit tubuhnya sedikit turun.

Aneke tersadar, dia jengkel terhadap Patric yang tiba-tiba masuk ke kamarnya tanpa permisi terlebih dahulu. Privasinya jadi terganggu. "Kau, kenapa bisa masuk? Tak sopan kau tak mengetuk pintu terlebih dahulu jika masuk ke kamar orang lain?" ujar Aneke seraya membetulkan handuknya dan menaikkannya, mengeratkannya pada tubuhnya.

"Wah, aku harus bagaimana ya?" ujar Patric sambil menggarukkan-garuk kepala belakangnya yang sebenarnya tak gatal. 

"Kau isteriku, haruskah aku mengetuk pintu terlebih dahulu dan, " ucapnya sambil melirik ke bagian pintu "Kau lupa mengunci pintu kamarmu," lanjutnya dengan geli dan tersenyum jail terhadap Aneke.

"Maaf kalau membuatmu ketakutan. Jujur tadi aku tak bermaksud menakutimu." Lanjutnya.

Aneke terpesona mendengar nada maaf dalam suara pria itu. Nafas harum pria itu berhembus ke wajahnya, seolah-olah memberinya oksigen. Ketika ia merasakan sesuatu, ternyata jemari Patric sudah menyentuh lembut pipinya. Tiba-tiba dengan cepat api gairah yang Aneke rasakan sejak tadi yang membakarnya itu langsung padam. Kemarahannya mengalahkan nafsu.

Aneke tersentak dan dia cepat-cepat mundur dan mendesis, "Kau,.. biasakah keluar dari kamar ini?"

"Ya aku akan melakukannya. Saat tadi kau tak ada lebih baik aku menunggu, karena kau sedang mandi dan siapa tau aku mendapatkan pemandangan yang menggiurkan," ucap Patric sambil mengerlingkan matanya.

Aneke tak memedulikan kata-kata pria itu dan kembali bertanya, "Bagaimana kau tahu aku sedang mandi?" Pertanyaan konyol itu terlontar dari mulut Aneke dan dia menyesalinya.

Patric mengangkat salah satu alisnya dengan penuh arti. "Nah, menurutmu sendiri bagaimana?" Dia beratnya dengan mata berkilat geli. Aneke terkesiap dan merah padam. "Aku mendengar suara air mengalir saat masuk ke kamarmu." Lanjut Patric berkata santai.

Reaksi Aneke persis seperti yang diduga Patric. Wanita itu menghentakan kakinya dengan marah, raut mukanya memerah, dan Patric tertawa kecil ketika Aneke berteriak tertahan.

-- to be next continue --


Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang