Chapter - 13

4.3K 260 5
                                    

"Apa kau sekarangbahagia Ashele ? Aku melihatmu akhir-akhir tampak berbeda, entahlah. Sejak kecelakaan yang hampir merenggut nyawamu itu aku merasa kau sungguh berbeda. Semua mengenaimu sungguhlah berbeda. Bukan seperti Ashele yang aku kenal dulu." Patric menatap tajam ke arah Aneke saat mengatakan hal tersebut.

Dirinya terlihat sedikit mabuk dengan mata yang sudah memerah dan bau nafas yang berbau alkohol.

Aneke bergeming. Dirinya baru tahu selama ini ternyata Patric memperhatikan gerak geriknya. Dia akan segera memberitahu Patric siapa sebenarnya dirinya daripada pria itu tahu akan identitas asli dirinya dari orang lain.

"Sudah cukup Patric, malam ini kau terlalu banyak minum. Kau sudah mulai lepas kontrol," kata Aneke, mendekatkan dirinya pada Patric seraya merebut gelas yang ada ditangan Patric yang sudah berada diujung bibir Pria itu. Namun secepat kilat Patric melempar gelas itu ke sembarang tempat dan langsung merengkuh tubuh Aneke yang sudah condong ke arahnya.

Patric menghirup aroma tubuh Aneke kuat-kuat melalui rongga hidungnya. Digerakkan kepalanya kiri kanan, mengendus permukaan kulit telanjang Aneke dan bibirnya langsung menyentuh permukaan kulit leher Aneke. "Kau harum. Aromanya seperti tak biasanya."

"Aku....mmmh...." Aneke tak mampu berkata apa-apa. Didepannya saat ini Patric dalam pengaruh alkohol. Dirinya merasa was-was jika Patrick akan bertingkah lebih terhadapnya. Ia menelan ludah dan mencoba berkata lagi. "Aku sudah mengganti parfum yang biasa aku pakai Patric."

"Eeemmm. Tak perlu panik. Baunya enak kok. Wanginya selalu ingin aku hirup. Aku menyukainya dan akan mencoba  menyukai apapun yang membuatmu bisa merasa nyaman dan bahagia saat berada di dekatku."

Kata-kata pria itu atau kedekatan tubuhnya? Membuat seluruh tubuh Aneke tiba-tiba dialiri sensasi aneh. Sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan gemetar dirinya perlahan mendongak dan langsung matanya bertatapan mata dengan Patric.

"Aku sudah mulai mengantuk. Mau kah kau melepaskan pelukanmu yang super erat ini?" pintanya. Aneke sudah merasakan efek wine yang diminumnya tadi. Perasaan nyaman saat berada dipelukan pria itu membuatnya tak jelas-jelas tegas saat mengatakannya tadi. Tubuhnya lebih pasrah dan malah mendamba, menginginkan lebih dari hanya sekedar pelukan dari pria itu.

Aneke dengan berani menatap Patric lagi. Patric tidak melepaskan pelukannya malah mengeratkannya seraya memandangi rambut Aneke dari jarak lebih dekat. "Rambutmu terlihat lebih hitam gelap. Apa kau mengecatnya Ashele?" Patric meletakkan tangannya di puncak kepala Aneke dan dielusnya rambut yang berkilauan itu saat terkena cahaya bohlam lampu kamar.

Cahaya lampu menampilkan raut wajah Patric dengan sangat jelas. Bagaimana sorot mata tajamnya saat menatap, mengamati wajah Aneke. Lalu bola mata itu bergerak menatap berhenti dimulut Aneke. 

Dengan perlahan jemari Patric mencari gelas yang masih berisikan wine dan mencelupkan telunjuknya kedalam gelas itu lalu disapukannya cairan keemasan itu ke bibir Aneke, bergerak dengan perlahan ke bibir atas lalu bibir bawah wanita itu. Karena tekanan lembut jarinya, bibir Aneke perlahan membuka.

Patric menunduk dan langsung mencium bibir wanita itu saat sudah terbuka, menyesap wine yang menempel disitu, kemudian melumatnya dalam ciuman menggetarkan yang menyebabkan Aneke lemas dan terengah-engah. Aneke benar-benar sudah lupa, harusnya dirinya bisa mengontrol kendali atas tubuhnya. Seperti dengan tegas berontak melepaskan diri dari kukuhan rengkuhan pria itu bukan malah menerima ciuman dan membalasnya.

"Kau memang lebih enak daripada wine, dan seribu kali lebih memabukkan," desah Patric ketika akhirnya melepaskan pelukannya.

Rona merah menjalar dipipi Aneke, dirinya merasa malu, dia akan mengira kalau Patric akan melakukan hal lebih dari sekedar hanya ciuman tapi ternyata pria malah melepaskan pelukannya. 

Wanita itu mengira Patric akan menyuruhnya segera masuk kamar ternyata pria itu malah telentang di sofa, berbaring lurus dan meletakkan kepalanya dipangkuan Aneke. Diangkatnya tangan Aneke dan diciumnya telapak tangannya dengan mesra, dan ditekankannya pada perutnya lalu ditutupinya dengan telapak tangannya sendiri.

"Ini pasti surga," kata Patric sambil mendongak memandang Aneke. "Pemandangan disini tak boleh dilewatkan." Matanya berkilat ketika menatap payudara Aneke yang menonjol dibalik piyama bertali. Dirinya tertawa pelan saat melihat muka Aneke merah padam. Lalu dia menarik nafas dalam-dalam, puas. "Aku suka sekali tempat ini. Apakah kau juga suka Ashele? " Aneke terkejut saat mendengar suara Patric yang mendadak serius.

Aneke menjawabnya hanya dengan anggukan. "Tempat yang sangat dekat dengan negaraku" bisiknya dalam hati.

Tanpa sadar, Aneke membelai rambut Patric yang kecoklatan. Rasanya seperti wajar sekali kepala Patric berbaring dipangkuannya dan mereka berdua menikmati suasana tenang itu.

"Aku pernah ke sini sebelumnya, bersama mom. Mengajakku berkeliling kota. Saat berusia sekitar dua belas tahun. Setelah itu mom tiba-tiba menghilang dan ditemukan tewas setelahnya. Aku merasa berduka saat itu. Bagai seorang bocah yang kehilangan induknya. Aku menghancurkan segala apapun yang ada didekatku. Hampir dua tahun aku masih menangisi kepergian mom. Tahu kau Ashele kenapa sewaktu aku berkenalan denganmu, aku selalu mendamba dan menyanyangimu?"Patric menggerakkan kepalanya untuk mendongak memandang Aneke dan tekanan di paha Aneke menimbulkan sensasi yang menyenangkan.

Aneke menatap mata Patric yang mendongak padanya, kesedihan terpancar dibola matanya itu. Hatinya berdesir saat menatapnya.

"Aku sangat menyayangimu seperti aku menyayangi mom." Saat mengatakannya Patric langsung menatap Aneke. 

"Saat dimana masa-masa aku masih terpuruk dan dad malah tak menghiraukan aku. Tak memberiku kasih sayangnya padaku. Lima tahun setelah kepergian mom aku langsung hidup bersama nenekku.Hanya neneklah yang membuatku jadi sukses seperti ini." Lanjutnya. Patric diam sejenak dan mengusap ngusap punggung tangan Aneke, yang masih menempel diperutnya.

Rambut Aneke membingkai wajahnya ketika dia menatap pria itu lagi. Cahaya lampu membuat rambut hitamnya tampak berkilauan. Kulit lehernya yang terbuka masih terlihat lembab karena habis mandi dan kini nampak lembut dan mengundang untuk dijamah ataupun dicicipi.

"Apa aku salah Ashele, jika selamanya ini aku tak sayang pada ayahku?" Patric menarik nafasnya dalam-dalam. Saat merasa Aneke tak memberikan tanggapan, dirinya bangkit dan menopang tubuhnya dengan meletakkan sebelah lengan disisi lain pinggul Aneke. "Apa aku salah?" ulangnya.

Aneke melihat kedalam bola mata Patric yang masih menampilkan gurat cahaya kesedihan disana lalu ia menggelengkan kepalanya. "Kalau aku jadi kau, aku juga akan bersikap sepertimu." Kata Aneke seraya menyunggingkan senyumnya agar bisa menghapuskan kesedihan yang terlihat di matanya itu.

Patric tiba-tiba terkekeh, " Aku senang kau berpendapat sama denganku. Sebelumnya kau jarang sekali memberikan tanggapanmu saat aku bercerita hal apapun. Entahlah, yang pasti aku suka akan dirimu yang sekarang." 

Seraya berbicara, Patric melepaskan tali piyama Aneke dan langsung terbuka. "Jangan berbicara, berfikir apapun saat ini, jangan menolakku. Hanya rasakan dan nikmatilah kære." Lalu tangannya menyusup dibalik piyama Aneke dan dengan perlahan menggenggam payudara Aneke. Dengan cepat mulut Patric menutup bibir Aneke sebelum wanita itu memprotes akan tindakannya itu.


'kære : sayang


Sorry readers jikalau masih ada typo berbebaran. Ingatkan selalu ya ^^

Komen, Vote selalu ditunggu ^^


__to be next continue__

Not Me Your Wife (NMYW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang