Ego

729 103 32
                                    

Manik safir milik Taufan menatap dalam pada sang adik yang tengah menyembunyikan iris abu dibalik kelopak matanya. Hatinya terasa sakit melihat sang adik menjadi seperti ini, apalagi ia yang menjadi sebab akan kehancuran yang dirasakan Solar.

Tangannya yang dingin bergerak mengusap rambut sang adik, berusaha memberi sedikit kenyamanan agar semua masalah tak terlalu menyakitkan untuk pemilik manik silver.

"Maaf Solar, aku memang kakak yang buruk", ucapnya pelan penuh rasa bersalah.

Semoga dengan ini aku bisa sedikit membantumu, agar setidaknya kau sadar jika kau tidak bisa lagi diterima oleh mereka. Bahkan aku sekalipun. Sebuah tawa getir terdengar darinya, tawa kebencian akan dirinya sendiri.

Ia tau perbuatan ini sungguh egois, tapi iapun sudah lelah dengan segala perlakuan buruk para saudaranya. Segala bentuk perpecahan yang semakin lama semakin jelas tak bisa diperbaiki membuatnya harus membuang rasa iba sejauh mungkin.

Taufan bahkan tak berpikir panjang jika sang adik akan membencinya untuk ini, kalau kebencian itu bisa membuat Solar memiliki kehidupan yang lebih baik maka ia rela menerimanya.

Kau harus kuat, aku yakin kau bukan orang bodoh.

Kau pasti memiliki alasan untuk semua yang telah terjadi,

Tapi maaf Solar, aku masih belum bisa memaafkanmu atas pandanganku.

Kau telah merenggut orang yang berharga bagi kita,

Karena kau juga semua jadi seperti ini,

Jadi, kuharap kau menerima hukumanmu.

Kuharap--

Pikiran Taufan terhenti saat kelopak mata orang dihadapannya bergerak, perlahan mulai menunjukan iris mata sang tuan yang lama terpejam.

Taufan tersentak dan segera menjauhkan tangannya dari kepala sang adik, kembali memberi atensi pada Solar dengan ekspresi yang tak dapat diketahui maknanya.

"...Solar?", panggil Taufan dengan hati-hati.

Setelah beberapa saat menyesuaikan pandangan bersama terangnya cahaya lampu kamar, Solar menatap pada sang kakak yang tengah memperhatikannya, menunjukan kekhawatiran di wajah serius yang jarang terlihat.

"Akhirnya kau sudah bangun, apa ada yang sakit? kau tidak terluka kan?", cerca Taufan segera setelah tau Solar sudah sadar.

Sang adik tak merespon, ia hanya menatap kosong pada langit-langit seraya serpihan ingatan terputar di kepalanya.

"kau mau aku ambilkan sesuatu? kau lapar? atau haus? biar aku--",

"Keluar", suara dingin itu membungkam Taufan. Pertama kalinya ia mendengar nada bicara Solar seperti ini diarahkan padanya dan bukan pada orang lain.

Sang manik safir membatu ditempat, ia merasa Solar sangat asing, tak tau harus bereaksi apa.

"...setidaknya kau makan sesuatu ya, kau kan belum makan dari siang", bujuk Taufan dengan suara yang ia usahakan cukup baik agar Solar mau menurutinya.

"Aku bilang keluar", perintah Solar lagi. Masih terpaut pada langit-langit kamar yang terasa hampa.

Ada keheningan dalam beberapa saat dimana atmosfir dingin berada diantara sang manik safir dan manik silver yang menatap pada kejauhan. Kejauhan yang tak dapat ia raih, yang seakan bisa menariknya ke dimensi lain atau lebih tepatnya dimensi masa lalu.

Jika keadaan masih normal pasti Taufan akan semakin membuat Solar kesal dengan keusilannya yang diluar batas, namun ia tau kali ini telah jauh berbeda seakan sebuah jurang terbentuk berusaha memutus tali persaudaraan yang semakin lemah.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang