Jajan dulu bos!

587 81 84
                                    

Hari itu adalah hari sabtu dimana tidak ada kegiatan kampus untuk para mahasiswa baru. Bukan berarti mereka diberikan libur di minggu pertama namun lebih lepatnya mereka harus mempersiapkan kegiatan tahunan sebagai tanda keanggotaan mereka di tempat kuliah.

Ya, dua hari lagi akan dilaksanakan ospek alias orientasi pengenalan lingkungan kampus.

Kegiatan yang wajib dilakukan setiap memasuki instansi baru, apalagi kampus maha elit berlambang elang yang mencengkram pita di kakinya sertakan sayap yang dilebarkan, Universitas George Oliver William.

Seperti nama sang pendiri, kampus itu begitu megah dengan tatanan dan kualitas terbaik seantero kota bahkan negara, tentu saja kampus sekelas William bisa bersaing di kancah Internasional, terbukti dengan beragam lulusan dan kemampuan para mahasiswa sertakan betapa hebat setiap orang disana adalah keturunan bangsawan atau pebisnis sukses.

Namun, tidak ada hal yang sempurna bukan?

Dibalik bersinar dan bergengsinya tempat itu, ada satu hal yang membuat banyak generasi baru berpikir ulang untuk memasukinya serta menjadi bagian dari kesuksesan universitas. Apakah karena biaya yang besar? atau persaingan yang ketat? bukan.

Bukan juga karena ragu pada akreditasinya, melainkan karena kentalnya budaya senioritas yang mampu membuat mental para junior terjun bebas bahkan sebelum memulai Pendidikan mereka.

Sudah menjadi rahasia umum jika hubungan senior-junior di kampus itu begitu buruk bagaikan hubungan antara seorang atasan dan bawahan, perbedaan yang drastis tentang hak antara kedua status ini apalagi jika mereka adalah calon mahasiswa yang baru bergabung.

Jangan tanya betapa gembira para anggota Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM saat mempersiapkan hari ospek yang akan dilaksanakan nanti, apalagi jenis ospek memang dirancang agar mengharuskan para calon mahasiswa untuk berkemah di suatu tempat yang mereka pilih selama seminggu lamanya.

.
.
.

Sementara di sebuah ruangan berwarna dominan putih, seseorang yang sering dijuluki ilmuwan sedang fokus membuka satu persatu kotak kardus dari pengiriman yang baru sampai kerumahnya.

Siapa lagi kalau bukan Solar? ia begitu hening karena menghitung serta mencatat barang pesanananya. Sudah sekitar 30 menit namun ia belum menunjukan tanda-tanda akan selesai ataupun sekedar beristirahat, mungkin karena masih ada sekitar 30 kotak lagi yang belum dibereskan.

Tiba-tiba pintu laboratoriumnya terbuka hingga ia refleks menoleh dan mendapati seorang pemuda bermanik hitam sama dengan rambutnya di ambang pintu. Danil, kakak Dave menghela nafas saat mendapati Solar menatapnya datar.

"Disini kau, dari tadi aku ketuk pintu tapi tidak kau jawab", sapanya. Solar tidak menjawab, ia melanjutkan kegiatannya tanpa ambil pusing pada Danil yang langsung mendekat dan duduk bersila disebelahnya.

Danil sudah mengerti jika Solar sedang sibuk, karena itu ia tak masalah jika Solar tidak banyak bicara saat ini. "..aku sudah dengar tentang hubunganmu dan saudara-saudaramu dari Dave", ucap Danil.

Solar terhenti sejenak, sedikit terkejut karena teman sekaligus guru karatenya itu tiba-tiba membahas topik yang serius. Namun tak lama ia kembali membuka satu kotak berukuran sedang dan mengeluarkan sebuah mikroskop canggih yang dibalut bubble wrap plastik dengan hati-hati.

"Berarti kau itu salah satu dari lima Elemental bersaudara di kampus ya?", tanya Danil. Menatap Solar walau teman bicaranya belum menatapnya balik.

Pemilik manik silver memberi anggukan kecil sebagai jawaban. "Sebenarnya ada tujuh, satunya adikku", ucapnya singkat.

"Ah begitu. Lalu..Halilintar itu kakakmu yang keberapa?"

"Kesatu"

"Kalau Taufan?", tanya Danil lagi. Nadanya sedikit berhati-hati karena ia takut mood Solar menjadi buruk dengan semua pertanyaannya, tapi mungkin karena atensi pemuda bervisor sedang fokus pada hal lain jadi ia tidak terlalu berpikir jauh, lagipula pertanyaan Danil sangat mudah untuk dijawab.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang