Firasat yang tidak akan salah

814 95 111
                                    

Seminggu telah berlalu.

Hujan deras mengguyur bangunan 15 lantai itu dengan hembusan angin, pohonpun terhuyung karena tak mampu melawan badai yang berlangsung dari dini hari tadi.

Pemuda itu berjalan pelan melewati lorong yang dingin, tersenyum tipis demi membalas setiap sapaan yang terarah padanya. Jas biru almamater dengan celana senada sertakan dasi biru dan kemeja putih begitu cocok dengan mahasiswa tingkat dua bermanik biru laut yang tengah menuju sebuah ruangan.

"Selamat pagi Tuan muda Ice", sapa seorang karyawan wanita.

Ice tak menjawab, namun ia mengangguk pelan.

"Selamat pagi Tuan muda Ice. Lama tidak bertemu"

"Baik tuan, beliau ada didalam", akhirnya resepsionis yang dari tadi mengantar Ice mempersilahkan untuk memasuki ruangan tujuannya.

Sebenarnya ia tidak perlu diantar, bahkan jika ia menutup matapun Ice yakin ia bisa sampai ke ruangan itu. Tapi sebutlah para karyawan merasa tidak enak jika bos mereka berjalan sendirian tanpa ditemani, jadi dengan sedikit pemaksaan akhirnya sang reseptionislah yang menuntun Ice ke kesana.

Pintu dihadapannya kini terbuka. Menampakan pemuda dengan setelan jas hitam yang rapi tengah berdiri menghadap pemandangan badai diluar lewat kaca besar di ruangan elit sang CEO.

Ya, entah apa yang pemilik manik ruby itu pikirkan, namun ia tak bergeming saat reseptionisnya memanggil namanya untuk memberitahu tentang kedatangan sang adik.

"Kau bisa keluar sekarang", perintah Ice. Mendapat anggukan patuh dari wanita itu sebelum ia berlalu dan menutup pintu masuk. Meninggalkan Ice berdua dengan sang kakak.

Beberapa menit dalam keheningan namun tak ada yang memulai percakapan ataupun sekedar menyapa, Ice kira Hali akan memulai percakapan namun sepertinya sang kakak sedang memikirkan sesuatu.

Pemilik manik biru aquamarine memutuskan untuk duduk disofa membelakangi Hali.

"Sudah makan kak?", tanyanya. Tak ada jawaban. Bahkan berdehempun tidak, seakan Hali tidak mendengar suara adiknya itu.

Mungkin karena sudah terbiasa dan begitu mengerti tentang sikap dingin sang kakak yang semakin hari malah semakin menjadi, Ice hanya dengan santai merapikan beberapa kertas di meja tanpa merasa tersinggung dengan perilaku Hali.

Mungkin dia sedang pusing akibat beban pekerjaan dan kuliah, pikir Ice.

Setelah merapikan semua berkas itu, Icepun terdiam. Berusaha mencari celah bagus untuk memberitahu alasannya menjemput sang kakak di pagi hari begini. Apalagi mengingat kondisi badai diluar yang ekstrim.

Terdengar helaan nafas pelan dari Ice, "..ayo pulang. Kita rayakan ulang tahun Thorn", ucapnya.

Namun, Hali tak juga bereaksi, maniknya tersembunyi dibalik siluetnya sendiri. Entah apa yang terjadi padanya hingga menatap pemandangan itu selama hampir 2 jam tak membuat sang sulung merasa bosan atau ingin berpindah tempat.

Ice menoleh hingga memandang punggung Hali dari kejauhan. Ia mungkin tau, jika ada orang yang otomatis akan mereka ingat saat ini. Selain Thorn.

Karena walau bagaimanapun, Thorn adik mereka tidak lahir kedunia ini sendirian. Dan orang itulah yang membuat Ice lagi-lagi menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. Berusaha agar setiap kalimatnya menjadi kalimat yang seakan biasa saja.

Ia tau, ia tau betul siapa dan bagaimana orang dihadapannya. Ice tau jika--

"Ice..", tiba-tiba sebuah panggilan bernada datar dan berat terdengar ditengah suasana hening antara mereka.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang