Apakah dia akan menertawakan kita?

528 86 46
                                    

Helaan nafas yang panjang terdengar dari pemuda bermasker putih itu. Maniknya yang lelah menatap sang pasien yang tengah terbaring lemah dihadapannya. 

Namun percayalah, helaan nafas itu bukan helaan nafas yang mencerminkan betapa lelah tubuhnya setelah melakukan operasi besar dan gila, namun karena rasanya ia sedikit lega karena perlahan kondisi Hali sudah membaik.

Pemilik manik silver itu memandang sang kakak lekat, entah apa yang sedang ia pikirkan.

Mungkin Solar merasa canggung saat berada satu ruangan dengan orang yang sangat membencinya itu. Wajar, sudah lama sekali mereka berada dalam jarak sedekat ini dan dalam kondisi yang tenang.

Jika saja Hali dalam kondisi sadar, Solar bisa menebak kalimat cacian apa saja yang akan keluar dari mulutnya. Sungguh, Solar bahkan hapal setiap frase dan intonasi Hali saat memakinya.

Sebenarnya sudah cukup lama Solar berada diruangan itu untuk memeriksa perkembangan sang pasien, namun sepertinya ia masih betah memandangi wajah pemilik manik ruby yang begitu tenang dalam komanya.

Walau terlihat tubuh yang penuh dengan perban, lelaki itu masih saja memancarkan aura tegas dan tajam dalam tidurnya. Itulah yang membuat Solar terkadang heran, kharisma yang Hali miliki memang sekuat itu. Pantas saja dulu Solar selalu kalah dalam hal kepopuleran dengan Hali.

Ah sial.

Lagi-lagi Solar mengingat masa-masa itu.

Padahal ia berusaha meminimalisir semua ingatan tentang masa lalu yang sungguh indah dan jauh itu, tapi entah kenapa ia tidak bisa melupakannya. Seakan kenangan itu adalah kenangan terindah yang pernah ia miliki dalam hidupnya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka.

Solar sedikit tersentak hingga menoleh pada orang yang kini berdiri didepan pintu memandangnya.

"Ah dokter. Maaf aku tadi keluar sebentar. Apa anda sudah memeriksanya?", pertanyaan yang keluar dari mulut pemuda bermanik safir itu justru membuat Solar membatu. Bisa-bisanya dia tidak dengar langkah kaki dari luar.

Solar tertegun sebentar, lalu mengangguk kecil seraya dirinya mengambil sebuah jarum suntik dari meja. Dengan perlahan tapi pasti, pemuda itu memindahkan cairan dari dalam sebuah tabung kecil ke jarum suntik, sebelum kemudian ia menyuntikkannya pada infus Hali. Lalu Solar berberes hendak pergi.

Taufan yang baru saja menaruh belanjaannya dimeja hanya tersenyum kecil, lalu melangkah mendekati Hali sang kakak dan duduk disebelahnya seraya sang dokter terlihat pergi tanpa berkata apapun padanya.

Pemilik manik safir itu menatap punggung orang yang menjauh,  dengan tatapan yang entah apa artinya.

"Terima kasih dokter", ucapnya. Sang dokter hanya mengangguk kecil dari balik punggungnya seraya semakin dekat dengan pintu keluar. Ia ingin segera pergi dari ruangan ini agar tidak ketahuan siapapun.

"Terima kasih Solar"

. . .

Tepat sebelum pintu terbuka, sebuah suara terdengar lagi diruangan yang hening itu.

Solar membelalak. Gerakannya yang tadi terburu-buru kini terhenti mendengar kalimat itu. Sertakan Taufan yang tersenyum kecil selagi menatap sang kakak yang terbaring dalam koma. Lelaki itu bahkan tak terkejut, seakan dari awal ia sudah tau jika dokter dihadapannya adalah Solar yang berusaha menyembunyikan jati dirinya.

"Maksudku, terima kasih dokter Solar. Kau sudah merawat kak Hali dengan baik", ucap Taufan lagi.

Solar menoleh pada pemuda itu, dan kini, manik keduanyapun terpaut satu sama lain.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang