A Pitty Junior

634 89 47
                                    

Semua pemuda berseragam SMA itu tidur dengan hanya beralaskan tikar, tidak diizinkan mengganti seragam mereka setelah kegiatan yang begitu melelahan di hari pertama.

Tertidur begitu lelapnya demi mengisi energi agar bisa menghadapi hari kedua yang pasti lebih tidak enak jika dipikirkan.

Diantara barisan para pemuda itu, tiba-tiba dalam kegelapan, terdapat bayangan yang menyusup dari balik tirai tenda. Mereka berjalan pelan seraya memindai dimana orang yang mereka cari untuk dijadikan pemuas permainan mereka pagi ini.

Siapa lagi kalau bukan pemuda itu? Sang senior berbadan atletis bersama ketiga anak buahnya serentak menyunggingkan senyuman saat melihat Solar tidur diantara barisan para calon mahasiswa dihadapan mereka.

Wajah Solar bersinar diantara remangnya cahaya, mungkin karena kulit porseleinnya yang memang lebih cerah dari orang kebanyakan, jadi tak begitu sulit mengenali si pemuda berambut kecoklatan dengan sedikit suari putih itu.

Tanpa ragu, anak buah sang senior langsung mencengkram lengan Solar dan mengangkat tubuhnya hingga si tuan pemilik tubuh langsung sadar dari tidurnya yang walau tidak nyenyak namun cukup ia butuhkan saat ini.

"Apa--", ucapannya terhenti saat mulutnya dibekap dan ia dengan cepat diseret menuju luar tenda tanpa menimbulkan suara yang membuat mahasiswa lain bangun atau curiga.

. . .

Lagi dan lagi, Solar dikelilingi orang yang bertatapan licik yang tak lain adalah seniornya. Baru saja bekapan dimulut sang pemilik manik silver dilepas, ia belum bereaksi namun tubuhnya sudah sangat cepat diikat dibawah pohon pinus yang banyak tumbuh di hutan itu.

"Selamat Pagi Solar. Apakah malammu menyenangkan?", tanya suara dari belakang kerumunan panitia.

Revan. Wajahnya terlihat bahagia sekali, berseri, seakan hidupnya begitu menyenangkan bagai sedang berada di atas awan.

Tentu saja itu karena kehadiran Solar yang kini menatapnya setelah merasa tidak bisa bergerak dari ikatan erat ditubuhnya. Dari ujung lengan atas sampai pahanya, terdapat lilitan tali tambang yang sangat kuat.

Revan menyisir rambut juniornya itu, lalu menjambaknya. "Kami bosan. Bolehkan kau menghibur kami sebentar?", ucapnya.

Solar tidak menjawab. Ia tau, kapanpun ia dikelilingi oleh para senior ini, mau melawanpun hanya akan membuat tenaganya semakin terkuras.

Walaupun seluruh tubuhnya masih terasa nyeri, namun Solar hanya diam saat maniknya menangkap sesuatu dari tangan Revan. Ia tau betul apa fungsi alat itu.

Revan tersenyum, "Memohonlah padaku. Maka aku akan lebih lembut dalam permainan ini Junior", ucapnya seraya menekan tombol on dari alat berbentuk tabung panjang dengan pegangan ditangannya. Membuat alat itu mengeluarkan suara desing pelan.

Solar menelan ludahnya, seakan merasakan rasa sakit yang akan datang jika saja benda ditangan sang senior menyentuh tubuhnya. Namun ia tentu saja akan menolak untuk merendahkan Harga dirinya pada semua pria itu, jadi, Solar hanya terdiam.

Dan Revan tau betul bahwa Solar tidak akan menuruti keinginannya. Ia mengangguk pelan, "Keras kepala huh? Tidak apa-apa". Ucapnya. Mengangkat Stun Gun alias alat setrum ditangannya, lalu menyentuhkan alat itu ke dada Solar secara vertikal.

"ARGHHH!!". Teriakan kesakitan menggema dihutan yang hening. Disambut tawa puas dari belasan iblis berkedok senior itu.

Keringat membanjir ditubuh Solar setelah alat itu ditempelkan selama 7 detik. Hanya 7 detik, namun siksaannya bak 7 detik di api neraka yang begitu kejam.

Tak sampai disana, Stun Gun Revan mengarah menuju lengan Solar yang masih tersisa dari ikatan tali tambang. Ia tersenyum, menempelkan senjatanya lagi.

"ARGHHH!!!".

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang