Both, the oldest

685 95 10
                                    

"T-Taufan, tolong aku...", ucap remaja laki-laki itu memohon agar orang di depannya sudi untuk membantunya.

Namun anak bermanik safir itu hanya mampu terdiam dengan tubuh bergetar, tak mampu bergerak dikarenakan rasa takut yang menyelimutinya. Air matanya mengalir akan ketidakberdayaan melihat sosok itu tengah berada di tempat yang sangat mustahil untuk ia raih.

"Tolong aku Fan, lakukan sesuatu!", ucap remaja itu lagi.

Tak ada respon, keadaan yang sama dari satu-satunya harapan untuk bisa selamat membuat anak itu tersadar akan kegentingan situasi ini. Tangan penuh luka itu semakin lama kian tak mampu mempertahankan massa tubuh sang tuan, keringatpun telah membanjir di seluruh tubuhnya.

Air matanya kini mengalir, bibirnya bergetar menyadari kematian telah ada di depan mata menunggunya. Rasa penyesalan, takut, juga marah akan Taufan yang tak kunjung bereaksi sungguh membuat pikiran anak berambut hitam itu kacau.

"F-fan...tolong...panggil ayah atau Hali Fan, aku sudah tidak kuat lagi...", pintanya pelan dengan segala tenaga yang ada memerangi mulut yang seakan kehilangan fungsinya.

Ajaib, Taufan tersadar. Walaupun dengan badan bergetar ia mencoba berbalik, "Ayah!", panggilnya sedikit keras namun suara itu tak mampu sampai terlalu jauh.

Kini isak tangis terdengar dari bocah 7 tahun itu, ia heran kenapa suaranya begitu pelan padahal ia mencoba sekuat tenaga dan jika terus begini orang itu akan pergi, meninggalkan mereka, ia tak mau itu namun kenapa ia setakberdaya ini?

"Ayah! Kak Hali!", panggilnya lagi namun masih tak bisa mendatangkan orang yang dipanggil.

Sosok itu juga menangis dalam diam, ia sadar Taufan terlalu syok dengan kejadian ini, ia tak lagi berharap. Rasanya sakit saat ia harus pergi dengan segala dosa yang masih ia tanggung, apakah ini karma atas perbuatannya? entahlah.

"Fan", panggil pemilik manik hazel itu pelan.

"Kemarilah"

Merangkak di atas tanah yang dipenuhi dedaunan dan rumput lusuh, Taufan mendekat masih dengan uraian air mata juga isak tangis menyaksikan sosok yang sangat penting dalam hidupnya itu. Tangan kecilnya berusaha meraih sang remaja namun apa daya ia tak mampu, bahkan jika dapat meraihnyapun, tubuh kecilnya tak akan sanggup mengubah keadaan.

"...Aku menyayangimu Fan, sangat", ucap remaja 13 tahun itu. Genggamannya mulai renggang dari dahan yang ia pegang.

"K-kak, kumohon..."

"Tolong...sampaikan maafku pada Hali", ucapnya lagi sebelum tangannya benar-benar terlepas dan ia melayang di udara.

. . .

Saat itu, ia tak ingat, apakah ia berteriak atau menangis lebih keras.

Ia hanya ingat kegelapan yang hampa menelannya.

Kegelapan yang seakan menjadi saksi akan ketidakmampuannya untuk menyelamatkan sang kakak.

Namun saat ia sadar, tak ada yang menyalahkannya, iapun heran. Bukankah ia pantas menerima segala caci maki atas kehilangan mereka?

Tidak, tidak ada yang tau persis dari kejadian yang telah merenggut sang sulung.

Hal yang mereka tau hanyalah remaja dan anak laki-laki itu terjatuh dari tepi jurang, meninggalkan Taufan selamat karena tersangkut di sebuah batu tebing tapi tidak dengan dia yang langsung menghantam daratan di bawah.

__________

Manik safir itu perlahan terbuka, sedikit terkejut karena sinar dari luar jendela sudah sedikit terang. Tak biasanya ia akan bangun setelah matahari muncul, namun ia masih belum bergerak dari posisi tenggurapnya dengan bantal dan selimut acak-acakkan.

Sebuah kebisingan membuatnya menoleh pada sudut kamar tempat meja belajar berada. Terlihat sang kakak yang sedang membereskan meja dari tumpukan kertas juga buku yang sepertinya telah selesai ia pelajari untuk hari ini.

"Kuliah pagi kak?", tanyanya dengan suara serak ala baru bangun tidur.

Hali menoleh padanya dan mengangguk, "kau tidak ada kelas?", tanyanya balik dengan ekspresi datar seperti biasa.

"Ada sih kelas siang, semoga aja pak dosen yang galak itu keseleo atau sakit perut biar dibatalin", ucap Taufan tanpa rasa bersalahnya membuat lelucon dipagi hari begini.

Itu memang topengnya, jika saja Hali sedang tak ada dikamar mungkin ia hanya akan terduduk dan merenungi masa lalu yang kelam itu, masa lalu yang tersimpan dihatinya, yang terus berkelahi dengan naluri bebas dan cerianya.

Tanpa Taufan sadari, ia tak mengukir senyum sedikitpun. Hali menoleh lagi pada sang adik safir yang masih belum berniat bangkit dari tempat tidurnya, "Mandi sana, bereskan rumah hari ini karena Gempa akan pulang lambat".

Taufan mengangguk, sedikit heran bagi Hali melihat Taufan setuju begitu saja untuk membereskan rumah. Padahal Taufan biasanya akan mencari banyak alasan agar tidak disuruh berberes, namun ia merasakan adiknya itu tengah memikirkan sesuatu. Sesuatu yang membuatnya tak berpikir lurus.

Memang susah mengetahui isi kepala Taufan karena seberapa besarpun masalah atau rencana yang ia pikirkan, wajah jahil yang secerah mentari akan selalu menutupi semua itu. Bahkan saudara-saudara elemental tak pernah bisa walau sekedar menebak saja, Taufan selalu bertindak di luar perkiraan.

Namun Hali adalah saudara yang sangat dekat dengannya, ia tau sang adik tengah bergelut dengan sesuatu dan ia tau hal apa itu. Hal yang ia ingatkan pada sang adik beberapa waktu yang lalu, yang ia sendiri merasa...entahlah.

Entah ia merasa puas mengingatkan Taufan akan kesalahannya atau marah karena iapun kembali mengingat masa itu, masa yang sama-sama ia benci. Sama bencinya dengan bagaimana ia membeci Solar, sama-sama memuakkan dan tak ingin ia lintaskan di kepalanya.

Hali menghela nafas panjang seraya menggendong tas dan membawa beberapa map juga kertas ditangannya.

"Aku berangkat", pamitnya pada Taufan yang disusul anggukan kecil.

Setelah sosok sang kakak menghilang dibalik pintu, Taufan bangkit, beranjak dari tempat tidurnya untuk pergi kekamar mandi dan membasuh dirinya dengan air dingin.

Berselang 5 menit ia keluar dengan handuk kecil di tangannya untuk mengeringkan rambut. Ditatapnya cermin persegi yang menampakan wajah hingga perutnya didinding. Ia tersenyum dingin pada refleksi dirinya sendiri.

Kau sama saja dengan Solar

Apa bedanya?

Kau telah melenyapkan alasan akan kebahagiaan mereka

Kau itu seorang penghancur Fan

Dan dengan mudahnya kau bersembunyi seperti ini

Kau...

Kau sungguh memuakkan Taufan!

___________

Author's Note

Hm, setengah ngantuk aku tu buat cerita biar para fansku ga nunggu lama ye kan? hahaha, author ketularan narsisnya siapa nih?

EH BTW, author ada stok chapter loh wah wah

Kalo mau cepet aku post, monggo kasih pendapat kalian tentang chapter ini. Ah author terlalu suka dengerin komen kalian tau ga, hm hmm.

Kalo udah banyak komen baru deh aku kasih jatah update kalian yah:)

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang