Surat Warisan

916 108 160
                                    

Tak ada yang berubah

Aku adalah aku

Kaupun tetap sama

Hanya saja...

Mungkin hatiku yang bermasalah

Mungkin ia sudah lelah

Ia sudah tidak mau lagi mengharapkan hal itu

Dan karena..

Sudah tak ada lagi alasan untuk kita saling memahami.

.
.
.

Siang yang cerah itu, si pemilik manik silver bervisor tengah berjalan menjauhi gedung divisi Teknik. Siulan lagu 'Dandelion' menjadi penemannya sedari tadi ia memulai hari, entah apa yang ada dipikirannya, tak ada seorangpun mampu menebak.

Diputarnya kunci Lamborghini milik sang kawan yang baru ia pinjam. Bahkan sebuah senyuman santai terukir diwajah tampannya. Melewati para mahasiswa dan mahasiswi yang lalu lalang dijalan itu.

Kadang, beberapa mahasiswi bahkan berbisik dan menyapanya berharap sang pujaan membalas, tentu saja itu berakhir dengan teriakan gembira saat Solar memberikan senyuman tipis pada mereka.

"Solar". Tiba-tiba, sebuah suara terdengar memanggil namanya. Solar berhenti, sebelum kemudian berbalik. Sementara kedua pria yang tak asing semakin mendekat kearahnya.

"Lama tidak bertemu. Walaupun kita satu kampus tapi sepertinya kau orang yang sibuk", ucap salah seorang dari mereka. Solar tersenyum.

"Begitukah?"

"Nanti malam Alfa, Hari, dan kami akan mengadakan acara makan malam untuk memperkenalkan tunangannya Alva. Ikutlah dengan kami", ucap seorang lagi. Seseorang bermanik biru laut yang walau datar namun nadanya terdengar sedikit membujuk.

Blaze mengangguk, "Hanya aku dan Ice yang bisa datang. Kau juga luangkanlah waktu bersama mereka", ucapnya pada sang adik.

Lagi, sebuah senyuman tipis terukir di wajah Solar, tatapannya terasa formal dan asing. Seakan ia hanya sedang bertemu dan bercakap dengan rekan kampusnya.

"Terima kasih atas tawaran kalian, Ice, Blaze. Tapi maaf aku tidak bisa, mata kuliahku sangat penuh hari ini. Aku takut mengecewakan kalian dengan membuat janji", ucap Solar.

"Mata kuliah akan berlangsung maksimal jam 9 malam, kami bisa atur waktu jam 10 atau jam 11 untukmu", jawab Ice. Ia berharap Solar bisa menyetujui ajakan mereka kali ini.

"Aku juga harus bekerja"

Namun ucapan Solar itu membuat Ice dan Blaze tertegun, mereka tidak tau jika adik mereka ini memiliki pekerjaan. Mungkin karena memiliki kesibukan kuliah yang berbeda, mereka jadi kehilangan berita tentang bagaimana kehidupan Solar yang sebenarnya selama ini.

"Kau..bekerja?", tanya Blaze bingung. Pertanyaannya hanya dibalas anggukan oleh pemilik manik silver.

"Bukannya kak Taufan jadi walimu? kupikir dia membayar semua biaya kuliah dan kehidupanmu"

"Kau benar Blaze", jawab Solar. "Taufan sudah membayar biaya kuliahku selama dua tahun kedepan. Tapi tahun berikutnya aku akan membayarnya sendiri. Aku tidak boleh menyusahkan orang lain bukan?"

Orang lain?

Lagi. Lagi-lagi seperti itu. Blaze dan Ice tidak bisa berkata apapun jika lagi Solar menyebut salah satu dari mereka adalah orang lain tanpa berpikir dua kali. Maksud mereka, apa tidak bisa Solar menghargai usaha mereka untuk memperbaiki keadaan?

Kenapa semakin lama, Solar semakin terasa jauh?

Hal apa yang mereka lewatkan tentang Solar?

Melihat kedua kakaknya terdiam akan ucapannya, Solar kini tersenyum formal. "Kalau sudah tidak ada yang perlu disampaikan. Aku permisi ya", ucapnya.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang