Siluet

637 104 16
                                    

Taufan kembali menatap manik silver dibalik visor itu. Namun seakan tau ia sedang ditatap sang kakak, Solar lebih memilih mengalihkan pandangan pada pintu utama yang menelan Dave.

"Solar", panggil Taufan. Membuat kedua manik mereka bertemu.

Sang kakak tersenyum, "...apa kau juga akan memperlakukanku seperti orang asing?"

Solar tak tega melihat Taufan bertanya seperti itu, ia bisa merasakan kekecewaan dari kalimat yang keluar dari mulut Taufan.

"Aku memang hanya orang asing", jawab Solar tanpa emosi. Walau kedinginan yang ia tunjukan ialah topeng untuk tetap menjaga jarak dari pemilik manik safir.

"...aku mengerti. Jika amarahmu belum reda. Tapi aku ingin mengingatkanmu sesuatu Solar"

Solar terdiam.

"Seberapa jauhpun kau pergi, dan semarah apapun kak Hali saat itu sampai mengatakan hal yang tidak seharusnya ia katakan, semua itu tidak akan mengubah fakta jika kita adalah saudara"

Perasaan itu kembali lagi terlintas di kepala Solar, lucu, pikirnya. Terdengar sebuah tawa sinis yang walau singkat namun penuh afeksi dari sang silver.

"Saudara...aku tidak pantas, Taufan. Apa kau lupa jika Elemental hanya ada enam?", ucap Solar.

Taufan tersentak dengan ucapan Solar, ia tak menyangka jika adiknya akan berbicara seperti itu padanya. Sungguh, walau ia berusaha menyiapkan diri dengan semua reaksi Solar padanya saat bertemu, namun hatinya terasa sakit mendengar kalimat itu.

"Solar, kak Hali mengucapkan hal itu dalam keadaan marah. Kau tau sendiri kan bagaimana kakakmu itu jika sedang marah? aku yakin dia pasti tidak bermaksud untuk--"

"Tidak bermaksud untuk memutuskan ikatan diantara kita? benar, karena sebenarnya aku yang memutuskan dan bukan Halilintar", Solar menyela. Memberi sedikit penekanan pada nama sang kakak sulung.

Manik safir Taufan menatap lekat pada manik silver sang adik. Seakan mencari sosok seorang elemental keenam yang dulu sangat ia sayangi namun miris, ia tak menemukannya dalam diri orang dihadapannya. Seorang Solar tidak akan bersikap seperti ini pada saudaranya tapi...

Taufan terdiam, tak bisa berkata-kata.

Namun kemudian terdengar helaan nafas pelan sebagai cara Taufan meredam segala emosi dan menenangkan dirinya sendiri. Setidaknya ia harus tetap berpikir positif karena hari ini adalah pertama kali ia bertemu sang adik setelah pertengkaran hebat antara mereka.

"Ya sudah tidak usah dibahas", ujar Taufan berusaha menghentikan topik yang ia mulai sendiri.

"Ngomong-ngomong kau masih ingat kan gedung jurusan Desain Grafis? Kalau kau butuh apapun kau bisa datang kesana dan tanyakan namaku pada receptionist. Mereka akan memanggilku atau mengantarmu langsung ke kelasku"

Setelah beberapa saat, Solar mengangguk. Walaupun ia tau sang kakak ingin mengalihkan topik namun iapun merasa tidak nyaman dengan pembicaraan itu, jadi ia hanya mengikuti alur Taufan yang berubah.

"Dan juga, kartu kreditmu masih ada kan?", tanya Taufan lagi tak menghiraukan Solar yang tidak bersuara.

"Kartu kreditmu"

Taufan tersenyum, "Itu milikmu. Gunakan kartu itu untuk semua biaya kuliah dan keperluanmu okay? aku akan mengisinya jadi kau tidak perlu khawatir dengan masalah keuangan", ucap Taufan lagi, tangannya kembali meraih gelas dan meminum sisa coklat panas miliknya.

Solar sedikit tertegun mendengar ucapan Taufan, "Kalau kau mau mengambilnya, ambilah", ucap Solar singkat dibarengi gelengan kepala dari Taufan sebagai jawaban.

Boboiboy Solar_You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang