gifts on the way

108 41 10
                                    

Bab ini adalah salah satu bab yang paling semangat waktu aku nulisnya, yang baca semoga suka..

🌧

19:25
Suasana malam yang dingin tak membuat laki-laki berkaus hitam itu merasakan kehadirannya. Sebatang rokok yang dihisapnya mengeluarkan asap yang terbang dibawa angin. Dia berdiri di atas balkon kamarnya, memandang langit yang sesekali bercahaya membentuk garis menjalar di atas sana kemudian disusul dengan suara gemuruh sedang. Raganya memang berada di sana, tapi pikirannya menerawang jauh kejadian siang hari tadi. Ini semua karena seorang gadis yang katanya khawatir jika ia terluka.

Kenapa bisa? Pikir Asghar. Rokok yang tinggal seukuran jari kelingking itu ia tekan ke besi balkon dan membuangnya ke tong sampah di sebelahnya. Tadi siang saat dirinya hendak pulang ke rumah, Leo memaksa untuk mengantarnya pulang. Dirinya menolak, kepalanya hanya bocor bukan amnesia hingga dia tidak bisa membawa motornya dan pulang sendiri. Asghar melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, mengambil sebuah kaos baru berwarna putih lalu mengganti bajunya. Hal itu dia lakukan supaya bau rokoknya tidak menempel di badan.

Suara dering telpon membuat kakinya melangkah ke arah tempat tidur lalu mendudukkan dirinya di atas kasur. Terlihat nama Kiting di sana. Asghar mendengus disertai senyuma kecil dibibirnya. Ikon hijau itu tergeser.

Selamat malam mamas Asghar, dedek kangen mas. Suara Naufal terdengar di sebrang sana.

Ngapain telpon gue. Jawab Asghar ketus.

Mas dedek-

Sekali lagi lo panggil gue mas gue matiin ni telpon, sinting lo.

Santai ngapa bang, gue sama yang lainnya mau main ke rumah lo. Eh udah di depan sih hehehe.

Tinggal masuk gak usah manja. Gue ada di kamar.

Tut! Sambungan telpon dimatikan sepihak oleh Asghar. Tidak lama terdengar suara ketukan dari arah pintu kamarnya. Asghar melangkah dan membuka pintu, ternyata bukan teman-temannya melainkan ibunya.

"mas, di bawah ada teman-teman mu. Tadi ibu suruh naik mereka nggak mau malah sekarang lagi main bareng iam. Turun gih ke bawah." Laras, ibu Asghar mengelus lengan putra sulungnya lalu beranjak pergi ke dapur di lantai bawah.

"dasar kampret. Bukan temen gue itu." Asghar misuh-misuh sendiri tapi tak urung melangkahkan kakinya menuruni tangga.

Suara berisik mulai terdengar dari arah ruang tamunya. Benar saja, Asghar melihat Kiting sedang beralih profesi sebagai kuda-kudaan yang sedang di naiki William, adik Asghar. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Asghar memilih duduk di sova bersama Leo yang sedang mencari channel tontonan di tv nya.

"mamas, iam ndak tutak sama bang kiting, ndak laju mas." Adik satu-satunya itu berlari ke arahnya lalu mengadu kalau kiting tidak laju menjadi kuda.

"adek lo makan apa sih Ghar, gembul banget. Baru lima menit bisa gempor gue dinaikin." Kiting ikut bergabung dengan mereka di sova disusul dengan Naufal yang membawa cemilan dari arah dapur.

Asghar dan keluarganya sudah biasa dengan kehadiran mereka bertiga di rumah. Ibunya malah selalu mengajak ketiganya untuk menginap. Supaya ramai terus katanya. Padahal sudah ada Asghar yang selalu menjahili William yang membuat anak kecil itu menjerit-jerit ternyata masih kurang bisingnya. Ibu dan ayah Asghar sudah menganggap ketiganya seperti anak mereka sendiri, jadi mereka tidak akan sungkan dan malu lagi saat berada dirumahnya.

"lo bertiga abis dari mana." Asghar bertanya sambil mengusap rambut William yang duduk di pangkuannya memakan cemilan yang di bawa Naufal.

"dari studio, tadinya mau latihan tapi karena nggak ada lo jadi kita milih buat kesini." Naufal menjawab.

Cerita Hujan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang