Sang Misterius

30 23 1
                                    

Bagus... Kenapa kamu kembali dan membuat perasaanku bimbang seperti ini?

Di taman Menteng, aku duduk bermenung di bangku taman. Taman yang indah berlokasi di pusat Jakarta ini dulunya adalah Stadion Menteng. Taman ini didirikan di lahan seluas 2,9 hektar. Taman yang penuh dengan pepohonan jati mas, bambu jati, bintaro, sawit, menteng, kamboja kuning, bunga kupu-kupu, mindi dan berbagai bunga berwarna cantik. Banyak anak-anak beserta orang tuanya berlarian, bermain perosotan, ayunan, jungkat-jungkit. Aku jadi teringat masa kecilku. Pada masa itu Ibuku masih di Jakarta masih bolak-balik Jakarta-Makassar. Kakek dan Nenekku masih sehat. Sesekali Nenek dan Kakek ke Jakarta mengunjungi kami berlima. Aku, kak Dimas, adek kesayanganku Dinda, Ayahku dan Ibuku.

Taman ini membawaku ke suatu masa. Saat aku sedang jalan-jalan di Taman Lembang, dulu kL, bersama Nenek dan Kakek kami sedang berolahraga. Kak dimas ikut juga. Kak Dimas adalah cowok impian banyak cewe-cewe. Di mataku Kak Dimas selain berwibawa juga berjiwa pemimpin lho. Dia sosok kakak yang keren.

"Dek, jangan jauh-jauh ya larinya." Amanat kak Dimas ke aku dan Dinda ketika kami anak-anak.

"Iya kak," kataku mesam-mesem.

"Mas, Ibu mau ke sana dulu ya. Adikmu Dinda sudah rewel nih," kata Ibu sambil menunjuk ke arah perosotan di ujung taman.

"Aku jagain Aura ya, Beb." kata Ayahku ngegombal seraya melirik lucu ke arah Ibu. Nenek dan Kakek yang sedang duduk di bangku taman hanya tertawa melihat tingkah lucu dan bersahaja keluarga kami.

"Iya sayang, aku tenangin Dinda dulu ya. Aku keujung sana dulu." ujar ibuku dengan gaya genit pada ayahku.

***

Ah Bagus... Kenapa namamu selalu terlintas dipikiranku sekarang?

Ingat Aura kamu udah milik orang lain. Kamu punya Budi sekarang. Lupain Bagus ya walau sulit. Batinku berfatwa.

Meskipun aku mencoba melupakan Bagus, namanya tetap selalu ada di pikiranku. Setiap kali aku melihat hal-hal yang mengingatkanku pada Bagus, playlist spotify yang kami dengarkan bersama. Atau tempat-tempat yang pernah kami kunjungi. Perasaanku tak dapat lari. Hatiku masih terasa berat karena tidak bisa melupakan sosok Bagus.

Aku berusaha keras untuk memfokuskan diri pada kehidupanku dan mengalihkan perhatianku ke hal-hal lain yang membuatku bahagia. Aku kudu menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temanku, harus terlibat dalam kegiatan sosial, dan mengejar impian-impian pribadiku. Aku menyadari bahwa hidup terus berjalan dan harus menerima kenyataan bahwa Bagus sekarang ada di kehidupan orang lain.

Walaupun sulit, aku memutuskan untuk membiarkan perasaanku terhadap Bagus memudar seiring berjalannya waktu. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa ada seseorang di luar sana yang akan menghargai dan mencintaiku sepenuh hati. Aku telah membuka hatiku untuk Budi. Membuka hati menerima kemungkinan baru dan menemukan kebahagiaan yang lebih dalam hubungan yang seimbang dan saling mendukung.

Dengan tekad yang kuat, aku harus menghadapi kenyataan bahwa Bagus adalah bagian dari masa laluku. Meski perasaan itu tak hilang begitu saja, aku memilih untuk fokus pada masa depanku dan menghargai apa yang ada di hadapanku. Aku menemukan kekuatan dalam diriku untuk melangkah maju dan membiarkan takdir mengarahkanku ke jalan yang tepat.

Aku harus memahami bahwa cinta tidak selalu berjalan sejalan dengan harapan kita. Kadang-kadang, kita harus melepaskan dan melupakan orang yang pernah kita cintai demi kebahagiaan dan kebaikan kita sendiri. Meski sulit, aku mengerti bahwa terkadang membebaskan diri dari masa lalu adalah langkah yang diperlukan untuk memulai babak baru dan menemukan cinta yang sejati.

Aku jadi teringat satu quotes tentang melupakan seseorang dari Pak Mario Teguh,

"tidak perlu berusaha melupakan. Kenangan punya cara sendiri untuk menghilang."

Kata-kata itu ngena bagiku untuk yang sedang berusaha move on ini. Ah, Bagus... aku jadi terkenang masa kelas 10. Saat Bagus jadi Ketua Kelas dan aku sekretarisnya. Masa itu kelas sedang riuh karena sedang jamkos (jam kosong). Kami selaku pengurus kelas diberi tugas oleh Bu Ningsih untuk menenangkan teman sekelaskl,u. Saat itu seharusnya jam pelajaran matematika. Guru Matematikanya sedang dinas luar. Jadi kami hanya dikasih tugas saja. Sudah pasti kelas menjadi riuh.

"Guys, jangan berisik... Bu Ningsih Walas kita kasih tugas nih, dari Bu Sona. Dikasih soal nih. Kerjain ya..." Seru Bagus. Aku melihat kagum pada Bagus. Entah kenapa, aku melihat kewibawaan padanya.

"Ra, catet gih. Malah bengong, bu sekertaris gimana sih?" Ledek Laura.

Emang aku akuin pada saat itu aku masih malu-malu kucing. Apalagi Bagus sosok yang aku idolakan disekolah. Siapa sih yang ngga mengidolakan dia di SMA Tunas Bangsa? Aku salah satunya.

"Aura injak bumi. Jangan melayang. Catet dong sayang." Usik Laura lagi.

"Eh, iya Lau." Kataku menunduk malu.

Maju ke depan kelas aku selalu tak nyaman. Menulis di white board ku tak suka tapi aku suka menulis Diary di saat senggang. Kadang kutulis puisi, kadang cerita Panjang, novel. Aku suka puisi. Aku kagum dan takjub pada puisi-puisi karya Chairil Anwar.

Secret Admirer The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang