Tentang Bagus

23 21 0
                                    

Cuaca pagi ini terasa sejuk dan mendung, nyatanya hal itu tidak mampu menyejukkan hatiku dan pikiranku. Aku masih memikirkan apa yang telah terjadi. Dimulai dari: Mengapa Budi membenci Bagus?

Kubayangkan, ku cari Budi dan mengajaknya bicara. Setelah berjalan-jalan di sekitar kota dan menelusuri jalan-jalan yang sepi, aku Budi duduk di taman yang teduh.

Aku mendekat dan duduk di sampingnya. "Budi, bolehkah kita bicara sejenak? Aku ingin memahami alasan di balik ketegangan antara kita berdua. Ini mempengaruhi hubungan kita semua."

Budi menoleh padaku dengan wajah yang penuh pertahanan, namun ia memutuskan untuk mendengarkan apa yang ingin ku katakan. Aku melanjutkan dengan hati-hati, mencoba memilih kata-kata yang tidak menyalahkan.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi di antaramu dan Bagus? Aku ingin memahami alasan mengapa kamu merasa seperti ini. Mungkin kita bisa menyelesaikannya bersama-sama."

Budi menarik nafas dalam-dalam sebelum berbicara. Aku mendengarkan dengan seksama, mencoba melihat dari perspektif Budi. Aku menyadari bahwa interaksi kami dan Bagus bisa lebih rumit daripada yang aku sadari sebelumnya. Ada rasa ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang mengakar di hati kami.

Andaikan kami berdua memulai percakapan yang jujur dan terbuka. Aku mengungkapkan bagaimana hal ini mempengaruhi aku juga, dan mengajukan saran untuk memperbaiki hubungan di antara aku, Budi dan Bagus.

HP-ku bergetar. Lamunanku buyar. Ada panggilan masuk. Ternyata itu dari Bagus. Aku sigap mengangkatnya.

Halo Ra.

Halo Gus ada apa?

Gue lagi di Jakarta neh. Gue ke rumah elo ya? Mau main. Bareng Anita juga, boleh ngga?

Boleh.

Ok gue sama Anita otw ke sana.

Setelah panggilan itu,

Aku langsung dandan untuk tampil cantik di depan Bagus. Aduh apa sih aku ini? Singkat cerita mereka sudah sampai rumahku.

"Hai Ra." Sapa Anita langsung memeluk erat. Akupun membalas pelukannya.

"Maaf ya Ra, mendadak datang ke sini." Basa-basi Bagus.

Deg. Hatiku kok berdebar?

"I-iya kok gapapa. Santai aja, Gus." Aku berusaha tenang.

"Kita mau ke mana nih?" Tanya Anita.

Eh... Apaan sih Anita? Aku aja udah lama ngga jalan sama Bagus.

"Terserah elo aja, gue sih ngikut aja." Jawab Bagus.

"Kita ke sini aja yuk." Seru Anita riang sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya.

"Boleh, menurut elo gimana Ra?" Bagus menatapku.

"Hm... b-boleh." Jawabku canggung.

Kami pun menuju ke lokasi yang dimaksud Anita.

Kami berjalan bersama menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Anita. Perjalanan diisi dengan percakapan ringan dan tawa, yang menghilangkan sedikit ketegangan di antara kami. Meskipun aku masih merasa canggung setelah sekian lama tidak berkumpul dengan Bagus, aku berusaha untuk menikmati momen ini.

Setelah beberapa menit berjalan, kami tiba di sebuah taman yang indah dengan pepohonan rindang dan bunga-bunga yang mekar. Anita berhenti di depan sebuah gazebo yang terlihat menawan. "Ini tempat favorit gue sekadar duduk, ngobrol and nikmatin suasana," katanya dengan senyuman.

Kami bertiga duduk di gazebo, menikmati suasana damai yang disuguhkan taman itu. Angin sepoi-sepoi membelai wajah kami, sementara nyanyian burung mengiringi kesunyian yang menyenangkan. Bagus memandangi pemandangan dengan tatapan yang terkesima, seolah menemukan ketenangan dalam keindahan alam ini.

"Guys, gue ke sana dulu ya." Kata Anita dan meninggalkan kami berdua.

Ketika Anita pergi dan meninggalkan kami berdua, suasana seketika menjadi hening. Rasanya ada kecanggungan di udara setelah momen yang mengharukan tadi. Namun, Bagus dengan cepat membuka keheningan dengan komentar yang mencairkan suasana.

"Tempatnya bagus ya, Ra."

"I-i-iya. Eh memang ini tempat punya kamu?" Pertanyaan bodoh meluncur dari mulutku.

"Hm... Bukan. Tempat ini bagus... nyaman. Bukan punya Bagus. Tapi suasana tempat ini bagus." Aku dan Bagus tertawa tersipu.

"Gue boleh nanya sesuatu?"

"Apa?"

"Elo mau ngga jadi pacar gue?"

What!!!

Bagus nembak aku. Ini serius?

"Hm." Aku salting, bingung mau ngomong apa.

"Hm maaf, Ra. Gue udah ngga tahan untuk nyimpen perasaan ini ke elo."

Ketika Bagus tertawa tersipu, aku tidak menyangka bahwa dia akan mengajukan pertanyaan yang mengejutkan seperti itu. Dalam kebingungan dan kekagetan, aku hanya bisa memberikan jawaban yang simpel.

"Hm," kataku, sambil merasa bingung dan tidak tahu harus berkata apa.

Bagus terlihat sedikit canggung setelah mengutarakan perasaannya. Bagus mengulang kalimatnya, "Maaf, Ra. Aku tidak tahan lagi untuk menyimpan perasaan ini padamu."

Aku merasa terharu dengan keberanian dan kejujuran Bagus. Namun, dalam keadaan yang seperti ini, aku merasa perlu memberikan jawaban yang jujur dan mempertimbangkan perasaanku sendiri.

"Mm... mau." Kataku menunduk.

Saat aku memberikan jawaban yang ragu-ragu kepada Bagus, tiba-tiba Anita datang pada saat yang tepat, memecah keheningan yang muncul di antara kami.

"Hey, apa yang terjadi di sini?" tanya Anita dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

Bagus dan aku saling pandang, tidak tahu harus menjawab apa. Aku merasa sedikit lega karena kehadiran Anita memberikan kesempatan untuk mengalihkan perhatian dari situasi yang rikuh ini.

"Aku... Bagus mengungkapkan perasaannya padaku," akhirnya aku menjawab, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Anita melihat ke arah Bagus, dan terlihat kebingungan dalam ekspresinya.

"Cie...sahabatku ini udah punya pacar baru nih. Idola SMA Tunas Bangsa lagi."ledek Anita memecah suasana.

"Apaan sih?"Aku tersipu malu. Anita dan Bagus sudah merencanakan ya?

"Kita kesana yuk." Ajak Bagus menunjuk satu tempat.

"Ayuk." Jawabku dan Anita bersamaan.

Hari sudah malam, tak terasa kami sudah lama di tempat ini.

"Ra, aku antar pulang ya." Kata Bagus.

Aku mengangguk dan pulang bersama Bagus setelah terlebih dahulu mengantar Anita.

Sesampainya di rumah,

Aku berdiri sebentar di pintu pagar. Kami tersenyum. Aku melambaikan tanganku ke Bagus dan langsung masuk ke dalam rumah. Itulah hariku hari ini. Hari yang bahagia untukku.

Secret Admirer The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang