Keesokan harinya di kampus,
Hari itu langit sedikit mendung, seolah-olah menangis tak berhenti. sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Tetesan air mata dari langit itu seakan mencerminkan perasaan Budi yang penuh penyesalan. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti ini. Dia menatapku tajam. Seperti ada yang mau ia jelaskan padaku. Dia menyimpan beban berat dalam hatinya, dan saat inilah waktunya untuk mengungkapkan semuanya.
Aku melihatnya duduk sendirian di bangku taman, tempat yang dia suka habiskan bersamaku waktu kami masih pacaran.
Kini, aku merasa jarakku dan budi terasa begitu jauh. Bukan hanya fisik, tapi juga emosi. Hatiku berdengkup sangat cepat.
Aku pun menghampirinya dengan langkah ragu. Wajahku masih menyimpan bekas luka perih yang telah ia lakukan padaku. Menerimanya menyelingkuhiku tidak mudah bagiku. Sikapnya yang begitu dingin dan angkuh penuh kebencian padaku selama ini. Aku duduk di sebelah Budi namun ada jarak yang membuatku dan dia terasa terpisah.
"Bud, lo kenapa? Ada masalah? Cerita aja sama gue." Tanyaku dengan suara lembut, namun raut mukanya menunjukkan ketidakpercayaan
Budi mencoba mengungkapkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.
" Ra, gue mau minta maaf." Ucapnya lirih, tapi terdengar jelas olehku.
"Soal apa?" kataku menatapnya dengan penuh kebingungan.
Budi menggengam erat tanganku, aku bisa merasakan keringat dingin menetes di pelipisnya.
"Gue mau minta maaf atas sikap gue selama ini ke loe. Gue tahu gue salah, gue telah membenci loe dan udah nyakiti loe dengan gue selingkuh dari loe dan dengan ucapan dan tindakan gue selama ini ke loe."
Aku terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca.
"Bud, gue... Hati gue masih sakit saat tau elo selingkuhin gue. Gue gak ngerti kenapa elo bisa berubah menjadi begitu dingin pada gue semenjak kejadian terakhir sebelum kita pada akhirnya putus."
"Gue tahu kok, gue gak sepantasnya minta maaf ke loe, tapi gue sekarang sadar, Gue menyadari bahwa kebencian gue pada loe itu sebenarnya adalah kebencian gue yang ada pada diri gue sendiri. Gue iri sama loe, Ra. Banyak yang sayang sama loe. Sedangkan gue, bokap gue gak pernah anggap gue ada. Jadi gue selalu menanggap kalo bokap gue itu gak ada. Semenjak nyokap meninggal, bokap gue berubah. Gue bingung kenapa loe masih selalu baik dan sabar ngehadapin gue. Maafin gue, Ra. Gue juga mau minta maaf sama bagus. Gue udah salah sama dia."
Budi pun menceritakan kejadian yang terjadi di SMA.
Pada saat itu di SMA Tunas Bangsa,
Saat itu sedang kelas kosong, Bagus masuk ke kelas dan menenangkan teman-teman kelasku.
"Guys, hari ini bu Ningsih gak masuk. Jadi kita Cuma dikasih soal nih. Gak banyak kok Cuma 3 soal." Kata bagus sambil tersenyum.
"Ra, tolong tulisin di papan tulis ya soalnya." Lanjutnya.
Akupun berdiri dari bangkuku dan mengambil buku kecil yang diberikan guru matematikaku ke Bagus.
Deg...
Jantungku berdengup tak karuan. Degupan jantungku semakin cepat saat aku berjalan menuju papan tulis. Entah mengapa, rasanya ada yang aneh pada buku kecil itu. Aku merasa cemas sekaligus penasaran. Tapi tanpa berpikir panjang, Soal—soal itu harus segera aku tuliskan di papan tulis.
Ketika aku sudah sampai di depan kelas, kulihat dari kejauhan Bagus dan budi yang tiba-tiba keluar dari kelas. Ada apa sebenarnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer The Truth
RomanceSatu tahun telah melintas, Bagus kembali ke dalam kehidupan Aura setelah menghilang tanpa berita. Apakah romansa Budi dan Aura akan kandas setelah kembalinya Bagus? Apa yang membawa Bagus ke sini? Apakah menjadi petaka cinta? Atau bahkan sebaliknya...