Keesokan harinya, setelah selesai kuliah, aku langsung pergi ke rumah sakit dengan harapan melihat perkembangan yang baik pada Budi hari ini. Sesampainya di rumah sakit, aku bergegas menuju ruangan Budi untuk memeriksanya.
Aku membuka pintu kamar Budi dengan hati yang berdebar. Saat masuk, aku melihat Budi sedang duduk di tempat tidur dengan ekspresi yang tenang. Dia terlihat lebih terjaga dan fokus dibandingkan sebelumnya.
"Bagaimana keadaan kamu sekarang?"Aku bertanya pada Budi.
"Jauh lebih baik. Aku udah mulai bisa ngingat semuanya. Meskipun masih beberapa aku ngga ingat. Tapi itu baik kan, Ra?"
Dia memanggil namaku lagi. Sudah lama rasanya aku tidak mendengar itu dari mulutnya, dari kemarin dia bilang "alienku" mulu sih.
"Baguslah Bud, kalo begitu. Oh iya katanya Anita, bagus dan Annisa akan ke sini nanti buat jenguk kamu."
"Mereka siapa?"
"Mereka teman satu SMA kita dulu. Kita satu SMA dulu sama mereka. Kamu ingat kan?"
"Ngga."
"Ya udah ngga usah dipaksa... nanti kamu ingat sendiri kok dengan mereka."
Singkat cerita, Bagus, Anita, dan Annisa akhirnya sampai di rumah sakit. Kami berteman sejak SMA dan ingin memberikan dukungan pada Budi dalam proses pemulihan ingatannya.
Ketika mereka masuk ke kamar, Budi memandang mereka dengan wajah yang masih tampak bingung, tapi ada ekspresi yang penuh kehangatan dan kegembiraan melihat teman-temannya.
Aku merasa lega melihat kedatangan mereka, karena aku tahu bahwa kehadiran teman-teman yang akrab dapat membantu membangkitkan kenangan dan memberikan dukungan emosional kepada Budi.
"Hei bro... gimana keadaan elo?" Sapa Bagus.
"Udah membaik meskipun masih beberapa gue belum ingat sih, tapi semoga secepatnya gue bisa ingat kalian lagi."
"Gue kaget lho Bud, pas denger kabar dari Aura soal elo. Gue langsung buru-buru pesen tiket kereta ke Jakarta. Gue takut elo kenapa-napa." Kata Anita.
"Sama Bud, gue juga begitu dengar kabar dari Anita dan Bagus. Gue langsung pesen tiket kereta buat hari ini ke Jakarta. Padahal mestinya hari ini gue kuliah siang ini. Jadinya bolos deh, hehe." Jawab Annisa.
Laura, Retno dan Bono juga sampai di rumah sakit. Dan langsung masuk ke kamar. Laura, dengan ekspresi geram, langsung mengeluarkan keluhan.
"Gila elo Bud, elo bikin kita semua panik." Keluh Laura.
"Iya nih, gue aja kaget pas Aura telpon gue, kabarin soal elo." Tukas Retno.
"Iya bro, cepat sembuh ya." kata Bono.
"Thanks guys, doanya. Meskipun gue belum begitu ingat sama kalian semua sih. O iya kalian bertiga siapa ya?"
"Oh gue Laura, ini Retno, dan dia Bono. Kita teman satu kampus elo. And, satu SMA juga kok, hehe." Jawab Laura memperkenalkan dirinya.
"Oh gitu maaf ya guys, gue belum bisa kenalin kalian semua, kecuali Aura."
"Ngga apa apa kok. Bud, jangan dipaksain, santai aja sama kita mah.." kata Bono.
Kami semua duduk bersama dan mulai mengobrol, mencoba menciptakan suasana yang positif dan menyenangkan di kamar. Meskipun terdapat sedikit ketegangan pada awalnya, aku berharap bahwa kehadiran teman-teman sejati di sekitarnya akan membantu Budi dalam pemulihan ingatannya. Bersama-sama, kami berkomitmen untuk saling mendukung dan menghadapi perjalanan ini bersama-sama.
"Ya udah kalo gitu, kita pamit ya. Cepet sembuh Budi." Kata ku pamit.
"Ra, tunggu." Cegah Budi sambil memegang tanganku.
Bagus yang melihatnya langsung melepaskannya.
"Maaf bro sebelumnya, dia pacar gue."
"Oh maaf Gus... Gue boleh ngomong berdua dulu kan sama Aura?" Pinta Budi memelas.
"Boleh, tapi jangan lama-lama." Jawab Bagus.
Apa yang akan dibicarakan oleh Budi sama aku ya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer The Truth
RomanceSatu tahun telah melintas, Bagus kembali ke dalam kehidupan Aura setelah menghilang tanpa berita. Apakah romansa Budi dan Aura akan kandas setelah kembalinya Bagus? Apa yang membawa Bagus ke sini? Apakah menjadi petaka cinta? Atau bahkan sebaliknya...