Keesokkan harinya, di Minggu pagi yang cerah,
Setelah menghabiskan buburku beberapa menit yang lalu, aku tiba-tiba merasakan kantuk yang luar biasa, terlebih lagi karena aku ikut menonton youtube bersama adikku Dinda. Perlahan kesadaranku memudar dan tertidur dengan pulas. Aku itu memang tipikal orang yang kebluk: kalau tidur gak akan bangun meskipun ada kebakaran. Jadi, walau jalan yang dilalui mobil penuh bebatuan, bahkan jika harus melewati gunung dan lembah, kalau aku sudah pulas maka aku tidak mudah dibangunkan. Aku tenggelam dalam mimpiku. Masuk ke masa SMA dulu.
Pagi itu di SMA Tunas Bangsa, pada saat masih kelas 10. Tidak seperti biasanya, aku datang ke sekolah sepagi ini. Hanya ada beberapa murid yang terlihat sedang piket di dalam kelas. Mataku tertuju pada Bagus yang sedang berjalan menuju kelas. Rasanya aku ingin menyapanya. Tiba-tiba saja dia memanggil namaku,
"Aura..."
Aku tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya. Baru kali ini aku di sapa sama seorang Bagus.
Aku segera membersihkan sampah-sampah yang tersisa. Karena kemarin kebetulan aku tidak piket. Bagus yang melihatku langsung sigap membantuku.
"Sini, Ra. Gue bantu."
Aku pun mengangguk dan Bagus pun membantuku.
Selesai piket aku menyusul Laura, Retno, dan Anissa di kantin. Anita tidak gabung karena dia sedang ada praktek di laboratorium untuk mengerjakan tugas kelompok pelajaran biologi.
"Gue pengen tanya sesuatu deh sama kalian." Kata Laura
"Tanya aja." Kata Retno
"What do you think about Bagus?" Tanya Laura kepada mereka semua.
Aku yang mendengar kata Bagus langsung bertingkah tak karuan.
"Baik." Kata Anissa singkat.
"Kelihatannya dingin ya ke semua orang?" Tanyanya lagi.
"Hm... menurut gue dia dingin ke beberapa orang aja sih." Kata Anissa
"Elo suka ya sama Bagus?" tanya Retno to the point.
Sesekali mata mereka tertuju padaku karena mereka semua tahu bahwasannya aku suka Bagus. Aku juga suka cerita soal Bagus ke mereka.
"Ngga lah.... Masa iya gue suka sama Bagus. Ntar teman gue ada yang broken heart lagi." Ledek Laura padaku.
Aku tersipu malu.
"Gue mau beli minuman dulu ya." Kataku pamit tiba-tiba.
Aku sudah tidak kuat lagi, aku memutuskan untuk pergi dari sana dan membeli minuman meskipun aku tidak haus.
Di muka stand minuman, aku berpas-pasan dengan Bagus. Bagus menyapaku dengan senyuman. Aku menatapnya. Bagus menahan tanganku ketika ia melihat reaksiku
"Kenapa, gus?" kataku malu sambil menunduk.Bagus enggan menjawab. Baru kali ini dia menyentuhku, tanganku. Bagus melepas genggaman ku sebelum teman-temanku melihatnya. Aku kembali menghampiri teman-temanku tanpa melihat Bagus yang masih mematung di tempat. Bagus memerhatikan punggungku yang semakin menjauh darinya.
Tiba-tiba ada yang mengguncang-guncang belakangku. Ayah dan ibuku berusaha membangunkanku di tengah tidurku yang pulas. Ah, lenyap mimpiku...
"Aura susah dibangunkan ya, yah?" Kataku mengucek-ngucek mata. "Ada apa Bu?"
"Tukang bubur di depan dari tadi nungguin mangkok buburnya. Ternyata malah kamu ajak tidur. Sana kasih, kasihan abang tukang bubur itu mau jalan lagi. Kamu malah menghalangi rejeki orang." Sahut Ibu. Dinda dan Kak Dimas tertawa ngakak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer The Truth
Roman d'amourSatu tahun telah melintas, Bagus kembali ke dalam kehidupan Aura setelah menghilang tanpa berita. Apakah romansa Budi dan Aura akan kandas setelah kembalinya Bagus? Apa yang membawa Bagus ke sini? Apakah menjadi petaka cinta? Atau bahkan sebaliknya...