👙Part 14👙

1.6K 23 1
                                    

happy reading👙

"Gab?" panggil Zavier seraya menyusul Gabby yang berjalan menuju dapur.

"Gab, lo marah karena chat Elea?"

Gabby diam tidak menjawab. Ia memilih untuk masak makan malam untuknya. Karena sejak siang ia belum makan apapun. Tadinya ia ingin makan bersama Zavier, tapi sepertinya lelaki itu sudah makan bersama kekasihnya.

"Lo beneran marah?"

Mata Gabby menatap Zavier, lantas tersenyum. "Nggak. Lagipula gue nggak ada hak buat marah kan?"

"Gue?"

"Ya, gue. Kamu sendiri juga pake panggilan itu lagi, kan? Jadi nggak ada salahnya balik ke asal."

"Gab, sorry. Aku nggak sadar panggil kamu-"

"Nggak usah dipaksain, Zav. Kalo kamu memang nggak nyaman, ya udah."

"Maksud aku bukan gitu, Gab. Aku minta maaf ya?"

Gabby bungkam dan memilih sibuk dengan kegiatannya. Sadar melihat Gabby yang tengah mengolah sesuatu, Zavier berinisiatif bertanya.

"Kamu belum makan?" tanya Zavier yang masih didiamkan oleh Gabby. "Makan di luar sama aku, mau?"

"Makanan aku udah jadi. Kalo kamu mau makan di luar, pergi aja." Gabby mengambil piring yang sudah terisi, lalu melangkahkan kakinya menuju meja makan.

"Masa sendiri," ucap Zavier mengikuti langkah istrinya.

"Ajak pacar kamu lah."

Terdengar Zavier menghela napasnya. "Kamu kenapa sih? Cemburu sama Elea?"

Gabby mendengus. "Ngapain cemburu? Kan dia pacar kamu. Lagipula aku nggak ada hak buat urusin hubungan kalian berdua."

Ketika Zavier akan mengeluarkan suaranya kembali, Gabby menatap datar lelaki itu.

"Bisa biarin aku makan?" Akhirnya Zavier membungkam mulutnya dan membiarkan Gabby menyantap makanannya.

Lelaki itu hanya diam memperhatikan setiap gerak Gabby. Sudut bibirnya terangkat. Kenapa Gabby terlihat lebih cantik malam ini, batinnya.

Gabby sadar jika ia tengah diperhatikan, namun ia memilih mengabaikannya. Sebenarnya ia kikuk sendiri karena diperhatikan oleh Zavier.

Dengan cepat, Gabby menghabiskan makanannya dan langsung menyimpan piring kotor tersebut di wastafel.

"Kamu besok ada kelas jam 10, kan? Mau aku anter?" Tiba-tiba saja Zavier berkata demikian seraya mengikuti langkah Gabby memasuki kamar.

Alis Gabby terangkat, ia menatap Zavier. "Itu jadwal kelas Elea kali." Zavier diam. "Aku mau ke Bakery besok," lanjut Gabby.

"Aku anterin ya?" tawarnya.

"Nggak perlu. Lagian kamu masuk pagi. Jadi nggak perlu repot-repot."

"Kamu ke Bakery mau jam berapa emang?"

"Sembilan."

"Ya udah, aku anterin. Aku masuk yang kelas kedua aja kalau nggak keburu."

"Aku bilang nggak perlu, Zav. Kenapa sih kamu keras kepala banget?"

"Aku cuma mau jadi su-"

"Stop bersikap kayak gitu, Zav. Kamu nggak perlu kasian sama aku. Aku nggak butuh belas kasihan kamu. Jadi stop bersikap baik."

Setelah mengatakan seperti itu, Gabby membaringkan tubuhnya di ranjang. Zavier hanya menatap Gabby lurus.

"Kalo itu mau lo ... fine, gue turutin. Emang lo tuh harus hidup sendiri. Lo nggak butuh gue, nggak butuh siapa pun di hidup lo itu."

Zavier langsung keluar dari kamar dan menutup pintu kasar hingga membuat Gabby terperanjat kaget. Terlebih mendengar semua ucapan Zavier yang cukup menyakitkan. Tapi Gabby sudah siap, ia ingin mempersiapkan diri. Dirinya tidak ingin bergantung pada Zavier yang jelas-jelas tidak akan mungkin memilihnya nanti.

Tanpa sadar Gabby menitikkan air matanya. Lo harus mulai terbiasa sendiri, Gab, batinnya. Apalagi mengenal perangai Zavier yang pasti tidak akan mementingkan kehadiran Gabby setelah lelaki itu memiliki orang yang dicintainya.

Tiba-tiba ponsel di atas nakas berdering. Ternyata ponsel milik Zavier. Tadinya Gabby tidak akan mengangkat telepon tersebut, tapi karena terus berdering, akhirnya Gabby meraih ponse Zavier. Ternyata telepon dari Herma.

"Ha-"

"Halo, Zav. Boleh tolong anter Mami ke Rumah Sakit? Zira demam. Pak Andre juga lagi pulang kampung."

"Halo, Mam. Ini Gabby."

"Oh iya, Gabby. Maaf, Mami kira Zav. Zav nya ada? Bisa kasih hp nya ke Zav?"

Gabby bingung harus menjawab apa. Ia tidak mungkin mengatakan jika mereka tengah berselisih paham.

"Zav lagi keluar dulu, Mam. Hp nya lupa dia bawa."

"Dari kapan perginya ya, Gab? Kira-kira balik kapan?"

"Gabby kurang tau, Mam." Terdengar Herma mengembuskan napasnya di seberang sana. "Mau Gabby aja yang antar Mami?"

"Nggak repotin kamu? Takutnya kamu mau istirahat," ucap Herma.

"Nggak kok, Mam. Ini kebetulan Gabby juga belum ngantuk. Gabby langsung ke situ ya, Mam."

"Ya sudah kalau begitu. Terima kasih, Gab."

Setelah menutup panggilannya, Gabby langsung meraih jaket miliknya yang ia gantung di kastop kamar. Perempuan itu mengambil kunci mobil Bundanya yang ia simpan di laci nakas.

tbc👙

Deapest Fall [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang