👙Part 25👙

2K 39 2
                                    

happy reading👙

"Mau ikut?" tanya Zavier yang tengah bersiap itu.

"Ngapain?" Malas Gabby sembari memainkan ponselnya.

Zavier duduk di samping ranjang; di samping istrinya. "Ketemu Papi. Kamu juga udah lama nggak ketemu papi. Pas kita nikah pun papi nggak ada."

"Papi kamu nggak undang aku buat datang sama kamu kok, Zav. Jadi ya udah kamu sendiri aja yang ke sana."

"Ya nggak apa-apa, kan sama aku datangnya."

Gabby memutar bola matanya malas. "Udah sana pergi. Mami pasti udah masak sarapan buat anak kesayangannya."

Akhirnya Zavier hanya menghela napasnya. "Ya udah kalau gitu. Aku pergi, ya? Kalau kamu mau kesana, datang aja." Gabby hanya bergumam saja.

Sebelum keluar dari kamar, Zavier menyempatkan diri untuk mencium bibir dan dahi Gabby.

"Oh iya, Aleeza jadi ke sini?" tanya Zavier ketika ingat bahwa Gabby mengatakan jika Aleeza akan berkunjung ke rumah mereka.

Gabby mengendikkan bahunya. "Dia belum ngabarin lagi."

Zavier mengangguk. "Aku pergi." Setelah itu Zavier benar-benar keluar dari kamar meninggalkan Gabby yang asik menonton.

Tanpa Zavier ketahui, Gabby merasa jika orang tua lelaki itu sedikit menjaga jarak darinya. Bahkan Herma yang biasanya selalu mengajaknya ini itu pun sekarang menjadi tak acuh. Menghubungi Gabby pun jika putra sulungnya itu tak bisa dihubungi. Setelah kepergian sang Bunda, Gabby merasa semua telah berbeda. Namun ia kembali berpikir, mungkin hanya perasaannya saja.

Ponselnya berdering, terdapat panggilan masuk dari Aleeza.

"Halo, Ley?"

"Sel, hari ini jadi?" tanya Aleeza di sebrang sana.

"Ya elo-nya jadi apa kagak? Gue ngikut aja."

"Yeee si monyet."

"Kenapa emangnya?"

"Nih bokap gue balik anjir. Mana bawa orang yang katanya calon gue. Gila kali ya tuh bapak-bapak satu," bisik Aleeza.

Gabby bisa membayangkan wajah sebal sahabatnya itu.

"Ya udah nggak apa-apa kalau nggak jadi."

"Yah, Sel. Masa kagak jadi? Gue udah lama kagak ketemu lo nih."

"Terus gimana?"

"Kita ke luar aja. Soalnya gue di suruh bawa tuh manusia satu," rutuknya.

Gabby terkekeh. "Gue jadi obat nyamuk dong?"

Terdengar Aleeza berdecih. "Gue udah ajak Fenly. Jadi lo tenang aja. Soalnya gue butuh Fenly buat pura-pura jadi cowok gue."

"Sialan," tawa Gabby.

"Gue pinjem dulu laki lo bentar, ya?"

"Udah bukan cowok gue, Ley," ucap Gabby mengingatkan.

"Lah iya juga. Tapi nggak apa-apa, gue minta ijin ke lo yang jadi mantannya."

"Monyet, udah sana lo sama laki bawaan bokap lo aja."

"Anjing lo, Gab."

"Udah ah, gue mau siap-siap dulu."

"Oke-oke. Lo ntar gue jemput atau ketemu di sana aja?"

"Jemputlah boleh."

"Nggih ndoro." Setelah itu Aleeza menutup teleponnya.

Gabby menggelengkan kepalanya merasa takjub dengan segala tingkah sahabatnya yang satu itu. Sudah tak aneh lagi jika Aleeza dikenalkan dengan lelaki. Dan sudah tidak aneh lagi jika gadis itu pun menolak dengan segala cara.

👙👙👙

Suara dering ponsel mengisi kesunyian kamar yang hanya ditempati Gabby. Sedari tadi ponsel itu tidak berhenti berdering.

"Zavier kebiasaan banget sih," rutuknya seraya mengambil ponsel Zavier yang terselip di sofa kamar mereka.

Ternyata panggilan dari kekasih lelaki itu, Elea. Banyak sekali panggilan tak terjawab dari Elea.

Gabby mengambil tas serta ponselnya. Sembari menunggu jemputan Aleeza, Gabby akan mampir terlebih dahulu ke rumah orang tua Zavier untuk memberikan ponsel lelaki itu. Takutnya ada telepon penting.

"Eh, Neng Gabby. Udah lama Mamang nggak liat Neng Gabby. Gimana kabarnya, Neng?" tanya Ucep, satpam keluarga Zavier.

Pria dengan keriput di wajahnya itu menyambut hangat kedatangan Gabby.

"Sehat, Mang. Mamang sendiri gimana?"

"Wah alhamdulillah sekali Mamang sehat walafiat. Apalagi liat Neng Gabby, langsung semangat Mamang," candanya yang disambut gelak tawa Gabby.

"Mamang ini bisa aja." Mereka tertawa. "Zav masih di dalam kan, Mang?"

Ucep mengangguk. "Masih, Neng. Langsung masuk aja."

"Oke, Mang. Makasih, ya?"

Lalu Gabby berjalan masuk ke dalam rumah keluarga suaminya itu. Rumah besar yang hanya dihuni beberapa orang itu terasa sunyi.

Gabby mencari keberadaan suaminya. Namun ia tidak melihat tanda-tanda.

"Mbak cari Mas Zavier?" tanya seseorang di belakang Gabby yang membuat gadis itu tersentak kaget.

"Iya, Bi. Bi Tiyas liat nggak?"

"Mas Zavier lagi di ruang kerjanya Bapak, Mbak. Baru aja Bibi anterin kopi buat mereka berdua. Kayaknya lagi ngobrol penting. Coba Mbak samperin aja."

"Makasih infonya, Bi." Setelah mendapat info keberadaan sang suami, Gabby langsung membawa langkahnya menuju ruang kerja Wiza; papi Zavier.

Tiba di depan pintu, tangan Gabby yang akan mengetuk itu tertahan di udara ketika ia mendengar sebuah suara dari dalam. Kalimat yang keluar dari mulut itu menghentikan pergerakannya.

"Dia bukan perempuan baik-baik, Zavier. Bahkan Ayahnya sendiri saja pergi meninggalkan dia dengan Ibunya." Terdengar suara milik Wiza.

Alis Gabby bertaut. Siapa yang sedang mereka bahas?

"Papi kenapa jadi gini sih?" tanya Zavier tak terima.

"Saya seperti ini karena peduli dengan masa depan kamu."

"Pi ...."

"Selama ini saya hanya mengijinkan kamu berteman saja dengan dia, bukan menikahinya."

Gabby tertegun, ternyata dirinyalah yang tengah dibahas.

"Kamu juga, apa kamu nggak punya pikiran sampai menikahkan anak saya sama perempuan itu?!"

"Ini bukan salah Mami. Zavier sendiri yang mau nikah sama Gabby."

"Karena permintaan konyol ibunya, iya?"

Napas Gabby tersendat mendengar kalimat yang dilontarkan Wiza. Dari dulu ia tahu jika Wiza tak terlalu merespon dirinya, karena lelaki itu pun jarang ada di rumah. Tapi hari ini, perkataan lelaki berumur itu sangat melukai hatinya.

Dan juga, Ayahnya tidak meninggalkan mereka dengan buruk. Ayahnya itu meninggal karena kecelakaan. Itulah yang selalu Elia katakan padanya semasa kecil.

"Omongan Papi makin ngaco."

"Kalau ibunya itu takut tentang biaya hidup dia, Papi sendiri yang akan kasih kehidupan yang lebih dari ini. Tapi kamu harus ceraikan dia."

"Papi keterlaluan tau, nggak? Tau apa sih Papi tentang hidup Zavier selama ini?"

"Saya tahu semuanya. Termasuk tentang kekasih kamu itu. Lebih baik kamu menikahinya, ketimbang menikahi Ansellia."

tbc👙

omggggg, update dulu kitaa wkwk. nih sbnrnya aku dah ngetik dri minggu kmren. tp sibuk krja, jdi bru aku bresin hari ini wkwk

smoga sukakkk

Deapest Fall [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang