Seharusnya Zee tidak berharap lebih saat malam itu, seharusnya Zee juga punya fikiran bahwa Ashel belum tentu menerima nya.Zee memang terlihat tidak begitu peduli, tapi fikirannya masih penuh dengan pertanyaan mengapa Ashel tidak menerima nya.
Acara makan malam kemarin terus berlanjut, namun yang seharusnya dengan suasana bahagia berubah menjadi suasana yang sangat canggung. Keduanya berusaha tetap berbincang seperti biasanya, namun tetap rasa canggung itu terasa kental oleh keduanya.
Selama di perjalan pulang pun hanya terdengar suara musik yang diputar dari radio, Zee fokus menyetir dan Ashel fokus menikmati pemandangan dari arah luar mobil.
Keduanya masih tidur di kamar yang sama, namun selama tidur mereka saling memunggungi satu sama lain.
Waktu telah menunjukan pukul enam pagi, Ashel terbangun karena terdengar dering alarm yang bunyi dari handphone nya. Saat ia mematikan alarm di handphone nya, ia menoleh dan tak mendapati Zee disebelahnya.
Karena tak melihat Zee di sampingnya, ia pun bangun dari tidurnya lalu berjalan keluar kamarnya.
"Zee." panggil Ashel saat melihat Zee yang sedang sibuk memainkan ipadnya di sofa ruang tengah.
"Kenapa Sha?" tanya Zee saat mendengar Ashel memanggilnya.
"Ngga, aku kira kemana." jawab Ashel, ia berjalan menuju sofa dan duduk di sebelah Zee. "Emm, btw Zee aku mau minta maaf ya soal semalem." Zee yang sedang fokus pun tiba - tiba menghentikan pergerakannya.
"Kaya lebaran maaf mulu." ujar Zee tanpa melihat Ashel sama sekali. "Gapapa kali, Sha." lanjut Zee lalu kembali menggerakan tangannya mengerjakan sesuatu di ipad nya.
"Zee." panggil Ashel lagi. Kini, Zee menoleh sambil tersenyum. "Kita masih sahabatan kan?"
Zee terkekeh mendengar pertanyaan konyol Ashel. "Masih lah, masa musuhan kaya anak kecil." jawab Zee lalu menepuk bahu Ashel. "Ohh iya aku bikin sarapan tadi, di meja makan tuh, makan ya."
•••
Selama mata kuliah ini berlangsung, Ashel sangat tidak fokus. Fikirannya bercabang, banyak hal yang Ashel fikirkan saat ini. Tentang ia yang menolak Zee semalam, tentang masa depannya, tentang—ah sepertinya terlalu banyak jika harus disebutkan satu persatu.
Bukan kemauan Ashel untuk menolak Zee semalam, namun itu seperti sebuah keharusan yang terlintas di otaknya. Lebih baik ia menyakiti Zee diawal seperti saat ini, daripada nanti ia menerima Zee lalu ia menyakiti Zee di masa yang akan datang.
"Shel, kenapa sih lu? ngelamun terus." tanya Indah yang duduk bersebelahan dengan Ashel.
"Hah? ngga ah, gue lagi merhatiin dosen." jawab Ashel.
"Merhatiin dosen gimana, tatapan lu aja kosong." Indah bukan anak kecil yang bisa dibohongi, Indah bisa membedakan mana tatapan memperhatikan mana tatapan kosong melamun.
"Sotoy lu, orang gue merhatiin dosen."
Indah menghela nafas dan mendelikan matanya. "Terserah deh Shel, dipikir gue anak kecil apa."
"Eh Ndah, nanti malem minum yu."
"Kan, gue bilang apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
i'm here
Teen FictionZee menyukai Ashel, begitupun sebaliknya. Keduanya mempunyai rasa yang sama, namun disaat Zee menyatakan perasaan dan meminta Ashel untuk menjadi kekasihnya, Ashel menolak dengan alasan yang tidak jelas. Kira-kira apa yang membuat Ashel menolak Ze...