31. Belum sembuh✓

2.7K 288 33
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.


"Gimana? Udah mendingan?" Salma bertanya.

Rony mengangguk, tenaganya seperti dikuras habis karena terus berteriak tadi. Ia tidak menduga kalau Salma lebih menakutkan daripada ibu-ibu tukang urut yang mamanya panggil kemarin.

"Yaudah kalau gitu, kakak ke atas ya," pamit Salma dibalas anggukan oleh keduanya.

Nabila tertawa, kasihan sekali laki-laki di sampingnya ini.

"Muka kamu pucat banget," komentar Nabila.

"Kak Salma sadis banget Nab, buset. Gak lagi-lagi deh gue kayak gini," keluh Rony. Wajahnya memelas sambil terus menggerakkan pergelangan tangannya memutar.

"Tapi gak begitu sakit lagi kan?" tanya Nabila.

"Iya sih, tapi tetep aja tadi itu rasanya nyawa gue kayak ditarik paksa," keluhnya. Nabila tersenyum tipis, lalu beranjak dari duduknya.

"Mau kemana?" tanya Rony.

"Bentar," jawab Nabila. Gadi itu berjalan ke dapur, mengambil kotak P3K kemudian kembali ke ruang tengah.

"Ngapain?" tanya Rony lagi. Ia memandang Nabila heran, apalagi saat tangannya diambil untuk di perban.

"Aku perbanin aja ya, sekalian jaga-jaga juga, siapa tau nanti tiba-tiba kepentok lagi," ucap Nabila.

"Thanks Nab," kata Rony. Pemuda itu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa, sesekali melirik Nabila yang masih fokus pada tangannya.

"Nabila," panggil Rony.

"Hm?" respon Nabila tanpa melihat ke arah Rony.

"Menurut lo, gue gimana? Kelihatan gak peka kah?" tanyanya tiba-tiba. Nabila sampai berhenti melilitkan perban pada tangannya karena kaget + bingung.

"Maksud kamu?" tanyanya balik. Mencoba untuk mengulik sesuatu secara halus.

"Menurut lo, gue beneran gak tau apa-apa soal Anggis?" tanya Rony jelas.

Nabila terdiam lama untuk itu. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun sampai tangannya selesai melilit perban.

"Aku gak tau. Karena aku gak punya kemampuan read minds kayak di novel-novel fantasi. Lagian harusnya kamu sendiri yang tau jawabannya kan?" timpal Nabila berusaha tetap netral.

"Mungkin aku cuma bisa pesan satu hal, 'komunikasi' karena kesalahpahaman itu racun mematikan," lanjut Nabila bersamaan dengan selesainya perban di tangan Rony.

"Bukannya lo sama Paul bilang gue gak peka ya?" tanya Rony. Ia masih ingat ketika Paul membisikkan sesuatu pada Nabila waktu itu.

Nabila menatap Rony dengan ekspresi tak yakin, "emang iya ya?" tanyanya balik.

Perihal luka [ Sudah Tersedia Di Shopee! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang