36. Pengorbanan✓ [END]

3.1K 352 131
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.


Nabila meluruh ke lantai dengan tangan yang menempel di pintu kaca ICU. Matanya bergetar, menatap kakaknya yang terbaring di dalam sana.

"Kak Salma.." lirihnya.

"Nabila..bangun, jangan begini. Kita tunggu dokternya keluar dulu ya, Salma pasti baik-baik-baik aja. Percaya sama tante, kamu harus kuat.." hiburnya.

Air mata Nabila berjatuhan, isakannya pun kembali terdengar meski samar.

"Kenapa kalian selalu nyuruh aku kuat, seakan-akan di dunia ini cuma berputar di kata itu. Aku capek tante.." lirih Nabila. Ia menoleh, memperlihatkan bagaimana wajahnya yang kacau.

"Batin aku capek..semua hal yang ada di dunia ini bikin aku capek..." ucapnya serak.

"Kenapa aku gak di biarin untuk istirahat sebentar aja? Kenapa aku selalu di serang terus menerus kayak gini? Aku gak kuat tante.."

Dewi. Wanita itu membisu.

Nyatanya, manusia memang tidak akan pernah mengerti jika belum merasakannya.  Mereka hanya akan terus menghibur kita dengan kata 'kuat' tidak peduli sebanyak apa air mata yang kita keluarkan, dan selelah apa batin kita.

Mungkin semua orang memang punya luka dalam hidupnya. Tapi, tidak semua orang kuat untuk menjalaninya.

"Aku cuma butuh kak Salma tante..aku gak butuh yang lain.." ucap Nabila.

Bertepatan dengan itu, pintu ICU terbuka.
Dokter keluar dari sana dengan wajah yang kurang baik.

Nabila bangun, kemudian segera menghampiri dokter tersebut sembari tangannya terangkat untuk memegang gaun medis yang dokter itu kenakan.

"Dokter..kakak saya gimana? Gak parah kan?" tanyanya di sertai air mata.

Semua orang mendekat, menanti jawaban dokter tersebut.

"Dokter jawab..Kakak saya gimana.." desak Nabila.

"Nabila, dokternya bingung kalau kamu kayak gini.." ujar Paul menenangkan.

"Cedera di kepalanya tidak terlalu parah. Namun kemungkin besar dia akan mengalami kebutaan." ujarnya memberitahu.

Nabila semakin mengeratkan pegangannya. "Mata saya..ambil mata saya dokter.." ucapnya tanpa pikir panjang.

"Nab!" tegur Anggis.

"Nab, kita masih sekolah. Kalo lo buta, gimana caranya lo banggain kak Salma?" ujar Rony.

"Selain itu, gak ada lagi kan dok? Saya bisa cari pendonor mata sekarang." ujar Hendra. Om Nabila.

"Daripada pada itu, sebaiknya bapak mencari pendonor jantung terlebih dahulu untuk pasien. Kita harus segera menindak lanjuti hal ini, karena kalau tidak—kami para tim medis tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Jantung pasien mengalami kebocoran, ini akan fatal jika kita terlambat sedikit saja." jelasnya.

Perihal luka [ Sudah Tersedia Di Shopee! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang