10. Jangan terlalu baik✓

3.5K 329 29
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.

Upacara bendera berlangsung sejak 15 menit yang lalu. Kini seluruh siswa melakukan penghormatan pada sang merah putih yang sedang dalam proses pengibaran di atas sana. Diiringi lagu indonesia raya, oleh siswa-siswi yang tergabung pada kelompok paduan suara.

Dibarisan paling depan, ada Nabila yang tengah menyipitkan mata menghindari panasnya matahari. Jujur, wajahnya sudah seperti terbakar sekarang, ia tidak tau kenapa cuaca hari ini begitu terik dibanding hari sebelumnya. Dibilang tahan, tidak juga. Kalian tahu? Ia rasanya ingin langsung berlari ke barisan belakang dan duduk di tempat berteduh, tapi sayangnya tidak mungkin. Itu terlalu kurang ajar bukan, di momen penghormatan seperti ini?

Berbeda dengan Nabila, Anggis justru berdiri di barisan kedua dari belakang. Itu karena tinggi gadis itu yang menguntungkannya terhindar dari terik matahari. Sesekali Anggis mencuri pandang kearah Nabila, melihat bagaimana sahabatnya berperang dengan hawa panas, sementara dirinya tampak begitu santai.  kadang-kadang ia ikut meringis, tidak bisa dibayangkan jika mereka bertukar posisi. Mungkin PMR akan langsung bekerja 5 menit setelah upacara berjalan.

Anggis melirik Paul lewat ekor matanya, siapa yang lebih santai dari pria itu? Berdiri paling belakang, dengan barisan lebih panjang dari perempuan. 'Wah, bener-bener santai dia' batin Anggis iri. Selanjutnya, ia menatap ke arah Rony yang
berdiri di barisan ke 4, dari sini, ia bisa melihat pria itu sudah di banjiri oleh keringat. Kedua telinga, juga lehernya pun sudah berubah warna. Lagi-lagi Anggis meringis kecil, dalam posisi hormat seperti sekarang, ia yakin Rony kesulitan.

"Gis," panggil salah satu teman kelasnya yang berdiri sebelum dirinya.

"Apa?" jawab Anggis berbisik.

"Kayaknya gue mau pingsan deh sumpah." ucapnya pelan.

"Ha? Jangan lah. Jangan dulu, Tunggu benderanya sampai atas, Bentar lagi selesai itu," cegah Anggis. Ia membantu menahan bobot tubuh teman kelasnya tersebut sampai aba-aba penghormatan selesai. Baru setelahnya ia memanggil anggota PMR yang berbaris di belakang.


Sekarang  tiba waktunya kepala sekolah untuk memberikan pidatonya. Sebagian dari banyaknya barisan siswa-siswi mulai mengeluh, bahkan mulai ada yang pura-pura sakit, pingsan, dan sebagainya.

Nabila menunduk, penglihatannya gelap karena terlalu lama terpapar matahari. Ia mengedip berulang kali, berusaha agar dapat kembali melihat secara normal, namun sepertinya memerlukan sedikit waktu lebih lama.

Rony yang melihat Nabila seperti itu, sontak merasakan ada peluang yang bisa membuatnya terhindar dari pidato memuakkan kepala sekolah di depan.

Perihal luka [ Sudah Tersedia Di Shopee! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang