31

316 37 9
                                    

Penyiksaan terhadap Draco sudah berakhir sejam lalu, itu juga karena di bantu 10 Proffesor yang di panggil salah satu murid Hufflepuff. Dan sekarang mereka tengah duduk di kursi yang ada di taman.

Draco menatap tajam para pelaku penganiayaan, membuat yang di tatap jadi panas dingin sendiri. Di sisi mereka ada Peeves yang sibuk tertawa dan mengejek, dia juga yang menjelaskan semuanya kepada mereka.

"Lihat ini!." Draco menujuk lebam di wajahnya, "Muka ku sampai begini, untung masih terlihat tampan!." Katanya kesal berujung mendapat cibiran diam-diam dari mereka.

Tidak ada yang membuka mulut, mereka takut di bogem. Apalagi Pansy, Harry dan Ron, karena tadi mereka bertiga lah yang paling semangat menyiksa Draco.

Tapi Fluet yang merasa tidak salah pun merasa wajar jika memukul Draco. Pikirnya, siapun yang mendengar cerita Asteria tadi pasti juga ikut salah paham.

"Ku rasa yang aku lakukan itu benar." Kata Fluet mengundang berbagai pelototan dari mereka. "Lagi pula siapa suru kau bertindak ambigu dan membuat Aste salah sangka?!."

"Benar juga yah." Blaise angguk-angguk paham. "Andai kau tidak berdiri bersama gadis ular itu mungkin kesalapahaman ini tidak akan terjadi."

"Jadi, mete. Disini tetap kau yang Salah." Lanjut Theodore.

Draco terdiam, dadanya sesak sekali mendengar kalimat mereka. Rasanya dia ingin membanting tubuh para manusia ini di atas uang satu gudang.

"Yah Tuhan kepala ku sakit sekali." Katanya, memegang kepaka bagian belakang. "Aku tidak mau tau, kalian semua harus beranggung jawab!."

Mereka melihat kepergian Draco yang masih mendumel. Bahkan mereka bisa mendengar dengan jelas laki-laki itu berkata "My father will know about this.".

"Bagaimana sekarang?." Tanya Ron, takut jika sampai Draco mengadukan hal tadi kepada Lucius.

Daphne mengangkat kedua bahunya, "Entah. Aku pun bingung."

Harry diam, diam-diam memikirkan hal baik apa yang bisa mereka gunakan untuk membujuk Draco. Matanya berbinar cerah saat sudah mendapatkan ide. Dia menarik mereka semua untuk mendekat dan membisikan rencananya.

°°°°°

Asteria sudah berhenti menangis, meskipun masi sesegukan. Itu juga karena Ginny, Neville dan Dean yang membantu menghibur bungsu Potter.

"Haaaahhhh." Dia menghela nafas panjang sembari memegang dadanya yang masih sangat nyeri, "Dasar opet pulu-pulu sialan." Umpat Asteria untuk Draco.

Neville sebenarnya ingin bertanya apa itu opet pulu-pulu, tapi di urungkan nanti saja. Karena susana hati Asteria pun sepertinya tidak mendukung.

"Aste, lebih baik kau mulai melupakan opet pulu-pulu yang kau maksud itu dan mencari yang lebih tampan dan kaya raya dari nya." Saran Ginny, tersenyum lebar. Asteria yang matre pun terpancing dan mengangguk setuju.

Dean pun berkata, "Aku rasa Malfoy tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Meskipun sangat menyebalkan, dia terlihat sangat mencintai mu, Aste."

"CKCKCKCKCK---" Asteria berdecak, bersikap dada menatap Dean, "Kau tau buaya sering berkata dan melakukan hal manis." Katanya lalu berlalu dari sana.

Mereka terdiam, sedikit ngelek maksud peekataan Asteria. Saat masih serius-seriusnya berpikir, mereka mendengar kegaduhan dan suara pukul an dari depan pintu masuk Asrama. Mereka saling menatap dan segera bangkit untuk mengecek.

Neville menganga lebar melihat Draco tersungkar di lantai dengan keadaan yang jauh dari kata baik. Mereka berali melihat Asteria yang tengah meniup kepalan tanganya, ternyata di sana bukan hanya ada mereka, tapi juga Proffesor McGonagall, Proffesor Snap dan Proffesor Dumbledore.

Ketiga Proffesor itu meringis melihat bagaimana anak James Potter membogem wajah Draco. Saverus jadi dilema, apakah dia harus memberi hukuman pada Asteria atau tidak. Karena kalau dia menghukum gadis itu, yang ada dirinya pasti di salahkan dan di tudu tidak adil, mengingat orang pertama yang Asteria beritau soal Draco adalah dirinya. Jadi dia memilih diam dan cari aman.

°°°°°

Publikasih : Sabtu, 10 Juni 2023.

Harry Potter Twins| Weird and ridiculousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang