"Aku mau putus..."
Ini keputusanku yang kesekian kalinya,setelah hampir dua tahun kami menjalin hubungan.
Tak bisa ku hitung sudah berapa kali permintaan ini ku tujukan padanya,dan dia tetaplah pada pendiriannya yang ingin bertahan.
Aku tau bagaimana perasaannya.tapi,rautnya menunjukkan bahwa dia tidak yakin dengan keputusanku ini.
Mungkin,karna sikapku yang terkesan ke kanak-kanakan.juga,seringnya kata putus dariku hanya bertahan satu hari lalu baikan lagi.
Dia,masih terlihat tenang dalam diamnya.
"Ar..."
Meski gugup,aku berusaha menormalkan kesesakkan yang semakin menyempitkan rongga paru-paru.
"misi kali ini aku gak boleh kalah"
Ujarnya masih melanjutkan peperangan di dalam game.
"aku serius..."
Jawabku menatapnya,meski hati tak karuan.
Kepalanya tertarik dari layar ponsel,membalas tatapanku.
Jantungku berdetak tidak seirama,menyatu dengan sesak dan rasa ngilu.
"Bi ?"
Wajahnya seketika menegang.sorotnya menikam tepat di jantungku.
"Please...kali ini aku serius..."
Balasku dengan suara lirih.
Kepalaku menunduk,memilin jemari dengan sejuta keraguan bahwa memang ini keputusan yang tepat untuk kebaikan dia.
"alasannya?"
Alasanku,sudah ku ungkapkan sejak lama,dan dia pun juga tau.
Hanya saja,mungkin dia belum percaya.
Mataku sudah mulai di genangi air,dan aku...mengepalkan tangan menahan nyerinya di setiap sudut jiwaku.
Ponsel di tangannya di lepas,tanpa mengeluarkan game di layarnya.
Setelah melepas benda pipih itu ke meja,dia berjongkok di hadapanku menggenggam kedua tanganku,menatapku nanar.
"Bi...aku tau kamu lagi kacau,tapi bukan berarti hubungan kita juga harus ikut kacau kan ? yakinin aku,kalau kamu nggak serius..."
Ku angkat kepalaku,tapi lebih tinggi dari posisi kepalanya.
Aku tidak sanggup melihat wajahnya,lebih tepatnya matanya.karna kesakitan itu semakin bertambah.
"aku akui aku salah,karna terlalu banyak nyakitin kamu.ta-..."
"maaf...aku udah nggak bisa"
Potongku lekas berdiri.
Ketahuilah,sebelum aku membuat keputusan ini,aku sudah terlalu banyak berperang dengan isi kepalaku.sudah terlalu banyak bujukkan batin yang ku helai,padahal isi hati sangat bertentangan dengan ke inginan.
Katakan aku egois,tapi lebih egois jika aku tetap bertahan sementara dia terus menderita dan kerepotan menghadapiku.
"Bi ?"
Dia berdiri,lalu mencekalku.
"kita bukan lagi anak ABG yang baru pacaran.kita udah dewasa dan sama-sama tau cara menghadapi masalah.ini bukan penyelesaian Bi,ini penyiksaan"
Memang,hubungan kami ini tidak bisa lagi di sebut cinta monyet atau semacamnya.umur kami sudah kepala tiga,tapi kadangkala aku suka berpikir,cinta itu butuh pengorbanan,dan aku sangat menyayanginya.
Sekali lagi,aku rela mengorbankan apapun untuknya sekalipun itu perasaanku.
Meskipun pernyataan yang dia maksud ini penyiksaan,aku simpulkan bahwa memang akulah yang paling egois.
Ku tolehkan pandanganku ke arahnya,ku lihat wajahnya memerah.seperti menahan air mata sekaligus emosi.
Ada gelengan kecil darinya,namun dengan kerasnya hatiku aku melepaskan cekalannya,lalu melangkah keluar dari ruangan kecil itu.
Ruang kosnya,sekaligus tempatnya meluapkan emosi.
Setelah aku berada di ambang pintu,ku dengar ada benda yang di tendang.karna memang sejak aku melangkah,dia tidak lagi menahanku seperti yang sering terjadi.
Aksi itu,baru kali ini ku saksikan sendiri.
Dia,menyakiti dirinya sendiri.
Tapi,akan semakin sakit lagi jika aku tetap bertahan dalam hubungan yang banyak lukanya.
Aku sadar betul,keadaanku saat ini telah di bakar habis oleh pilihanku sendiri.
Aku lebih memilih hangus menjadi abu ketimbang melihat dia hancur tanpa masa depan.
Maafkan aku...
Akhirnya aku kembali ke Bandung dengan ribuan keterpaksaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Bayangmu
RomanceAsal kamu tau,hari itu bagi aku bukan cuma takdir,tapi musibah dalam hidupku... Arion Anugrah