"semalam Pak Angkasa nganterin lo ?"
Pertanyaan itu,membuatku naik pitam.Zahra yang sedang menyiapkan sarapan,aromanya menyeruak ke seluruh area dapur.
Mataku masih berat mengiringi langkah gontaiku yang berakhir di meja makan.semalam aku baru bisa tidur pukul tiga pagi,menunggu balasan pesan dari Arion yang sampai saat ini tak kunjung ada.
Dan,aku masih butuh tidur.
Keadaanku masih berantakan.selain kepala berat juga mata yang masih keram,rambutku cukup acak-acakkan.kepalaku menelngkup,di atas lengan yang bertumpu.
"lo nggak di turunin di jalan kan ?"
Kalau bukan Om Bilal,mungkin pria itu sudah melakukan hal tersebut.
Zahra masih bertanya,sedangkan yang ku inginkan sekarang tidur.
Toleransi perusahaan tempatku bekerja,cukup ku acungi jempol.karena setelah lembur beberapa malam,hari ini kami di liburkan.
"kalau lo nggak bisa jemput,kabarin gue.bukan malah nyuruh atasan"
Entah apa yang di masak Zahra,aku tidak tahu. kepalaku semakin berat,dan inginku saat ini benar-benar tidur.
Dentingan sendok dan piring beradu tidak ku gubris.aku hanya ingin tidur.dan,mataku singkron dengan perintah otakku.karena,semakin lama kebisingan yang di timbulkan Zahra perlahan hilang.
"ada kok"
"biar saya suruh siap-siap"
"tidak masalah.asal posisi dia aman selama di sana"
"trimakasih apresiasinya"
Meski samar,tapi aku yakin kalau aku tidak sedang bermimpi.
Itu suara Zahra yang sedang berbicara lewat telepon.
Perlahan aku bangun,menapak setengah sadar pada bumi Tuhan.dan,terpaku pada dua makhluk yang sedang duduk berhadapan.
"sudah bangun ?"
Manikku mengarah pada Zahra,dan selanjutnya Zahra menarikku ke kamar.
"apaan sih penampilan lo ?"
Astagfirullah...
"itu,kenapa Pak Angkasa di sini ?"
Zahra bergumam tidak jelas.dan,sempat ku dengar dia mengumpat.
"ada kerjaan yang harus lo selesaiin.Pak Angkasa kesini mau jemput lo"
Aku mendengus pelan.pagiku rusak,dan mood-ku untuk kembali bergulung dalam selimut,juga hancur.
"lo mandi skarang.gue temenin Pak Angkasa"
Tidur saja tak lagi ku inginkan,apa lagi menyiram tubuh yang masih terbalut piyama ini.
Dan yang lebih tolol,aku tampil dengan keadaan memalukan di depan atasanku.
Meski piama menutupi seluruh tubuhku,tetap saja mahkotaku terpampang dengan jelas.
Zahra,apa yang kau lakukan ?
Tidak ingin mengurangi rasa hormat pada beliau, aku keluar setelah membersihkan tubuh.
"Febi nya sudah selesai Pak"
Aku menunduk menyapa hormat,kemudia mengambil posisi duduk di sofa,di samping Zahra.
Berhadapan dengan Pak Angkasa,dalam hati aku menyebutkan nama Arion.
Sejak tadi malam,Arion belum membalas pesanku. harusnya,aku senang.kalau Arion bersikap seperti itu.tapi,nyatanya hatiku tidak menerima itu.
"minum dulu Pak"
Saat ini,aku ingin masuk.mengecek ponsel yang sudah tiga puluh menit lebih belum ku lihat.
"trimakasih"
Kini,Zahra tidak duduk di sampiku lagi.dan hal itu, membuatku canggung.
"hari ini Risa saya liburkan,jadi saya meminta bantuan kamu mendampingi saya bertemu klien"
Aku mendengus dalam hati,namun terpaksa mengiyakan.nasib sebagai kacung,apa-apa harus selalu siap menuruti perintah atasan.
Karna,hidup dan perutku masih butuh makan.
Aku melangkah menuju kamar.setelah menemukan ponsel,aku tidak menerima balasan apapun dari Arion.rasa kecewa semakin menyeruduk sisi hatiku.
Bukankah ini yang ku inginkan ?
Arion menjauh dengan cara perlahan."Feb,kok lo masih di sini ? Bos lo nungguin tuh"
Sungguh,seandainya Zahra tau kerangka pikiranku, dia tidak akan menambahkan dahan memusingkan itu.
"lo mau di pecat sebelum nikmati gaji pertama ?"
Aku berdecak,dan terpaksa meninggalkan kamar yang masih dalam keadaan seperti kapal pecah.
"sudah siap ?"
"siap Pak..."
Nafasku terhembus perlahan,ketika sosok Zahra mengantarkan kami ke ambang pintu.
Dan aku,bersiap kembali larut dalam rindu yang menyesakkan.
Salahku sendiri,karena terlalu tinggi meletakkan asa.melambungkan perasaan yang tersambut tanpa memikirkan konsekuensi yang sekarat.
Jiwaku lelah,namun hati mengingkari.dan,logika mengambil satu keputusan tepat.
Setidaknya,ini yang bisa ku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Bayangmu
RomanceAsal kamu tau,hari itu bagi aku bukan cuma takdir,tapi musibah dalam hidupku... Arion Anugrah