3

15 1 0
                                    

Dengan kepala yang menunduk,juga jantung yang bertalu-talu,aku masih membungkam eforio hatiku dalam posisi berdiri.

Cukup lama pikiranku berkelana,tentang sosok seorang Arion Anugrah.mahasiswa yang memasuki semester akhir.dan,menjadi kekasihku.

Hingga,bisa ku dengar dehemannya dari belakangku.

"mumpung lagi berdua-..."

Ucapannya menggantung di udara.

Dia ngomong apa ?

Tau dari mana dia kalau aku sendiri di sini ?

Aku menoleh,dengan manik tertuntun pada pria yang akan duduk berhadapan denganku.

"aku temenin kamu makan"

Sambungnya setelah duduk,dengan seulas senyum.senyum yang selalu menggetarkan hatiku.

Kotak Pizza yang sudah ku buka tadi,seolah meledekku.karna Arion sudah mengambil sepotong dan di arahkan ke mulutku.

"buka mulutnya"

Aku ingin menolaknya,tapi hatiku malah menurutinya.bahkan,nasi goreng di kamar sempat ku lupakan.

"jangan tanya kenapa aku bisa di sini,karna itu harus"

Kalimatnya dalam,tapi bisa ku pahami.

Sepotong Pizza masuk ke mulutku,ku kunyah dengan lamban.rasanya lezat,tapi sulit ku telan.

Aku belum mengeluarkan kalimat apapun,semenjak kami duduk dalam kurun waktu hampir lima belas menit.hanya diam,dan merasakan hawa beda di sekeliling kami.

Pun dia sama,kembali diam dengan isi pikirannya yang sulit ku tebak.

Tapi,selama setiap ada masalah,kami akan berdebat dan adu urat leher sebab dia tipikal orang yang tidak suka melarutkan masalah.

Dia tidak akan membiarkanku lolos pulang dengan air mata.seringnya terjadi kesalah pahaman, mengharuskan dia menuntaskan persoalan.

Meski,itu terkesan menekanku.

Sedewasa itu dia...

"harus memastikan hubungan ini tidak akan berakhir"

Mulutku terbuka,namun tidak ada satu katapun terucap.

Sisa-sisa kunyahan Pizza semakin sulit ku telan.rasanya,seperti bongkahan batu meretakkan gigiku.

"keputusanmu bukan solusi bagiku.aku akan tetap perjuangin sesuai kata hatiku"

30 tahun,dan baru kali ini aku merasakan euforia yang menggugupkan sekaligus mendebarkan. ah,tidak.idenya ini sama saja membuka balutan rasa malu yang berusaha ku tutupi.

Apakah dia lupa,bagaimana penolakkan Ibunya beberapa hari yang lalu ? saat dia mengenalkanku kepada orang tuanya ?

Aku tau posisiku di sini,wajar jikalau Ibunya menolak calon menantu sepertiku.tidak cocok jika putranya yang masih bujang di tambah lagi terpaut umur yang cukup jauh denganku.

Arion muda tujuh tahun dariku,dan perjalanannya masih panjang.masa depannya lebih berharga dari pada harus meminangku dengan dalih 'karna aku mencintaimu' dan 'aku yang jalani,bukan ibu'.

Ku telan paksa Pizza ini,dengan dorongan cairan Peppsi yang sudah tidak lagi terasa sodanya.

"lupa,hari ini apa ?"

"minggu"

Dia,mengulas sebuah senyum.

"beneran lupa ?"

Ku ambil ponsel,melihat hari dan tanggal yang tertera di layarnya.kemudian,menunjukkan padanya.

"ini ?"

Dia melihat sekilas,kemudian tatapannya kembali padaku.

"dua tahun yang lalu,kamu nerima aku.happy anniverary Bi..."

Bibirku terkulum,mendengar ucapan Arion. kegembiraan menyusup kedalam relung dadaku.

Sebuah kotak kecil beludru berwarnah biru gelap yang sudah terbuka,di letakkannya di atas meja.tepat,di depanku.

"maaf...anniv pertama gak sempat kita rayain.tapi,percayalah bakalan ada anniv selanjutnya"

Aku mengaminkan dalam hati.

Tapi...

Pikiranku kembali pada ke kenyataan,bahwa aku masih dalam kukungan ilusi.

"udah dua tahun Bi,apa kamu nggak ngerasa sia-sia ? di sini,bukan cuma kamu yang sakit,tapi aku juga...."

Aku tau.

Bahkan,lebih dari itu.

Dua tahun menambal komitmen dalam hubungan, aku sudah terbiasa LDR.dia di Jakarta,dan aku di Bandung.itu tidak merenggangkan hubungan kami.

Bagiku,dekat ataupun jauh sama saja.yang penting komunikasi dan saling jujur.tidak baik,untuk sering berdekatan karena status kami yang masih pacaran.

Terlebih,statusku....

Seorang janda.

Dan juga,restu orang tuanya yang belum ku kantongi sampai detik ini,menjadi pradugaku bahwa kisah romansa kami mustahil mencecap harapan yang lillah.

Katakan aku pesimis,tapi aku bersikap berdasarkan fakta dan kenyataan.apa,aku salah ?

"minggu depan,aku ke rumah Ibu...sama kamu.kali ini,kita berdua harus bisa yakinin Ibu"

Senyumku memudar,bersamaan kegamangan yang siap merenggut impianku setiap kali Arion membicarakan hubungan kami ke arah yang serius.

"Ar..."

"sekali lagi.gak salah kalau kita mencobanya lagi"

Lagi ?

Tanganku semakin dingin.meski rematan pada mug Peppsi mengerat.

Sungguh,mentalku belum kebal.masih teringat jelas bagaimana sikap dan penolakkan Ibunya,meski tidak terang-terangan.

Aku bukan anak kecil yang sulit menilai dan menerka sikap seseorang.respon Ibunya,kurang menyukaiku.

Hingga detik ini,apa kabar dengan mentalku ?

Aku sudah gagal satu kali,dan kisahku pun beda tipis dengan yang saat ini.bedanya,mantan mertuaku merestuiku dengan welcome saat itu.tapi,setiap ada masalah mereka akan berbondong-bondong menyalahkanku.dan,membela anak mereka.

Ibu Arion,belum ku ketahui sikap aslinya bagaimana.aku hanya masih trauma dengan namanya pernikahan.

Mungkin,karna Arion masih bujang,dia belum memiliki banyak pengalaman tentang asam pahitnya berumah tangga.

Wajar,dia menggebu-gebu menikahiku.

Ketahuilah,aku bukan tidak mau melangkah ke depan.tapi,Arion masih muda.

Lagi pula,kekawatiranku cukup beralasan karna tatus janda yang melekat padaku.sejak,tiga tahun yang lalu.

"lalu kuliahmu ?"

Matanya tampak tenang,hanya kernyitan kening yang mengisyaratkan kebingungan.

"maksudku,nggak terlalu cepat kalau ketemu ibu ?"

Dengan cepat,ku rakat maksud ucapanku.

"justru sebaliknya.aku nggak bakal tenang kalau belum selesai sama Ibu"

Elaan nafasku terasa berat.dilema kali ini,sungguh menyiksa.

Dari Arion,aku sedikit banyak tahu bagaimana sosok Ibu.wanita yang sudah melahirkan dan memberikan kasih sayang baginya.

Dalam bayanganku,Ibu itu baik.perfect dan selektif pada pilihan anak-anaknya.wanita itu,lembut dan juga tak terbantahkan.

"baiklah..."

Memeluk BayangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang