Satu (baca note paling atas ya)

949K 34.4K 1.1K
                                    

Halo, cerita ini aku sediakan gratis untuk kalian. Semoga kalian terhibur 🙂
Bayarnya cukup dengan vote dan komen aja ya!

Oh ya cerita ini berlatar di tahun 2015, jadi mungkin sedikit kurang pas dengan pergaulan dan teknologi anak jaman sekarang. Mohon dimaklumi ya 🥲

Dan maaf kalau ada yg typo dll karena ini diketik ulang malam-malam sebagian disalin dari pdf versi novelnya jd ada beberapa format yang berantakan. Gomen hehheh. Kalau mau enak dibaca bisa beli novelnya ya guys 🙂

Selamat membaca :)

***

"Kezia benar, rokok dapat menguapkan beban bersama asap yang terkepul di udara."


Letta berjalan tergesa di tengah alunan musik yang cepat, berjuang membelah kerumunan manusia yang sibuk meliukkan tubuhnya di atas dance floor.

High heels setinggi 7 cm yang melingkar di kakinya itu melangkah lebar menuju deretan sofa setengah melingkar di sudut ruangan gelap penuh strobo. Langkah Letta terhenti ketika menemukan dua figur familier di salah satu sofa. Tangannya terkepal keras. Sang perempuan berambut lurus hampir terbaring di atas sofa itu, tak berdaya di bawah tubuh cowok dengan kulit kecokelatan yang terbungkus kaus hitam ketat.

Letta buru-buru menghampiri sofa itu. Dengan brutal, tangannya naik menjambak rambut Kevin dan menarik tubuh tegap itu agar menyingkir dari tubuh Kezia. Sebelum cowok itu sempat protes, tangan Letta sudah lebih dulu melesat, melayangkan satu tamparan ke pipi kanan Kevin.

Plak!

"Bangsat!" Cowok itu mengumpat keras, bangkit dari posisi duduknya dan menatap tajam ke arah Letta. "Maksud lo apa, hah?!"

"Lo yang bangsat!" kata Letta sengit. Matanya melotot tak mau kalah. Ditatapnya Kevin dengan garang. Pandangannya lalu turun menatap Kezia. Penampilan sahabatnya benar-benar terlihat memprihatinkan. Dress yang dikenakannya sudah tak berbentuk, terlihat kusut dengan tali bra yang sudah terlepas dari pengaitnya.

Letta menghela napas kasar.

"Cewek bego!" bentaknya ke Kezia. Cewek itu masih terbaring di sofa. Entah masih sadar atau tidak. Matanya terpejam, namun mulutnya meracau tak jelas.

"Lo apain temen gue?!" ujar Letta ketus.

Kevin yang seolah tak peduli hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

"Berengsek!"

Tangan Letta sudah melayang hendak memberikan satu lagi tamparan ke pipi Kevin. Tapi Kevin ternyata lebih waspada kali ini. Cowok itu menangkap tangannya tepat sebelum berhasil menyentuh permukaan kulit Kevin.

"Cewek gila!" kata Kevin sinis seraya mengempaskan pergelangan tangannya. Cowok itu lalu berjalan menuju dance floor. Tak memedulikan Letta yang terus berteriak melemparkan makian di belakangnya.

"Kalau sampai ada apa-apa sama temen gue, gue janji bakal bikin hidup lo nggak tenang, Kevin!"

Kevin tertawa keras mendengar ancaman itu. Jari tengahnya mengacung tinggi ke udara.

Sialan!

Tanpa pikir panjang, Letta langsung mengambil asbak kayu  dari atas meja dan melemparkan benda itu keras hingga mengenai  kepala Kevin. Seperti dugaannya, Kevin akhirnya berhenti dan  berbalik, melototinya dengan wajah murka. Dari ekspresinya, Letta  bisa tahu jika kepala Kevin sekarang pasti terasa sangat ngilu.

Letta menyeringai. Mampus! 

"Kayaknya lo harus belajar tata krama. Kalaupun lo nggak  punya moral, seenggaknya lo harus punya etika." Letta tersenyum  berhasil membuat Kevin kesal karena ucapannya.

Dengan satu kali hentakan, Letta menarik paksa Kezia untuk  bangun dan memapahnya keluar dari club itu.

***

Letta tak habis pikir dengan malam ini. Harusnya ia bersenang senang, mempergunakan malam terakhir liburan sekolah dengan  sebaik-baiknya. Tapi ini malah kebalikannya. Letta seperti anak  yang kehilangan induknya di dalam club tadi. Celingukan seperti  orang bodoh, mencari Kezia yang tiba-tiba saja menghilang  ketika keduanya baru turun ke dance floor. Butuh waktu satu  jam sampai akhirnya ia menemukan cewek itu sudah mabuk di  dalam pelukan Kevin. 

Tiba di parkiran, Letta membuka pintu mobil Kezia. Dengan  kasar, ia mendorong tubuh Kezia hingga cewek itu terjungkang  di jok belakang.

Letta duduk di balik kemudi dengan perasaannya tak keruan.  Ada rasa sesak dalam dadanya saat memandang bayangan Kezia  yang sudah tak sadarkan diri melalui kaca spion tengah. Entah  mengapa, perasaannya ikut hancur. 

Kezia yang dulu nggak seperti ini, gadis pintar yang tahu di  mana batas pergaulannya. Bukan yang bebas lalu lupa tanggung  jawabnya untuk menjaga diri sendiri, mengesampingkan harga diri  dan malah ikut larut dalam kesenangan sesaat. Letta menggeleng.  Nggak! Kezia yang gue kenal nggak begitu.

Matanya mengerjap, membiarkan tetesan air yang sejak tadi  terkumpul di dalam matanya jatuh. Sekarang, Letta benar-benar  tak tahu harus berbuat apa. 

"Bukan begini 'kan tujuan awal kita sering dateng party?  Bukan begini 'kan tujuan awal kita sering raving? Kez, dulu kita  begini cuma buat cari pengalaman clubbing aja 'kan? Kenapa lo  jadi begini? Kenapa lo mau aja dibego-begoin sama cowok-cowok  itu? Kezia, jawab gue!" suara Letta terdengar desperate.

Untuk sesaat, dirinya termenung. Perlahan, bayangan masa masa awal mereka memulai kehidupan malam terlintas begitu  saja. Letta benar-benar tak menyangka keisengan mereka ternyata  malah menghancurkan hidup sahabatnya.

Letta mencondongkan tubuhnya ke depan. Tangannya kini sibuk  mengaduk-aduk isi laci mobil Kezia hingga menemukan rokok dan  lighter dari dalam sana. Diambilnya sebatang, lalu dipandanginya  rokok putih itu ragu. Perlahan, gadis itu menyulutkan api pada  ujung rokoknya, menunggu hingga rokok itu benar-benar terbakar  lalu menyelipkannya ke sela bibir. Terasa manis di ujung filternya. 

Letta benci rokok, namun benda itu kini dijadikan satu-satunya  pelampiasan. Kezia benar, rokok dapat menguapkan beban bersama  asap yang terkepul di udara.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang