Dua Puluh

409K 17.7K 1.7K
                                    

"Let... ini... aku bisa jelasin!"

Letta langsung berlari keluar sambil terus memegangi dadanya yang terasa amat sesak. Ia harus segera keluar dari tempat itu. Dibiarkannya rantang dengan nasi goreng yang berantakan itu tergeletak begitu saja di lantai.

Teriakan Raka yang masih dapat ia dengar sampai di luar kamar. Cowok itu terus memanggilnya. Sampai di luar, ia amat bersyukur karena tak lama lift sudah terbuka untuknya. Ia tahu Raka akan mengejarnya, tapi laki-laki itu pasti membutuhkan waktu sedikit lama untuk mengenakan kembali pakaiannya.

Sampai sekarang Letta masih tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa? Kata-kata itu terus saja berkeliling di pikirannya. Dan rasa sesak yang sedari tadi ia rasakan pun tak kunjung hilang. Rasa sakit macam apa ini?

Letta sama sekali tak peduli dengan pandangan aneh orangorang di lobi apartemen itu. Masa bodoh jikalau ia terlihat seperti anak kecil yang menangis sampai sesenggukan seperti sekarang ini. Ia berjalan cepat keluar gedung apartemen itu.

Tik! Tik! Tik!

Tetesan air berjatuhan dari langit, lalu menimpa kepalanya. Yang awalnya hanya rintikan kecil kini berubah menjadi aliran air yang deras. Letta sama sekali tak berlari. Ia hanya berjalan terus hingga ke jalan raya. Sampai di sana pun ia bergeming, hanya terdiam menunggu taksi yang tak kunjung berhenti ketika ia melambaikan tangannya. Bodoh! Taksi mana yang akan menerima penumpang basah kuyub seperti ini?!

***

"Bro, gue balik duluan ya!" Aldi bangkit dari sofa.

"Ya elah cepet ama, Nyet! Club juga belum buka," protes Andre.

"Takut dikunciin sama Letta," jawabnya.

"Kayak ada istri yang nungguin di rumah ya," goda Vino. Kezia tertawa geli mendengar perkataan pacarnya itu.

Aldi mengacungkan jari tengahnya ke Vino, lalu keluar dari ruangan itu.

Malam ini jalanan lumayan senggang, jadi Aldi hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai di rumah Letta. Diparkirkannya mobil sport hitam itu di garasi. Ia berjalan ke arah pintu yang menyambungkan bagasi dengan rumah Letta. Shit! Terkunci dari dalam, gerutu Aldi dalam hati. Ia terpaksa harus lewat jalan luar dan berlari menembus hujan.

Aldi meraih gagang pintu dan masuk ke dalam dengan keadaan basah kuyub. Sampai di tangga ia baru menyadari ada Letta yang sedang berbaring dengan posisi tengkurap di sofa.

Lah? Tuh cewek ketiduran di sofa?

Aldi kemudian bergegas menaiki tangga menuju kamarnya. Ia harus segera mengganti pakaiannya jika tak ingin sakit keesokan harinya. Usai mengganti pakaiannya dan sedikit membasuh tubuhnya dengan air, lalu Aldi kembali turun ke ruang tamu.

Aldi menghampiri Letta yang tertidur di sana. Semakin mendekat ia dapat melihat getaran pada tubuh gadis itu.

"Let..." Aldi memegang bahu Letta. Bajunya basah ternyata. Bodoh! Dia bisa sakit kalau begini!

"Heh, bangun!" Aldi membalikkan tubuh Letta. Barulah ia dapat melihat wajah memerah Letta yang dihiasi oleh mata sembapnya yang basah oleh air mata. Seperti ada kepedihan memdalam di sana. Aldi sangat tahu karena ia sempat merasakannya juga.

"Let, lo kenapa?" ujar Aldi khawatir. Gadis itu hanya sesenggukan tanpa bisa menjawab.

"Tenangin diri lo. Abis itu ceritain semuanya ke gue." Aldi mengelus punggung Letta, berharap Letta dapat lebih tenang sekarang.

"Ra... ka... Di. Ra... ka. Di... a se... lingkuh..." Letta sesenggukan. Bukannya semakin tenang, Letta justru semakin histeris.

Aldi meraih tubuh Letta, lalu membawa gadis itu ke kamarnya. Masuk ke dalam kamar mandi dan meletakkan Letta ke dalam jacuzzi. Diguyurnya Letta dengan selang shower yang ada di dekatnya. Gadis itu meronta-ronta, tak siap dengan serangan Aldi.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang