Tiga Puluh Sembilan

330K 15.7K 742
                                    

"Berhenti sebentar! Gue capek." Letta terduduk lesu di tengah lapangan basket. Beruntung lapangan yang mereka pakai indoor, jadi terik matahari tidak menambah deritanya hari ini.

Dengan susah payah, ia mengatur napas. "Udahan ya, please," kata Letta setengah memohon.

"Masa segini doang latihannya? Lo harus belajar lompat lagi, Letta. Lompatan lo kayak anak kecil baru bisa jalan tau nggak?! Nggak ada tenaganya. Lettoy!" kata Raka setengah mengejek.

Letta mendengus, tangannya bergerak spontan melempar bola basket yang sejak tadi berada di genggamannya menuju kepala Raka.

"Nih yang lo bilang nggak ada tenaganya!" kata cewek itu gemas.

Raka terbahak, menangkis bola itu hanya dengan sebelah tangannya. Satu gerakan yang berhasil membuat Letta merengut karena usahanya menyelakai dahi Raka gagal.

"Sial!" umpat cewek itu.

"Nggak kena!" Raka menjulurkan lidahnya. "Lo parah banget. Asli! Kodok aja baru lahir udah bisa lompat."

Letta mendelik, tanpa sadar memukul bahu Raka keras. "Ish!

Lo pikir kecebong baru lahir udah bisa lom—"

"EHEM!"

Ucapan Letta terpotong oleh suara deheman keras dari arah belakangnya. Cukup keras seakan menginterupsi obrolan mereka dengan sengaja. Letta menatap Raka. Mata cowok itu sempat membulat, lalu tak lama Raka tersenyum, bukan ke arah Letta, tapi ke orang yang ada di belakang gadis itu.

"Hai, Di," kata cowok itu dengan senyum tak yakin.

Deg!

Di? Aldi? ALDI? Nggak mungkin. Aldi 'kan lagi bimbel.

"Ikut gue, ayo!"

Letta menelan ludah gugup mendengar suara itu. Oke fix, ini Aldi beneran, pikirnya tanpa berani menoleh ke belakang.

Letta merasakan pergelangan tangan dicekal kuat-kuat. Dalam sekali hentakan, Aldi berhasil membuatnya berdiri. Tubuhnya terangkat, lalu pandangannya terbalik hingga hidungnya menabrak punggung Aldi.

"Kyaaaaaaa!!!" Letta histeris begitu dirasakan kakinya sudah tidak lagi menyentuh tanah. Pening. Darah mengalir turun ke kepalanya yang kini posisinya lebih rendah dari pada tubuhnya.

Aldi menggendongnya persis seperti membawa karung berisi beras di atas bahu.

Letta berusaha mendongakkan kepalanya sekuat tenaga. Dari posisinya ia melihat Raka semakin jauh. Cowok itu masih dengan posisi yang sama, terduduk sambil memperhatikannya dengan wajah khawatir.

"Lo apa-apaan sih, Di?! Turunin gue, bego!" Letta merontaronta, membuat Aldi kewalahan dengan kakinya yang tak bisa diam. Habis kesabarannya, Aldi menampar bokong Letta pelan, tidak sakit, hanya rasa malu yang didapat gadis itu karena ditonton banyak siswa di sepanjang koridor.

Berhasil sampai di parkiran, Aldi lalu menurunkan Letta. Gadis itu kini berdiri di hadapannya dengan wajah kesal bercampur malu. Mulutnya mengerucut sedang matanya tajam menusuk Aldi dengan pandangannya.

Aldi membuka pintu mobilnya dengan kasar.

"Masuk!" kata Aldi dingin.

Bukannya menurut, Letta malah terdiam tak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Aldi geram. Ia meraih pergelangan tangan Letta dan memaksa gadis masuk ke dalam mobil sport hitam miliknya. Terkesan kasar, namun ia sudah kepalang kesal melihat perilaku Letta yang menyebalkan itu.

Aldi mengenyakkan tubuh pada jok mobil di sisi Letta. Satu tangannya bergerak memijit kepala yang mulai terasa berat. Bego! Kenapa mau aja sih dideketin Raka lagi?! Apa jangan-jangan dia masih suka sama Raka? Aldi menggeleng cepat, menepis pikiran buruk yang baru saja melintas di benaknya.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang