Empat Puluh Satu

298K 16.4K 927
                                    

Hubungan Raka dan Aldi bisa dibilang berangsur membaik sejak Raka kembali ke rumah itu.

*

"Dino," seru suara seseorang bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka. Aldi mendengus kesal dan langsung mengalihkan pandangannya dari mainan yang sejak tadi menyita perhatiannya. Ia tahu betul itu suara papanya.

"Dino, Dino!" Aldi menggerutu dengan nada sewot. "Pa, stop panggil Aldi pake sebutan itu. Berasa Dinosaurus tahu nggak! Aldi nggak suka--" kata-katanya terhenti begitu ia mendongak dan menemukan bocah laki-laki berdiri di sebelah Rafi. "Eh?" Wajah Aldi langsung berubah bingung. Matanya membulat, terang-terangan menatap bocah itu dengan pandangan menilai.

"Ssstttt! Nggak sopan!" Rafi melotot, membuat bocah di sebelahnya hampir tersentak kaget. "Mulai sekarang Raka tinggal di sini sama kita. Kalian yang akur ya, jangan berantem."

Aldi mengangguk, masih dengan wajah bingung.

"Ajak Raka-nya main!" kata Rafi sebelum beranjak dari kamar itu.

Hening. Saat pintu tertutup, kedua bocah itu benar-benar tak berubah dari posisi awal mereka. Raka masih mematung di depan pintu kamar Aldi, sedangkan si pemilik kamar itu masih terus menatapnya. Aldi berusaha keras mencoba mengingat-ngingat muka familier di depannya itu.

"Kamu yang waktu itu ketemu di pemakaman 'kan?" tebak Aldi. Raka mengangguk.

Dua hari yang lalu, Rafi mengajaknya menghadiri acara pemakaman yang ramai didatangi orang banyak. Aldi ingat, anak ini yang saat itu menangis sampai meraung-raung saat dua peti mati mulai dimasukkan ke dalam tanah. Merepotkan. Eyang sampai harus memeluk bocah itu agar tak ikut terjun masuk ke liang lahat.

"Ngapain di sini?" tanya Aldi.

"Mana aku tahu." Raka mengangkat bahunya. "Tadi pagi aku dijemput Om Rafi."

"Keluar sana!" kata Aldi seraya mengibaskan tangannya seolah mengusir Raka. "Cari tahu dulu. Nanti kalau udah tahu baru boleh ke sini."

Raka mengernyit. Aldi langsung terkekeh melihat ekspresi bingung bercampur panik yang terpampang jelas di wajah Raka.

"Bercanda," katanya masih dengan tawa yang berderai. Aldi menepuk-nepuk karpet di sebelahnya. "Sini duduk!"

"Kamu suka yang mana? Superman atau Power Rangers?" kata Aldi seraya menjulurkan kedua action figur yang ada di genggamannya. Telunjuk Raka mengetuk-ngetuk pada dagunya, menunjukkan bahwa ia sekarang sedang berpikir. Tak lama ia mengambil action figure Superman yang ada di tangan kiri Aldi.

"Kenapa suka Superman?"

"Soalnya dia bisa terbang dan punya kekuatan super. Andai aku bisa terbang pasti sekarang orangtua aku masih hidup, dan kalau aku punya kekuatan super kayak dia, pasti aku udah ngangkat pesawat mereka biar nggak jatuh di laut," kata Raka sambil tertunduk menatap action figure di genggamannya.

Ajaib. Aldi sampai ternganga mendengar jawaban yang sungguh di luar perkiraannya itu. Mereka berdua sekarang malah sama-sama terdiam, membuat suasana mendadak canggung. 

Aldi tak tahan dengan suasana yang super awkward itu dan berinisiatif untuk berdiri. "Ya udah kalau gitu kamu harus jadi kuat," katanya dengan gaya sok memerintah.

Raka terbengong. "Gimana caranya?"

Aldi menepuk punggung Raka dengan keras hingga membuat bocah itu meringis. "Kejar aku! Raka jaga!"

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang