Letta merasakan tubuhnya terguncang-guncang. Ingin sekali membuka mata, tapi rasa lelah di sekujur tubuhnya membuatnya mengurungkan niat itu. Sampai tiba-tiba, ia rasakan sesuatu menghantam kepalanya dengan keras.
Bbrruugggg...
"Aww!" matanya refleks terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah wajah Aldi. Letta mengumpulkan segenap kesadarannya, lalu mendapati dirinya sedang melayang dalam gendongan cowok itu. Aldi tertawa melihat wajah kesakitan Letta karena kepalanya menghantam pintu mobil miliknya.
"Turunin gue! Turunin sekarang!" Letta meronta-ronta. Untuk kali ini Aldi menurut saja, lalu melepaskan dekapannya pada tubuh gadis itu.
Brruuugggg...
Letta langsung terempas ke bawah, jatuh dengan posisi terduduk. Rasa nyeri langsung menjalar dengan cepat pada area bokongnya. Letta meringis kesakitan.
"Bego! Kenapa pake acara jatuhin gue segala sih! Aduhh sakit," rengek Letta, mengusap bokongnya yang kini terasa cenat-cenut.
"Lo 'kan minta turunin tadi," ujar Aldi. Tidak ada rasa bersalah sama sekali di wajahnya.
"Turuninnya pelan-pelan!" bentak Letta.
"Ya elah. Ya udah, bangun cepet! Pewe banget duduk di bawah," ujar Aldi santai.
Letta mencoba berdiri, tapi tak berhasil. Kakinya sakit sekali. Sepertinya keseleo akibat jatuh tadi.
"Sakit...." Letta kembali meringis sambil memegang kakinya. Tiba-tiba Aldi mengangkat tubuh Letta dan mendudukinya di kursi samping kemudi. Aldi berlari mengitari mobilnya, lalu duduk di sebelah gadis itu. Ia meraih kaki Letta dan meletakkannya di atas pahanya. Letta terlonjak.
"Awww.. Lo mau ngapain sih?" ujarnya begitu Aldi menyentuh pergelangan kakinya yang sakit.
"Udah, diem aja." Aldi memijat pelan pergelangan kaki Letta. "Sakit, Di. Pelan-pelan ih!" Letta terus meringis kesakitan. "Lo bisa jalan?" tanya Aldi, namun Letta hanya menggeleng.
Aldi menarik napas panjang. Entah kenapa ia jadi sering berurusan dengan gadis ini. Menyebalkan rasanya.
Letta merasa lebih baik. Entahlah, mengetahui ia saat ini bersama Aldi memang jauh lebih baik dibanding mengingat kejadian yang ia alami beberapa waktu yang lalu. Ia tak sanggup membayangkannya, mengingatnya saja membuatnya bergidik ngeri. Wait! Jadi tadi? Aldi yang nyelamatin gue? pikirnya.
Drrrttt... Drrttttt...
Handphone Aldi bergetar. Aldi meraihnya dari dalam saku celana jeans-nya.
"Kenapa, Dit?" tanyanya.
"Lo di mana? Tega lo ninggalin gue sama Andre berduaan kayak maho!" ujar Radit di seberang sana.
"Gue tiba-tiba ada urusan penting. Emang Vino ke mana?"
"Au. Udah di kasur kali sama Kezia," jawab Radit sekenanya.
"Ya udah. Lo ajak Andre aja ke kasur, hahahaha...."
"Sial!" Radit langsung memutuskan sambungan telepon begitu saja.
Aldi melirik jam pada display handphone-nya, sudah pukul dua pagi. Biasanya jam segini dia masih asyik clubbing, bukan malah ngurusin Nenek Lampir yang kakinya pincang kayak begini.
"Ya udah, sekarang lo gue anter pulang aja deh. Di mana rumah lo?" ujar Aldi.
"Tapi mobil gue—"
"Udah gampang. Nanti gue titip ke temen gue, dia yang punya club ini," potong Aldi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
Roman d'amourLetta sangat membenci Aldi, cowok mesum, manipulative, dan sok keren di sekolah, yang jelas bukan tipikal cowok impian Letta. Tapi berbeda dengan Aldi, Letta adalah impiannya. Perjodohan paksanya dengan Letta menjadi rumit ketika Letta mulai berpac...