Mata Letta melebar melihat potongan daging sapi yang ada di atas nampan. Terlalu banyak untuk mereka yang hanya berenam. Ini sih lebih pas disebut makan besar ketimbang barbeque-an, batinnya.
"Banyak amat kayak buat hajatan," komentarnya.
"Lo tau sendiri 'kan gimana buasnya Aldi kalo udah liat makanan."
"Kita mah jaga-jaga biar semua kebagian."
Letta mengangguk-angguk. Alasan Vino dan Andre memang sangat masuk akal.
Saat ini ia sedang membantu Andre dan Vino menusukkan potongan-potongan daging itu. Aldi kebagian tugas memanggang, sedangkan Kezia membantu Radit memasang layar dan proyektor untuk mereka nobar nanti malam.
"Eh kok kagak mateng-mateng ya. Gue udah laper banget nih." Andre menepuk-nepuk perutnya.
"WOY, DI! LAMA BANGET SIH! LAPER NIH!" teriak Vino. Aldi mendengus kesal. "BAWEL! BANTUIN SINI!"
"Sebentar. Gue cek dulu," kata Vino seraya bangkit, menghampiri Aldi yang sedari tadi membelakangi mereka. Mencurigakan! pikirnya.
"Si bego!" Vino menoyor kepala Aldi. "Baru mateng langsung dimakan."
"Gue laper, Vin."
"Anjir, pantesan manggangnya lama banget kagak matengmateng," protes Andre. Cowok itu tiba-tiba muncul di sebelahnya.
"Ya elah, gue laper."
"Udah sini! Gue aja yang manggang. Udah makan berapa tusuk lo?"
"Dua."
"Gak percaya."
"Dua puluh," kata Aldi santai. Andre menaikkan sebelah Alisnya.
"Iya, iya. Dua puluh delapan." "Amit!" desis Andre.
"Lo bantuin Letta aja gih! Biar gue sama Andre yang manggang." Aldi menoleh ke belakang, melirik Letta yang sedang duduk di gazebo sambil menusukan daging mentah ke dalam tusukannya. Yah! Daging mentah mana bisa dimakan. Aldi membatin.
"Tapi—" niatnya protes langsung musnah melihat Andre yang sudah lebih dulu menudingkan pisau yang sejak tadi cowok itu genggam ke arahnya. Akhirnya Aldi mengalah, menyerahkan capitan yang sejak tadi dipegangnya pada Andre.
Sebelum pergi, Aldi masih sempat-sempatnya mengambil lima tusuk sate dari panggangan. Membuat Vino dan Andre mendengus kesal.
"Thanks satenya!" katanya sambil berlari menjauhi dua orang yang sekarang sedang mendelik ke arahnya.
Letta baru saja menyelesaikan tusukan terakhirnya saat Aldi datang.
"Apa yang bisa gue bantu?" tanya Aldi. Mulutnya masih sibuk mengunyah tusukan ketiga dari sate yang diambilnya tadi.
"Gue udah selesai," kata Letta.
"Baguslah. Jadi gue bisa santai-santai di sini."
Aldi merebahkan tubuhnya di sebelah Letta. Seluruh lelahnya langsung luntur, menghilang begitu punggungnya bertemu dengan lantai gazebo yang terbuat dari kayu. Lega.
"Let, pijitin dong."
"Ogah! Emangnya gue babu?!"
"Lo 'kan calon istri gue."
Letta memutar bola matanya sebal.
Aldi terkikik. Katakan Aldi tidak waras, tapi baginya Letta jadi lebih cantik sepuluh kali lipat jika sedang kesal seperti ini. Bibir yang mengerucut, alis yang hampir tertaut, wajah yang merona, juga mata yang seolah ingin menerkamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
RomanceLetta sangat membenci Aldi, cowok mesum, manipulative, dan sok keren di sekolah, yang jelas bukan tipikal cowok impian Letta. Tapi berbeda dengan Aldi, Letta adalah impiannya. Perjodohan paksanya dengan Letta menjadi rumit ketika Letta mulai berpac...