Empat Puluh Lima

252K 9.2K 1.2K
                                    

Satu minggu kemudian.

Banyak yang berubah sejak malam itu. Paginya Letta mulai terasa berbeda. Tak ada lagi suara serak Aldi dengan aksen baru bangun tidurnya menyapa Letta di pagi hari. Ucapan selamat pagi yang tak pernah luput dari kata-kata mesum cowok itu, juga cerita-cerita tentang mimpi mereka semalam. Letta mulai merasa tak nyaman. Tapi ia sadar, itu konsekuensi dari keputusan yang diambilnya kemarin. Tidak ada gunanya menengok atau berlari ke belakang. Letta sudah telanjur menyeburkan diri dalam situasi buruk yang dibuatnya. Lagi pula, perkataan Aldi malam itu memang keterlaluan. Dia bilang apa? Gue murahan? Sialan!

"Kamu kok masih tidur-tiduran di sini? Bukannya hari ini jadwalnya fitting baju?"

Dengan malas, Letta melirik Tommy yang berdiri di depan pintu kamarnya. Gadis itu menggeleng, semakin meringkuk ke dalam selimut tebal Hello Kitty yang kini membalut dirinya. Letta nggak mau ketemu Aldi.

"Harus banget, Dad? Males ah." Letta mengeluh.

"Ya iyalah. Mau fitting bajunya diwakilin sama Bik Ina?"

Letta memutar bola matanya. "Pertunangannya juga sekalian diwakilin aja kalau bisa."

Dahi Tommy mengerut, berhasil menangkap satu keganjilan pada tingkah putrinya.

"Kamu lagi berantem sama Aldi, ya?" tebaknya.

Letta diam saja. Malas mengungkit masalah itu. Kalaupun Tommy tahu, pertunangan mereka tak akan dibatalkan karena undangan sudah disebar beberapa hari yang lalu, gedung hotel pun sudah dibayar di muka.

"Hey!" panggil Tommy karena urung mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

Letta bangkit. "Iya. Iya. Letta mandi nih! Puas?"

"Nah! Gitu dong!"

***

Letta masuk ke dalam mobil dan langsung duduk diam di sebelahnya. Gadis itu, rasanya lama sekali Aldi tidak melihatnya. Sosok yang begitu Aldi rindukan. Tangan Aldi hampir saja melayang dari setir, ingin menggapai tangan Letta, namun melihat gesture penolakan dari gadis itu, akhirnya niat itu ia urungkan.

"Lo nggak capek lari terus?" kata Aldi tiba-tiba. Mimik wajah Letta sedikit berubah. Sedetik, namun Aldi sempat melihatnya.

"Gue sepertinya mulai capek," tambahnya. Kali ini Letta menoleh, mengangkat mukanya dengan angkuh.

"Baguslah. Emang lebih baik lo berhenti," kata cewek itu dengan nada sinis.

Aldi langsung menggeleng. Menolak dengan tegas usulan itu. "Gue nggak bilang gue akan berhenti. Secapek apa pun itu, gue nggak mau menyerah sama apa yang udah lama gue perjuangin.

Lo terlalu berharga untuk gue tinggalin dengan alasan capek." Letta terdiam, seakan tersihir dengan perkataan Aldi.

"Lo inget janji-janji yang udah kita ucapin?" Aldi menatapnya.

Janji buat nggak akan ninggalin satu-sama lain, janji buat terus sama-sama, janji yang entah akan gue tepati atau enggak, batin Letta.

"Gue lupa." Letta memalingkan wajahnya ke arah jendela, tak sempat melihat raut wajah sedih Aldi ketika kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulutnya.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang