20

1.1K 214 5
                                    

Setelah membayar makanan mereka, tadinya Aran dan Chika sudah mau pulang, tapi tidak jadi karena Chika meminta Aran untuk menemaninya jalan-jalan dulu sebentar.

Hari sudah semakin sore menuju malam, ternyata semakin sore taman itu makin ramai pengunjung, dan lampu-lampu di taman itu pun sudah mulai dinyalakan yang membuat taman itu semakin indah saat malam hari.

Mereka berjalan menyusuri taman kota, kerlap kerlip lampu taman memenuhi sepanjang jalanan yang mereka lalui. Chika berjalan lebih dulu dari Aran dan melangkah meninggalkan laki-laki itu yang hanya mengikutinya dari belakang.

Jarang jarang sekali bagi Chika bisa jalan-jalan di taman seperti ini. Kadang ia yang terlalu malas untuk keluar rumah atau karena sibuk nongkrong di tempat lain bersama teman-temannya.

"Ran" panggil Chika berbalik menatap Aran sambil berjalan mundur.

"Ya?" Aran mengalihkan pandangannya dari kamera menatap Chika.

"Soal permintaan papi di kantor tadi, Lo gausah dengerin. Kita sama-sama tau kalo gue atau pun Lo ga mungkin kabulin permintaan papi"

"Iya gue tau. Itu ga akan mungkin, Lo pasti tau alasannya apa"

"Karena Anin kan?"

"Karena Lo juga. Gue sama Lo kan ga ada hubungan apa-apa selain terikat kontrak, jadi ga mungkin kita ngabulin permintaan bokap Lo"

Chika mengangguk membenarkan, ia berbalik kembali dan melanjutkan langkahnya.

"Chik" Aran menyamakan langkahnya dengan Chika agar bisa dengan mudah berbicara dengan gadis itu.

"Kenapa?" Tanya Chika menoleh.

"Sebenernya kalo dipikirin lagi secara logika, kita ga harus ngejalanin pernikahan ini"

"Maksud Lo?"

"Kalo bicara soal warisan, Lo itu anak perempuan pertama dan satu-satunya Chik, warisan bokap Lo udah pasti semuanya jatuh ke tangan Lo kan?"

"Iya juga sih" Chika mengangguk membenarkan. Kenapa ia tidak terpikirkan hal ini saat itu.

"Tapi kenapa Lo mau jalanin ini?" Aran menatap wajah samping Chika yang menatap lurus ke depan.

"Hmm, kenapa ya?" Chika mendudukkan dirinya disalah satu kursi taman diikuti oleh Aran yang duduk disampingnya.

"Bener yang Lo bilang, semua aset papi ga mungkin jatuh ke tangan orang lain selain gue. Tapi bagi gue ada hal yang lebih penting dari itu"

"Apa?"

"Kebahagiaan papi. Gue tau selama ini gue belum bisa bahagiain dia, gue selalu nentang apa yang dia bilang, ga pernah nurut, nyusahin dia terus, gue selalu sadar sama hal itu"

"Papi selalu pengen gue berubah. Berhenti dari dunia malam yang sering gue datengin, meskipun gue sendiri ga pernah macem macem. Cuma sekedar minum"

"Sekedar?"

Chika menganggukkan kepalanya.

"Gue tau ga seharusnya gue kaya gitu" ucap Chika.

"Tapi cuma itu yang bisa gue lakuin kalo lagi capek. Gue berharap dengan gue minum bisa ngilangin semua yang ada di pikiran gue, stress, capek, dan semuanya"

"Lo dapet apa dari semua itu?" Tanya Aran.

Chika menggeleng, "ga ada"

"Lalu?"

Chika lagi lagi menggeleng tidak tahu.

"Kalo ditanya soal pernikahan, itu semua pure buat nyenengin papi. Salah sih memang, gue jadi ngelibatin Lo disini. Mau nolak pun juga gabisa karna gue liat papi seneng banget sama Lo. Meskipun gue juga tau ada tekanan dari papi buat Lo waktu itu"

R A S A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang