34

954 204 16
                                    

Setelah hari itu, Aran dan Chika tak lagi bertemu. Komunikasi mereka terhenti saat itu juga. Bahkan sejak hari itu mereka sudah pisah rumah, Aran yang tetap tinggal di rumah bundanya pun tak lagi pulang ke rumah Chika yang letaknya tak jauh dari rumah bundanya.

Rumah itu kosong, mungkin Chika juga tidak tinggal disana lagi. Dan mungkin juga Chika pulang ke rumah papinya.

Chika dan teman-temannya pun sudah selesai magang sekitar 3 Minggu yang lalu. Selama itu pula Aran tak lagi mengetahui bagaimana kabar Chika. Hari ke hari Aran lalui dengan berat, tak ada lagi kalimat kalimat menyebalkan yang sering Aran dengar dari Chika, tak ada lagi kebawelan dari gadis itu yang pagi pagi sudah membuatnya emosi.

Keputusannya untuk berpisah juga bukan kehendaknya sendiri, sebenarnya ia tidak ingin berpisah dengan Chika, tapi jika dipertahankan pun juga sangat tidak memungkinkan untuk keduanya. Chika tidak mencintainya, hanya ia yang memiliki rasa. Jika ia tetap memaksakan kehendaknya sendiri untuk bertahan, itu malah akan semakin membuat Chika membenci dirinya.

Chika bahkan dengan lantang mengatakan jika ia tidak menyukai dirinya, lalu untuk apa memilih bertahan dengan seseorang yang tidak menginginkan kehadiran kita?.

Mengesampingkan hal itu, sampai sekarang Aran masih sangat merasa bersalah pada Anin yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Gadis yang tidak tau apa apa itu sudah sangat terluka karena dirinya. Ia dengan sadar mencintai dua orang sekaligus karena keegoisannya sendiri.

Aran tidak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sejujurnya pada Anin, ia masih sangat takut akan hal itu. Takut menyakiti Anin padahal itu hal yang sudah pasti. Secara tidak langsung ia sudah menyakiti Anin meski kekasihnya itu belum mengetahuinya.

Aran menghentikan motornya didepan sebuah cafe, niatnya sepulang dari kantor ia ingin mengajak Anin jalan jalan, tapi kekasihnya itu masih sibuk mengurus tugas akhir kuliahnya, jadilah ia disini sekarang, duduk sendiri sambil meminum kopi yang sudah ia pesan tadi.

Tinggal seminggu lagi pernikahannya dengan Anin akan di gelar, bersamaan dengan itu, sebentar lagi pula surat perceraiannya akan diberikan.

Mungkin dengan ini Aran merasa Anin tak perlu mengetahui tentang dirinya. Lagi pula, pernikahannya dengan Chika juga tertutup dan hanya mereka saja yang mengetahuinya. Jadi ini akan menjadi rahasianya saja karena ia tak mau menyakiti Anin.

Aran menoleh ketika pundaknya ditepuk dan namanya dipanggil oleh seseorang. Ia tersenyum lalu mempersilahkan orang itu untuk duduk.

"Udah lama bang? Sorry tadi abis dari kampus dulu"

"Gapapa, gue juga baru aja kok. Thanks ya la udah mau gue minta ketemu"

"Santai bang" ucap Olla

"Pesen dulu aja, biar enak ngobrolnya" ucap Aran menyodorkan menu pada Olla.

Setelah Olla memesan, Aran mencoba memulai pembicaraan dengannya.

"Lo pasti udah tau soal gue sama Chika kan?" Tanya Aran yang diangguki Olla.

"Gue mau tau kabar dia gimana?"

"Dia baik-baik aja kok bang. Sekarang kita lagi sibuk ngurus skripsi"

Aran mengangguk, setidaknya ia mengetahui jika istrinya itu baik-baik saja. "Syukurlah, gue harap dia baik-baik terus" gumamnya.

"Oh iya, Chika pulang ke rumah papinya kan? Soalnya rumah yang dikasih buat kita itu kosong?" Tanya Aran.

"Engga bang, sebulan ini dia nginep sama gue, kadang juga di rumah Ashel"

"Serius? Kok dia ga pulang ke papinya?"

R A S A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang