35

1K 228 11
                                    

"Bang, Chika mabuk, dia ilang di club sama Zean. Gue udah cari dia kemana-mana tapi ga ketemu"

Kata-kata itu terus saja memutar di kepala Aran. Ia khawatir saat tadi Olla menelponnya dan memberitahunya kalau Chika hilang. Ia takut terjadi sesuatu dengan Chika apalagi dia sedang bersama Zean.

Aran melajukan motornya agar segera sampai ke tempat tujuan. Untung saja jalanan sudah mulai sepi, jadi tak ada hambatan untuk Aran.

Aran memikirkan sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi pada Chika, segala kemungkinan kemungkinan itu terus saja memenuhi isi kepalanya. Ia khawatir Zean melakukan sesuatu yang tidak seharusnya karena mereka berdua sama-sama mabuk.

"Chika, jangan gila Chik"

"Chik, pliss jaga diri Lo"

Aran terus saja bergumam tanpa memelankan laju kendaraannya. Motornya yang sudah tua membuatnya kesusahan untuk mengatur kecepatan. Ia kesal karena sedari tadi tidak sampai di tempat yang sudah Olla beritahukan padahal ia sudah mengebut. Mungkin karena motor itu sudah tidak layak pakai makanya lajunya pun berbeda dengan motor motor pada umumnya.

30 menit kemudian Aran menghentikan motornya di sebuah parkiran club malam. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki ke tempat ini. Tanpa berlama-lama Aran langsung masuk ke dalam club itu.

Irama musik yang cukup keras sangat memekakkan telinga, Aran tidak biasa mendengar musik sekeras ini dengan orang orang yang menari dengan lihai didalamnya.

Aran menerobos kerumunan orang orang yang sedang menari itu untuk mencari keberadaan Chika. Ia mencoba menelpon tapi tidak ada jawaban. Dibawah cahaya lampu yang remang dan lampu disko yang berwarna warni, Aran mencoba untuk terus mencarinya di setiap penjuru. Tapi nihil, ia tidak menemukan Chika dimana pun.

"Minggir minggir" Aran mendorong asal orang orang yang menghalangi jalannya.

"Chika, pliss angkat telpon gue Chik" Aran sudah kepalang panik. Ia takut sekali terjadi sesuatu dengan istrinya itu.

Sedangkan Chika, ia berjalan sempoyongan dengan merangkul tangan Zean. Sesekali mereka berhenti di tengah lorong dan berciuman. Zean menarik tangan Chika dan memeluk pinggangnya, menyandarkannya di dinding dan mencumbunya. Keduanya sudah sama-sama mabuk, tapi Zean masih sedikit sadar dan membawa Chika naik ke lantai dua menuju kamar yang ada di club itu juga.

Chika memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Zean hingga ciuman mereka terlepas.

"Apasih cium cium!" Racaunya kesal. Ia merosotkan tubuhnya dan terduduk lemas di koridor lorong itu.

"Akhh ngantukkk.."

"Aran ngantukkk.."

Chika merengek seperti anak kecil. Matanya terpejam sambil memasrahkan tubuhnya yang sudah mulai melemah.

"Ayo pindah" Zean berjongkok dan menarik tangan Chika untuk bangkit. Bukannya berdiri keduanya malah terjatuh.

Mereka berdua sudah semakin lemas. Dengan sekuat tenaga Zean mengangkat tubuh Chika dan memapahnya untuk membawanya ke kamar yang sudah lebih dulu ia pesan.

"Mau bawa gue kemana Lo??"

"Jangan macem-macem deh" Chika menampar pelan pipi Zean tapi tidak menolak saat Zean membawanya berjalan.

Keduanya berjalan sempoyongan, Zean menyipitkan matanya berusaha melihat nomor yang tertera di pintu dan menyamakan dengan cardlock miliknya. Sedikit kesusahan karena penglihatannya mulai buram dan angka yang ia lihat semakin mengabur.

Setelah beberapa kali memaksakan penglihatannya, akhirnya angka yang ia lihat sama dengan cardlock miliknya. Ia menempelkan kartu itu beberapa kali hingga akhirnya pintu itu terbuka.

R A S A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang