37 [END]

2.3K 248 32
                                    

Hari ini, tepat hari pernikahan Aran diselenggarakan. Semua tamu sudah mulai berdatangan. Kerabat, serta teman-temannya juga sudah berada disana.

Prosesi acara pun sudah di mulai sejak pagi. Senyum sumringah tak pernah luntur dari kedua mempelai untuk menyambut para tamu. Keduanya bahagia, sangat bahagia.

Dengan gagah Aran berdiri di atas pelaminan dengan menggandeng wanitanya. Memakai setelan jas yang senada dengan gaun si pengantin wanita membuat kesan elegan dan mewah dari keduanya.

Ketampanan dan kecantikan dari kedua mempelai itu membuat siapa saja tamu yang datang dan bersalaman selalu memuji mereka.

"Kamu bahagia?" Tanya Aran berbisik. Senyumnya yang khas ia tampakkan untuk wanita yang ia cintai itu.

"Sangat, aku sangat bahagia" balasnya tersenyum.


















































"Aku lebih bahagia bisa bersama kamu, Chika" ucap Aran tersenyum manis.














































Flashback on

Aran berjalan memasuki gedung pernikahannya dengan Anin. Aran dan Anin memang dari jauh hari sudah sepakat menyewa gedung untuk pesta pernikahan mereka. Tempat itu sudah di dekorasi dengan indah dan sudah berjalan sekitar 70%.

Dari pintu masuk gedung Aran berdiri, memandangi semua orang yang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara pernikahannya. Ia pandangi dengan perasaan bimbang di hatinya.

Masih H-3 pernikahan, Aran masih saja dibuat bimbang. Pilihan yang Chika berikan padanya membuatnya sangat amat bingung. Siapa yang harus ia pilih? Sementara Chika tidak mau dilepaskan dan meminta untuk dipertahankan.

Bagaimana ia sekarang? Mempertahankan dan memilih Chika pasti akan sangat menyakiti Anin dan keluarganya jika mereka tahu fakta yang sebenarnya. Memilih Anin juga akan sangat menyakiti Chika dan keluarganya. Keduanya akan sama-sama tersakiti karenanya.

Aran sangat pusing. Pikirannya kalut, semuanya terasa berenang di kepala. Otaknya serasa penuh dengan berbagai macam hal yang ia pikirkan. Pusing, bingung, semuanya bercampur aduk.

Tidak mungkin ia menghancurkan semua ini dengan kejujurannya pada Anin. Tidak mungkin rasanya ia menghancurkan impian Anin untuk menikah dengan perayaan pesta yang megah seperti yang sering Anin katakan padanya. Tidak mungkin rasanya jika Aran menyakiti hati gadis itu dengan membatalkan semuanya dan lebih memilih Chika. Tapi ia juga tidak mungkin menyakiti Chika dengan cara menceraikannya. Chika saja tidak mau.

Oh Tuhan...andai ia bisa memiliki keduanya tanpa melepaskan salah satunya, pasti Aran tidak akan dibuat sepusing ini. Dan hidupnya pasti akan sangat bahagia memiliki dua orang yang ia cintai disampingnya.

Aran menoleh ketika sebuah tepukan mendarat di pundaknya. Ia memaksakan senyumnya dan berbalik untuk menyalimi tangan orang itu.

"Halo om" sapa Aran pada papa Anin.

"Gimana? Siap belum?" Tanya papa Anin menggoda.

Aran hanya tersenyum saja menanggapinya. Melihat wajah papa Anin yang sangat bahagia melihat pesta pernikahan putrinya yang sebentar lagi akan terlaksana membuat Aran sangat merasa bersalah . Dalam hatinya ia banyak banyak meminta maaf kepada keluarga Anin karena sudah menyakiti mereka semua.

Aran pamit pada papa Anin untuk menghampiri putrinya. Keduanya duduk berhadapan, belum ada yang berbicara. Aran masih sibuk menyusun kata-kata untuk memulai pembicaraannya.

R A S A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang