2

1.2K 256 6
                                    

Kini Aran sudah tidak lagi berada di kantor polisi, atasannya telah menjamin dan mengeluarkannya dari sana, tapi yang paling Aran sesali adalah berada disini lebih dari tersiksa karena harus melakukan hal yang belum seharusnya ia lakukan.

"Bagaimana? Semua sudah siap?"

Aran berkali-kali menghapus air matanya. Apa yang terjadi hari ini tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Apalagi harus menikah dengan perempuan asing.

Sekarang Aran berada di KUA. Pucho langsung membawanya kesini karena tetap meminta pertanggungjawaban darinya. Ada bundanya juga yang di telpon untuk datang. Bundanya tentu terkejut mendengar kabar ini, dan beliau hanya bisa menangis melihat keadaan yang menimpa anak semata wayangnya.

"Bun, aku gamau Bun" ucap Aran pada bundanya. Ia sudah menjelaskan yang sebenarnya terjadi pada bundanya kalau ia tidak melakukan hal itu. Ia di fitnah.

"Nak, sabar ya. Kita gak bisa melakukan apapun selain menerima ini, bunda gak mau kamu di penjara" ucap bundanya.

"Bagaimana dengan Anin bunda? Aku gak bisa kalau harus menyakiti dia dan meninggalkannya" Aran menangis mengingat bagaimana nanti jika kekasihnya tau kalau ia menikah. Ia tak siap menyakiti wanita yang sangat disayanginya itu.

"Bunda juga bingung harus gimana, tapi kita cuma bisa jalanin ini. Nanti kita bicara dengan Anin ya"

Aran menggeleng, air matanya terus menetes. Ia takut jika Anin mengetahui ini pasti akan sangat melukai hati gadisnya itu. Aran tak bisa melihatnya sedih. Ia tak sanggup.

"Bagaimana? Bisa kita mulai sekarang?" Tanya penghulu.

Aran yang masih berada disudut ruangan menatap ke arah penghulu dan beberapa orang saksi yang sudah bersiap disana.

"Aran, ayo" panggil Pucho yang menggandeng gadis bernama Chika itu dan duduk didepan penghulu.

Lagi lagi air mata Aran jatuh. Suatu saat ia pasti menikah, tapi bukan bersama gadis itu, melainkan dengan gadis yang dicintainya, Anin.

Mimpinya untuk menikahi Anin adalah salah satu alasannya bekerja keras untuk bisa meminang gadis itu. Ia bekerja dan rela lembur tiap malam untuk menabung agar bisa menikahinya.

Bahkan Aran rela mengambil alih pekerjaan teman kantornya hanya untuk menambah sedikit demi sedikit tabungan yang ia punya. Dan itu hanya untuk Anin.

Persiapannya untuk menikahi Anin sudah sangat matang, tapi sayangnya takdir berkata lain. Dan ia harus menikahi gadis yang tidak ia kenal dan sukai, yaitu anak dari bosnya sendiri. Apa yang takdir siapkan untuknya hingga ia harus berada di situasi ini?.

"Nak, ayo" Bundanya memegang lengan Aran dan mengusapnya untuk menguatkan. Apa yang terjadi hari ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia duga sama sekali. Ia mengenal Aran dan sangat percaya padanya, anak laki-lakinya tidak mungkin melakukan hal bodoh pada seorang gadis yang tidak ia kenal.

Bundanya menggandeng lengan Aran menuju meja penghulu yang dimana disana sudah ada calon mempelai wanita dan para saksi. Disana juga ada beberapa orang yang semalam membawa Aran ke kantor polisi.

"Sudah siap?" Tanya penghulu.

Aran mengepalkan tangannya erat. Ia emosi, ini bukan kesalahannya, kenapa ia harus melakukan ini? Kenapa ia harus bertanggung jawab atas yang bukan menjadi kesalahannya? Kenapa Tuhan selalu mempermainkan hidupnya? Apa yang Tuhan ingin dari semua ini?.

"Tangannya" pinta penghulu untuk menjabat tangan Pucho didepannya.

Aran diam, matanya memerah dan berkaca-kaca. Ia menoleh pada gadis disebelahnya yang juga menangis. Apa ini? Pernikahan ini tidak diinginkan oleh keduanya, lalu kenapa pak Pucho tetap memaksa? Konyol.

R A S A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang