Happy reading..🦋🦋🦋🦋🦋
Di taman yang berada di area rumah sakit, Alvano tengah duduk di kursi yang berada disana, pikirannya kembali menerawang pada kejadian-kejadian selama lima tahun terakhir. Kejadian dimana Alena yang mulai di benci dan tidak di akui keberadaannya oleh Rangga, sampai Alvano yang ikut membenci Alena.
Jika di pikir kembali, sebenarnya ini semua bukanlah salah Alena tetapi keadaan yang memaksanya untuk membenci Alena. Jauh dari lubuk hatinya, Alvano merasakan sakit dan sesak ketika melihat Alena yang selalu menjadi sasaran kemarahan Rangga karna takdir yang tidak bisa Rangga terima.
Alvano mengusap wajahnya kasar, bahkan untuk menyesal pun rasanya ia tidak pantas.
Sebuah sapu tangan berwarna biru mengalihkan atensinya, Alvano mendongkak dan menatap siapa orang yang memberikan sapu tangan padanya.
"Pakai ini buat usap air matanya mas." Ujar seorang gadis cantik yang memakai baju rumah sakit berwarna biru, iris matanya yang coklat bahkan rambut panjangnya yang berwarna hitam semakin menambah aura kecantikan gadis itu.
"Te-terima kasih." Ucap Alvano seraya menerima sapu tangan pemberian gadis di depannya.
Gadis itu duduk di samping Alvano seraya menatap area taman yang ramai, "Siapa yang sakit mas? Kok sampai bikin mas nangis?" Tanya gadis itu tiba-tiba.
"Adik saya." Jawab Alvano membuat gadis itu mengangguk.
"Semoga cepat sembuh ya mas, biar mas gak nangis lagi." Gadis itu menatap Alvano yang berada di sampingnya seraya tersenyum hangat.
"Terima kasih atas do'anya, do'a yang sama untukmu." Ujar Alvano mengucapkan hal yang sama pada gadis di depannya.
Di sisi Karel yang kini sudah berada di dalam ruangan Alena, lelaki itu duduk di kursi samping brankar yang Alena tempati.
"Ngapain lo disini? Dan kenapa gue bisa ada di sini?" Tanya Alena beruntun.
Karel terdiam beberapa saat, "Gue gak sengaja liat lo di bawa kesini sama orang yang seumuran sama bang Ezra, gue gak tau dia siapa tapi dia kaya khawatir banget sama lo." Ungkap Karel.
"Seumuran bang Ezra?" Monolog Alena, ia kembali mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat kesadaran nya mulai menghilang, ia sempat melihat Alvano menggendong nya dengan raut panik.
"Alvano?" Gumam Alena, Gak mungkin dia khawatir sama gue, bahkan kalo pun gue mati di tanggan papa mungkin dia akan jadi orang pertama yang merayakan kematian gue! batin Alena.
Melihat Alena yang terdiam dengan tatapan kosong, Karel memegang pundak Alena sampai gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Lo gak apa-apa? Gue panggil dokter ya." Karel berdiri dari kursi, namun tangannya di tahan oleh Alena membuat Karel mengurungkan niatnya.
"Gak perlu, lo bisa di sini temenin gue?" Alena memegang ujung kaos milik Karel, lelaki itu di buat salah tingkah saat melihat raut datar Alena namun terlihat sedikit raut memohon di wajahnya.
Karel mengangguk dan kembali duduk di kursinya, ia lantas menyuruh Alena untuk kembali berbaring yang langsung di turuti oleh gadis itu.
"Jangan pergi kemana-mana ya? Gue.." Alena menggantungkan ucapannya, gue pengen lo tetep di sini, lanjutnya membatin.
Karel tersenyum dan mengangguk, "Gue gak akan kemana-mana, sekarang lo tidur biar nanti badan lo enakan." Karel menarik selimut dan menyelimuti Alena.
Tak lama dengkuran halus terdengar dari mulut gadis itu, Karel menatap wajah putih Alena yang sekarang di penuhi luka lebam, bahkan keningnya yang di perban membuat hatinya tiba-tiba merasakan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENA (a Secret) [ON GOING, REVISI]
Teen FictionALUR HASIL PEMIKIRAN SENDIRI, DI LARANG PLAGIAT!!! Follow dulu sebelum membaca. ini bukan hanya tentang rasa, namun juga tentang luka dan trauma yang di rasakan gadis bernama Alena. luka yang seakan tidak ada habisnya juga trauma nya terhadap hujan...