Happy reading..
🦋🦋🦋🦋
"Gak sabar banget buat ketemu calon mantu," Gumam Maya seraya memotong-motong puding buatannya di dapur, bersama para asisten rumah tangganya.
"Bi surti, tolong nanti semua makanannya di bawa ke meja makan ya.. Jangan lupa minumannya juga." Ucap Maya pada bi Surti.
"Baik nyonya."
Maya berjalan kedepan dengan semangat, namun saat baru menginjakkan kakinya di dekat ruang tengah tubuhnya terpaku saat melihat sosok seorang gadis yang duduknya menyamping, namun meski begitu Maya dapat melihat dengan jelas wajah cantik gadis itu.
Dinda? Gumam Maya, tubuhnya bergetar bahkan tangannya sudah berkeringat dingin, namun suara Abian membuyarkan lamunannya.
"Ma kenapa?" Abian sedari tadi memanggil Maya seraya mengguncang tangannya lembut, namun tidak ada jawaban apapun dari Maya, ia melihat istrinya yang hanya diam dengan fokus yang menatap kedepan.
Namun tiba-tiba setetes air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata istrinya.
"Pa, itu Dinda Pa dia mirip sekali sama Dinda sahabat Mama." Ucap Maya pada Abian.
"Loh itu kan Alena Ma, apa jangan-jangan dia anak dari sahabat Mama?" Tebak Abian yang membuat Maya semakin terisak,
"Ya Tuhan," kaget Maya sedikit bersyukur jika fakta yang di ucapkan oleh Abian ternyata benar, namun ia harus memastikannya secara langsung.
Abian menggenggam pergelangan tangan Maya, "Ya sudah, kita samperin ya Ma." Ajak Abian yang di angguki dengan semangat oleh Maya, namun sebelum itu Maya sudah mengusap terlebih dulu jejak air mata di pipinya.
Alena berdiri saat melihat kehadiran Wanita paruh baya yang datang bersama Abian di sampingnya, wanita itu masih terlihat cantik di usianya yang sudah tidak lagi muda bahkan sekilas ia melihat siluet wajah ibunya entahlah Maya mengingatkannya pada Dinda, mungkin ia jadi merindukan sosok ibunya.
"Malam tante, perkenalkan saya Alena." Ujar Alena sopan namun raut wajahnya masih terkesan dingin dan datar.
"A-ah, Saya Maya." Ucap Maya seraya tersenyum.
Tatapan Maya sedari tadi tidak lepas dari wajah Alena, walaupun Maya tersenyum namun tak dapat di pungkiri jika tubuhnya menegang dan bergetar, rasanya Maya ingin menangis histeris saat ini juga namun sebisa mungkin ia menyembunyikan raut tegangnya.
Ia memang belum yakin 100% dengan fakta ini, namun setelah melihat lebih dekat dan menatap mata itu rasanya tubuh Maya tidak bertenaga, meskipun raut wajah Alena datar dan dingin namun ia melihat tidak ada kehidupan di dalam sorot matanya. Apa yang terjadi dengan anak ini? Dan apa yang sudah anak ini lewati sampai sorot matanya terlihat kosong, rasanya Maya ingin merengkuh dan memeluk tubuh Alena untuk bertanya apa yang terjadi padanya, namun ia tidak bisa gegabah begitu saja.
"Ma.." Panggil Karel saat melihat Maya yang hanya bengong dengan tatapan kosong,
"Eh-eh iya, ayo kita makan malem dulu. Mama udah siapin makanan di meja makan, ayo Alena." Ajak Maya.
"Ah, tante maaf saya merepotkan." Ujar Alena tak enak.
"Ya ampun Alena, engga kok sayang justru tante senang kamu kesini apalagi pas tau kalau kamu mau menginap disini." Maya mengelus tangan kanan Alena,
Keluarga Karel baik banget, kalau aja gue punya keluarga kaya gini kayanya gue bakal jadi anak yang paling bahagia. Gumam Alena seraya tersenyum miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENA (a Secret) [ON GOING, REVISI]
Teen FictionALUR HASIL PEMIKIRAN SENDIRI, DI LARANG PLAGIAT!!! Follow dulu sebelum membaca. ini bukan hanya tentang rasa, namun juga tentang luka dan trauma yang di rasakan gadis bernama Alena. luka yang seakan tidak ada habisnya juga trauma nya terhadap hujan...