RB ~ 14

7.2K 495 13
                                    


Jauh lebih baik kehilangan sesuatu untuk Allah daripada kehilangan Allah untuk mendapatkan sesuatu

~Rumah Biru~






















Semua berkumpul di Ndalem lantai 2 dimana ada ruangan panjang biasa untuk rapat panitia Banat.

Disana ada Umi, Abah dan Gus Arash juga ada tambahan Ning Zaenab dan suaminya

Fatimah menjelaskan semuanya atas perintah Abah yai karna Fatimahlah yang jika cerita itu lengkap namun tidak bertele tele

Fatimah menceritakan dari di depan MTs sampai di komplek tadi bahkan menceritakan bagaimana Navi menampar Fikri

Hal itu membuat Arash sedikit kaget dan menatap gadis disebarang nya itu karna semuanya duduknya setengah lingkaran menghadap Abah yai yang duduk di Shofa berdua dengan Umi sedangkan Gus Arsdh duduk lesehan

"Jadi Fikri memukul Santri itu awal masalahnya ?" Tanya abah Yai yang diangguki Fatimah

"Kenapa sampai memukul, Fikri ?"

"Maaf Abah, biar santrinya disiplin, biar bawa kitab"

"Sudah ditanya alasannya ?"

Fikri menjawabnya dengan gelengan

"Kenapa langsung ambil kesimpulan tanpa tabayun dulu ? Ini kalau sampai orang tuanya tau bagaimana ? Apalagi yang satu karna keadaan ekonomi dan yang satu habis sakit"

"Maaf Abah, kebanyakan santri suka beralasan saja karna menutupi kesalahannya"

"Tau dari mana ? Abah ndak pernah mengajar kan santri santri abah untuk suudzon, tidak tabayun, dan main hakim sendiri"

"Maaf abah, -"

"Gini Ustadzah maaf saya potong, tolong tinggal ngaku saja, saya sudah ada vidio buktinya, tidak usah bertele tele lah, jangan terus beralasan demi menyembunyikan kesalahan kamu" sela Gus Arash

"Apa karna Arash kamu begini ? Apa karna ditolak Arash ? Apa karna sudah mendengar Arash akan menikah ?" Tanya Ning Zaenab yang juga ikut Geram

Fikri menggeleng sebagai jawaban

"Jangan buta karna cinta Fikri, kamu seorang yang di hormati santri, kamu pengajar disini, jangan bikin nama Pesantren ini jelek karna adab kamu" nasehat Umi Khadijah

Fikri sudah menangis sedari masuk ke ruangan ini, kini isakannya semakin terdengar membuat Ivani menatap sinis padanya

"Saya bingung mau ngehukum kamu apalagi, hukuman yang kemarin pun belum kamu selesaikan, mau panggil orang tuamu, tapi orang tuamu diluar jawa saya kasihan kalo dateng kesini cuma denger kesalahan anaknya" ucap Abah Abdurahman

"Apa ndak dikeluarkan saja bah, sudah meresahkan Pesantren soalnya, berani banget nyalahin umi" usul Ning Zaenab

Mendengar itu Fikri lancang maju dengan lututnya lalu berlutut di kaki Umi Khadijah sembari memangis meminta tidak dikeluarkan

Dia tak mau orang tuanya kecewa, dia minta maaf, dia berjanji tak akan mengulanginya lagi

Akhirnya diputuskan Ustadzah Fikri mendapat hukuman tidak bisa mengajar sampai selesai khaul, di harus membantu ndalem bagian masak santri dimana itu hal yang paling capek

Saat khaul pun Dia harus ada didapur tidak bisa ikut kedepan menyambut tamu

Sungguh hukuman yang menyakitkan bagi Asatidz dan Pengurus saat acara besar tak bisa menyambut tamu, tak bisa bersalaman dengan bu nyai dari berbagai pondok tak bisa mengambil barokahnya

Malah sibuk didapur menyiapkan makanan, capeknya luar biasa, belum lagi kalau makanan kurang di tengah acara tiba tiba, harus super gercep meraciknya lagi

Dalam 2 bulan ini pun beliau tidak boleh keluar pondok selangkahpun

Hafalannya di tambah jadi 200 hadist dsn hukuman membersihkan kamar mandi masih berjalan

Meskipun menurut Asatidz lain kurang berat namun keputusan abah tak bisa diganggu gugat

Abah dan Umi langsung turun ke lantai 1 begitupun anak anaknya lalu di lanjut dibelakanya asatidz dan pengurus juga Si Fikri

Semua kembali ke kamar masing masing

Acara ganti baju Navi dan Fatimah yang tadi tertunda kembali mereka lakukan

Tenang gak buka telanjang didepan sesama perempuan kok, mereka ganti baju disebalik lemari yang ada sedikit ruang dan akan bergantian mengganti baju

Selesai mengganti baju, Navi langsung rebahan membuka hpnya ada pesan dari kakaknya yang mengabari bahwa keluarganya akan datang 2 hari sebelum acara pernikahannya di laksanakan

"Vi, menurut kamu bakal kapok gak yah si Fikri" tanya Fatimah selesai mengganti baju lalu menggantungnya di plafon setelah dipasangi hanger

"Khusnudzon aja sih mba semoga bisa berubah"

"Aamiin ya Allah, oh ya Vi, kok Ustadzah Ivani tau yah kamu calon istrinya Gus Arash ?"

"Hah ? Serius mba ?"

"Iya tadi beliau ngomong kalo kamu udah pindah ke ndalem beliau mau pindah kesini, udah gak betah sama Fikri katanya"

Fatimah duduk disamping Navi yang tengah rebahan, anak dari Kyai Zaid itu membuka Novel yang sudah 2 hari ini dia baca

"Padahal semua orang bakal tau yah mba tapi kok aku rasanya takut ketauan ya mba"

"Yang aku heranin Vi, kok bisa Gus Arash serapet itu nyimpen privasi, sampai 2 tahun bahkan beliau gak deketin kamu, gak ngasih tanda apapun"

"Aku juga heran sih mba, tapi katanya biar aku fokus kuliah"

"Ya harusnya sih ada gitu rasa pengin nyamperin apalagi satu pondok, sering liat, masa ndak ada rasa kangen apapun"

"Entah lah mba, nanti aku tanyain deh"

"Berarti habis ini kamu dipanggi Ning Navi lagi yah kaya di Annur"

"Iya mba, agak gimana gitu ya mba waktu dijakarta gak pernah dipanggil ning"

"Dijakarta ndak ada yang tau kamu cucu Kyai ?"

"Urusan sendiri sendiri mba, abah aku kan Alhamdulillah bisa punya rumah di komplek jadi gak ada tetangga yang sering rumpi rumpi"

"Hahahahahha iya yah"






































********************

Penasaran ndak sama reaksi Ustadzah Fikri ttg fakta Navi ?

Rumah Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang